anak-anak yang tak lagi tahu bahwa mereka adalah anak-anak dan tak akan pernah menjadi anak-anak


Di tanahmu anak kecil bermain batu dengan menyebut nama Allah
Menambang dan menimbang pasir ketika desir peluru melesat pasti
Memahat kengerian yang dilihat, mimpi buruk kehancuran sejarah
Untuk berhenti bertanya derita akan reda, kebisingan akan sunyi
Untuk hari esok, untuk kebenaran angan kaki bukit tercelup darah

Dia menulis cerita derita negeri yang dijanjikan tuhan
Ia hanya inginkan surga sebagai pengganti luka menganga
Bumi Palestina merdeka, kedamaian dari purnama bulan
Mengisi hidup dengan sisa cahaya kehangatan dan cinta
Membaca dongeng seribu satu malam menjelang tidurnya
Mimpi tentang dunia kutuk dan serapah tak terhapuskan

Mereka berjuang sebagai anak-anak menderu seteru
Mereka berbaris di jalan-jalan tanpa perisai tanpa ragu
Bocah-bocah kecil itu berlari, melompat, dan menyerbu
Terjang tiada gentar, tak peduli luka, memburu
sebagai debu
Beradu dengan bom dan peluru hanya dengan batu-batu

Para prajurit kecil berbaris di hadapan mimpi dan masa
Asing di negeri sendiri sesaat mengingat runtuh kota
Pengasingan atau pengungsian yang nyaris tiada beda
Lapisan tipis antara suara panggilan surga bagi syuhada
Lanskap dari dunia binasa membanjiri lautan air mata
Tak ada yang tersisa, hanya ada ratap harap dan doa-doa
Yang tersisa setelah perang, hanya perang-perang lainnya

Busung dada seluruh takkan kalah bersama keputusasaan
Mereka pasukan bergenderang menang bersama keyakinan
Berkawan mereka datang hendak serang di padang pertempuran
Menahan gejolak merdeka jiwa di bawah telapak kaki penindasan
Fragmen kenangan wajah bulan sabit yang pahit di pengasingan

Tak ada jalan untuk keselamatan atau surga di rumah sendiri
Pedih suram, hening berkabung, perlahan waktu menyelinap pergi
Ia ditembak mati oleh penembak jitu di rekah tanah tadi pagi
Air mata ibu jatuh bergetar menahan derita, derita anak negeri
Perempuan menangisi untuk rasa sakit yang sangat dikenali
Darah merah tercurah dari jiwa yang marah, merah pasir ini
Tanah surga bersimbah darah, tulang belulang sebangsa kami
Di dalamnya anak-anak terkubur, membesar dalam kubur sepi

Pohon ranggas, aspal retak membaca kenangan mencekam
Antara ruang dan jejak debu, kolong kota selongsong bom
Lengkap dengan sesobek koran yang hilang di jalan pendendam
Erangan bocah-bocah yang terbunuh menanggalkan rahasia malam
Sesak oleh parau gagak hitam yang mengakak menghunjam kelam
Tentang burung-burung padang pasir menyanyikan lagu kesedihan
Igauan merpati putih dengan satu sayap patah menangkap isi pesan
Namun, akhirnya tenggelam dalam celah sempit makam di reruntuhan
Adalah kota roh mereka, pemandangan mengerikan di bidang pembantaian

Papringan-Jogja, 2011

Komentar

Postingan Populer