Teori MENULIS PUISI

A.    Hakikat Menulis
Lado (lewat Suriamiharja, dkk.  1996/1997: 1) bahwa to write is not put down the graphic sybols that represent a language one understands, so that other can read these graphic representation yang dapat diartikan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut besarta simbol-simbol grafisnya. Menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut. Jadi, dapat dilihat bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi, karena dalam pengertian tersebut muncul satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan.
Selain pendapat di atas, Atar Semi (2007: 14) menjelaskan hakikat menulis sebagai proses kreatif memindahkan gagasan dalam lambang tulisan. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Selanjutnya, juga dapat diartikan bahwa menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagianya (Suriamiharja, dkk, 1996/1997: 2).
Menulis adalah kegiatan untuk menghasilkan tulisan. Tulisan adalah sesuatu yang diahasilkan akibat kegiatan proses kreatif penulisannya. Dengan kata lain, hasil gagasan dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh amsyarakat pembaca (Nurudin, 2007: 4).
Dengan mencermati teori-teori di atas, dapat dikemukakan bahwa menulis adalah  kegiatan menuangkan gagasan, ide atau pendapat yang akan disampaikan kepada orang lain (pembaca) melalui media bahasa tulis untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud oleh penulis.
Tujuan menulis adalah 1) untuk menceritakan sesuatu, 2) adanya gaagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan, 3) adanya sistem pemindahan gagasan berupa sistem bahasa (Atar Semi, 2007: 14-18). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut.
1)      Untuk menceritakan sesuatu. Pengalaman, pemikiran, imajinasi, perasaan, dan intuisi sebaiknya dituangkan dalam bentuk tulisan;
2)      Untuk memberikan petunjuk dan pengarahan. Hal ini tercermin apabila sesorang mengajari untuk mengerjakan sesuatu dengan tahapan yang benar;
3)      Untuk menjelaskan sesuatu. Bahwa tulisan dibuat untuk memberikan pengertian dan pembahasan secara mendalam tentang sesuatu;
4)      Untuk meyakinkan. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan orang terhadap pandangan yang diajukan; dan
5)      Merangkum. Dengan merangkum sesorang akan mudah dalam mempelajari isi buku dan akan lebih mudah dalam menguasai bahan.
Tahap menulis menurut Campbel Slann, Joanna (2011), Pre-writing is the act of planning for what you will eventually write. Much of pre-writing has to do with collecting and organizing your information. One of my writing teachers once explained that by pre-writing you cut your actual writing time in half. I think you can actually save more than that by having information at your fingertips when you start to write.
Penjelasan Holbrook, Sara dan Salinger, Michael (2006: 9) di bawah ini merupakan kaitan antara puisi dengan pembelajaran menulis
If we look at every poem as a mini lesson, language arts teachers can use these little jewels to teach everything from point of view and tone to inference and subject-verb agreement. Persuasion, visual and figurative language, the writing process from draft to revision, all the elements of good writing can be taught through poetry

Berdasarkan teori yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya. Hal itu dilakukan agar tujuan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca dan terlebih dahulu penulis harus menentukan maksud dan tujuan penulisannya. Selain itu,  agar pembaca memahami ke mana arah tujuan penulisan itu sendiri.

B.     Hakikat Puisi
Sastra adalah hasil kreativitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia secara langsung melalui rekaan dengan bahasa sebagai medianya (Retno Winarni, 2009: 7)
Sesuatu disebut teks sastra jika (1) teks tersebut tidak melulu disusun untuk tujuan komunikatif praktis atau sementara waktu, (2) teks tersebut mengandung unsur fiksionalitas, (3) teks tersebut menyebabkan pembaca mengambil jarak, (4) bahannya diolah secara istimewa, dan (5) mempunyai keterbukaan penafsiran.
Terdapat tiga hal yang membedakan karya sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu sifat khayali, adanya nilai-nilai seni/estetika, dan penggunaan bahasa yang khas. Karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri isinya bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri isinya menekankan unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, memenuhi unsur-unsur estetika seni. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada bentuk, tetapi juga keindahan isi yang berkaitan dengan emosi, imaji, kreasi dan ide (Retno Winarni, 2009:8). Definisi yang cukup memuaskan hanya berkaitan dengan jenis sastra tertentu (misalnya puisi) tetapi tidak relevan diterapkan pada sastra pada umumnya (Luxemburg, 1986:3-13)
Salah satu rahasia yang sesungguhnya tetap menjadi rahasia sepanjang masa adalah puisi. Bentuk paling tua dari kesusasteraan dalam sejarah peradaban manusia adalah puisi. Dan bentuk paling agung yang senantiasa diliputi kabut rahasia dalam kesusasteraan dunia adalah puisi.
Puisi menurut Campbel Slann, Joanna (2011) adalah:
The easiest way to recognize poetry is that it usually looks like poetry (remember what they say about ducks). While prose is organized with sentences and paragraphs, poetry is normally organized into lines

