Puisi 2003

Stasiun

Di stasiun ini
Raga-raga lungkrah bersandar
Mencoba gambarkan indahnya hari esok
Bercanda di stasiun sana – sini
Merajut seribu cerita cita

Di ujung rel itu
Itu adalah stasiun terakhirku

Cirebon, 14052003


Cinta 1 – 5

Dewi Kunti hanya bisa menangis bukannya senda
Ketika Karna sewaktu gerimis di padang Kurusetra
Datang dan melempar tanya
Soal sesal yang kekal berkerak di telinga;
“Wahai Sang Ibu berputra satria utama,
Apakah makna cinta sejati
Jika hanya tersimpan di hati.”

Suryatmaja berlalu ke medan Bharatayuda
Meninggalkan pertanyaan keras bak batu berkarang
Dada sang ibu berdegub seraya
Di tengah pintu
Pandangi senyum Surya yang tinggal bayangan
Metro, 2003


Catatan Malam

Menengok kebun belakang
Dari lubang kunci
Ular belang menelusur gerumbul ilalang
Pemandangan itu terlihat indah
Bagai lukisan tiga dimensi
Penuh misteri

Metro, 2003


Suara Kesederhanaan
: buat tw ”ungu”

Tiap malam kutulis ucapan kasih
Kukirim lewat embun dan kibasan
Kupu – kupu musim kemarau
Semoga terbuka jiwamu
Jika cinta itu putih suci bunga melati

Lihatlah dinda
Tak ada cerita jika cinta berharga harta
Karena cinta tetes darah
Meneteskan seribu getar
Mengambang di pelimbahan jiwa
Laksana teratai ungu
Berjuntai di taman Kahyangan Cakra Kembang

Mari ke sini dinda
Terima rasa rindu

Metro, 22 Juni 2003


Jika Angin

Jika angin berhembus ke barat
Aku kirim secarik
Kepada engkau, oh Jakarta Kota Metropolitan
Kapan bundaran HI jadi sepi?...

Jika angin berhembus ke timur
Aku titip tanya sekali
Kepada engkau, oh Jogjakarta beragam budaya
Jika ingin disebut Jawa
Apa harus selalu pakai surjan?...

Jakarta ~ Jogja, 2 Juli 2003


Ihwal Tikus

Tikus-tikus masuk lumbung
Bersantap beras terkuras amblas
Meninggalkan sisa lubang di belakang

Tikus-tikus merambah sawah
Merambas padi rantas di lahan petani
Sisakan tepian-tepian ngeri

Ratu tikus di barisan terdepan
Sebagai teladan
Tikus-tikus gendut berisi
Diasuh, ditimang, dibelai obsesi
Meninggalkan tangis anak negeri
: Mau makan apa mereka nanti

Metro, November 2003


Progo
:catatan malam penghantar masuk angin

Menunggu penuh haru hingga paruh waktu
Di barisan kosong bangku-bangku yang sesekali
Mengajak cacing dan asam lambung
Mendendang tentang arti kekosongan

Dari jauh,
Deretan besi, jajaran baja penghantar kepulangan
Menelusup dalam pelukan bulan sabit
Semakin lama makin membikin sakit.
Perutku mulai menyusut
Ketika angin mulai menusuk perlahan
Menerbangkan sajak cinta dan puisi
Yang tak akan pernah selesai

Kutatap sosok itu satu-satu
Melintas dalam buram malam
Datang ~ berhenti sejenak ~ lalu pergi lagi
Sepertinya tak pernah menyapa apalagi membawaku ke sana
Setasiun pungkasan, pemberhentian akhir
……………………………………………
; ada perubahan jadwal pemberangkatan karena
kemarin beberapa kali terjadi tabrakan kereta

st. Kutoarjo, 2003


Risalah Daun

Daun hijau warnanya
Akan kucari jika ada yang tak berwarna
Kunanti ia di seberang senja
Seketika menitis di sela stomata
Menguak fajar silih berganti
Tersapu sinar mentari
Menyingsing di horison mengharu biru
Digiring gelombang bergulung
Terdampar di selangkang karang
Menyisih dari haribaan ibu pertiwi
Sendiri tanpa arti

Angin pantai mengibas hijaunya
Terbakar nestapa bagaskara
Hingga hijau bergradasi jadi kelabu
Tiada berharga, hanya tersisa ratap
Iri mengerling daun menghijau
Ranting bakau berkaca samudra biru

Bakauheni, 2003


Suara Hujan
: PBSI UNY 01

Aku rindu suara hujan
Gemeritik memecah, mengusir sepi
Tuturkan wahyu terucap
Ada yang akan datang di ujung petang

Aku benci suara hujan
Air menetes dari atas genting
Berlimbah mengguyur rumput ilalang
tampak gelisah
Karena tabir tersingkap badai

Aku rindu suara hujan
Ia mengingatkan mendung dan kilat menyambar
Melambai, menanti
Ketika kita harus pulang
Kembali

Metro, 2003

Komentar

Postingan Populer