Puisi merupakan karya sastra paling tua dan pertama kali ditulis oleh manusia. Menurut Herman J. Waluyo (2010: 1) puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata dalam puisi benar-benar padat dan terpilih sehingga sangat indah bila dibaca.
Easterling, (2011: 99) berpendapat “Poetry was, to be sure, the acknowledged “genre of genres” of the time and found a wide audience among the literate. The prominent literarymen of the day, however,were not takenwith the pursuits of literature and poetry alone”.
Puisi memiliki teks yang mempunyai ciri-ciri kebahasaan tersendiri. Yang dimaksud dengan teks-teks puisi ialah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama merupakan alur. Selain itu teks puisi bercirikan penyajian tipografi tertentu (Luxemburg dkk. 1986:175). Puisi pengertiannya sangat beragam, tetapi beberapa ahli merumuskan pengertian puisi dengan keintian yang serupa. Slamet Muljana (lewat Rakhmat Djoko Pradopo, 2002:113) mendefinisikan puisi sebagai bentuk sastra dalam pengulangan suara atau kata yang menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan dekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang juga perlu diapresiasi. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia (Herman J. Waluyo, 2010: 1). Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra tentunya harus mempunyai fungsi estetik yang harus ada dalam setiap penciptaan karya sastra.
Rakhmat Djoko Pradopo (2002: 7) menyatakan bahwa puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan.  Di lain puhak, Luxemburg dkk. (1986: 175) menjelaskan bahwa teks puisi ialah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama sebuah alur.
Berkaitan dengan alur, Kenney menjelaskan bahwa :
Plot in fiction is an arrangement of events according to the casuality of relationship (Kenney, 1966: 13). 
The conflict that has been brought into, has been resolved. This section also presents the impact of the conflict to the story. Kenney adds that “any plot that has a true beginning, middle, and end and that follows the laws of plausibility, surprise, and suspense must have unity” (Kenney, 1966: 22).
  
One thiks of the contrast between Shakespeare’s “sugared sonnets” and the traditional unpleasant taste and inconveient bite of salt associated with satire. Gerge Gascoige make similar distinction between “flower (sweet) and “weed” (sour) poems, the former the lyric the satiric (Cithara, 2011: 43). Teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu. Definisi ini tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra, melainkan juga ungkapan bahasa yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa pada hakikatnya puisi itu adalah salah satu karya sastra yang mempunyai nilai estetik (seni) yang tinggi dan berasal dari interpretasi pengalaman hidup manusia yang digubah dalam wujud yang paling berkesan atau sebagai hasil imajinasi dan gagasan penyair yang dituangkan dalam bentuk tipografi yang spesifik. Puisi itu sendiri selalu berubah. Perubahan itu berdasarkan dari perkembangan evolusi selera serta perubahan konsep estetik manusia. Tetapi, satu yang tidak berubah dari puisi yaitu ketaklangsungan ucapannya. Hal inilah yang membuat puisi menjadi istimewa.
Selain pandangan hidup, renungan, dan pemikiran-pemikiran, perasaan atau emosi yang merupakan unsur pembangun puisi. Wordsworth (dalam Luxemburg, 1986:169-170), menyebutkan sebagai berikut.
“The spontaneous overflow of powerful feelings” (ungkapan spontan perasaan yang kuat), bukanlah berarti bahwa puisi dapat dianggap sebagai pelepas nafsu yang tak terkendali. Justru sebaliknya,“powerful feelings” bukanlah tujuan akhir puisi, melainkan sarana gambaran dan makna yang terkandung dalam gambaran itu menjadi lebih intensif olehnya dan dibawa kepada tujuan yang lebih luhur: yaitu mengungkapkan “the depth, and not the tumult of the soul” (kedalaman, bukan kegundahan jiwa). Bahwa perasaan dikendalikan daya imajinasi kita lihat juga dalam apa yang disebutStimmungslyriek (lirik suasana) oleh kaum romantik Jerman. Dalam Stimmungslyriek yang penting bukanlah gambaran visual atau isi kongkret melainkan suasana yang dibangkitkan.

C.    Struktur Puisi
Kenney in his book How to Analyze Fiction explains about it as follows: “To analyze a literary work is to identify the separate parts that make it up, to determine the relationship among the parts of the whole. The end of the analysis is always the understanding of the literary work as unified and complex whole” (Kenney, 1966: 5).
Adapun unsur-unsur pembangun puisi menurut Suminto A. Sayuti (2000) menyebutkan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam puisi meliputi bunyi dan aspek-aspeknya, diksi, citraan, bahasa kias, sarana retorik, wujud visual, dan makna puisi. Kinds of diction is classified to five groups, there are: connotative diction, denotative diction, concrete diction, associative diction, and imaginative diction (Kenney 1966:60-61,
Herman J. Waluyo (2010:27) berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri dari baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Bait-bait itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai sebuah wacana. Struktur fisik merupakan medium pengungkap struktur batin puisi. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi menurut Herman J. Waluyo adalah: diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputii lambang dan kiasan), bersivikasi (meliputi rima, ritma, dan metum), tipografi, dan sarana retorika. Dengan demikian, ada tujuh macam unsur yang termasuk struktur fisik. Adapun struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.
Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu:
1.      Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan). Makna sebuah puisi dapat dipahami setelah membaca karya , arti tiap kata dan kiasan yang dipakai, juga memperhatikan unsur puisi lain yang mendukung makna (Wiyatmi, 2009: 73).
2.      Feeling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
3.      Tone (nada)
Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
4.      Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair
Untuk memberikan pengertian yang lebih memadai, berikut ini dikemukakan uraian mengenai unsur-unsur pembangun puisi tersebut.

1)      Diksi
Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra khususnya puisi. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan.
Diksi merupakan esensi penulisan puisi yang merupakan faktor penentu kemampuan daya cipta. Penempatan kata-kata sangat penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa pembaca pada penikmatan dan pemahaman yang menyeluruh atau total (Suminto A. Sayuti, 2008:143-144).

2)      Pengimajian
Pengimajian ini berguna untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental, dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imaji. Cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu biasa disebut dengan istilah citraan (imagery). Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian. Suminto A. Sayuti (2008:169-171) menjelaskan bahwa citraan adalah kata atau rangkaian kata yang mampu menggugah pengalaman keindahan atau menggugah indra dalam proses penikmatan (membaca dan mendengarkan).

3)      Kata Konkret
Kenney states that the analysis of diction leads to some consideration of denotations and connotations of word chosen by the author. A word denotation is simply its dictionary meaning; its connotations are the suggestions and associations arouse by it. A number of different words may have essentially the same denotations, while differing significantly in their connotations (Kenney, 1966: 60).
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Penyair berusaha mengkonkretkan kata-kata, maksudnya kata-kata itu diupayakan dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian. A word’s denotation is simply its dictionary meaning (Kenney, 60-61).

4)      Bahasa Figuratif

In short, Poetry is choosing his words primarily for their connotations, for their suggestive power. His method is, in itself, as legitimate as Swift’s and as suited to the demands of his story and his temperament (Kenney, 1966: 62-63).

Bahasa figuratif atau style, is the author’s manner of using language. The best reason for being sensitive to style is that we enjoy it. We enjoy the illusion of action, vision, of thought that creates nd the author’s virtuosity with language (Stanton, Robert, 1965: 30). Gaya bahasa atau gaya adalah cara penyair menggunakan bahasa. Bahkan jika dua penulis adalah untuk menggunakan plot yang sama, karakter, dan pengaturan, hasilnya akan ada dua cerita berbeda karena gaya bahasa mereka berbeda dalam kompleksitas, irama, panjang kalimat, kehalusan, serta jumlah dan jenis gambar dan metafora.

Menurut Aminuddin (1990: 73), bahasa kias memiliki dimensi:

a)      Penutur sebagai penyampai gagasan melalui paparan bahasa,

b)      Satuan hubungan kata yang memiliki unsur dan relasi

c)      Satuan makna yang berkaitan dengan gagasan serta gambaran suasana tertentu,

d)     Relasi unit struktur bahasa kias dengan unsur lain dalam satuan teks,

e)      Nilai keindahan, dan

f)       Pembaca sebagai pemberi makna sejalan dengan gagasan yang disampaikan penulis serta efek keindahan yang dicapainya.

Bahasa figuratif oleh Herman J. Waluyo (2010: 96) disebut juga sebagai majas. Bahasa puisi dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa yang digunakan penyair untuk secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasa kiasnya bermakna kias.Bahasa puisi dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
    Herman J. Waluyo (2010: 98-101) memberi pengertian mengenai gaya bahasa (kiasan). Gaya bahasa memiliki maksud yang lebih luas dengan tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif. Selain itu, Herman J. Waluyo membatasi bahasa figuratif pada:
1.    Metafora, metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang dikiaskan tidak dosebutkan.
2.    Perbandingan, yaitu benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya.
3.    Personifikasi, merupakan keadaan atau peristiwa alam yang dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Benda mati dianggap sebagai manusia atau persona untuk memperjelas penggambaran dan peristiwa.
4.    Hiperbola, yaitu kiasan yang melebih-lebihkan. Penyair perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan agar mendapatkan perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
5.    Sinekdoke, adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan (pars pro toto) atau menyebutkan keseluruhan untuk sebagian (totem pro parte).
Ironi, yaitu kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yaitu penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengkritik.
Bahasa figuratif menurut Rakhmat Djoko Pradopo (1997: 61-62) dipersamakan dengan bahasa kiasan. Bahasa figuratif dirumuskan sebagai bahasa yang menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Gaya bahasa ialah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus dua-duanya bertambah (Jakob Sumardjo dan Saini K.M., 1997: 127).
Kenney (1966: 64-65) menyebut bahasa Figuratif sebagai figurative Images atau kiasan figuratif. Simpulan pengertian bahasa figuratif adalah bahasa yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya, yang biasa dengan maksud untuk mendapatkan kekuatan ekspresi. Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 127) menjelaskan bahwa gaya bahasa merupakan cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah. Sadar akan hal itu, penyair tidak menyia-nyiakan dan menggunakan gaya bahasa dalam karyanya.
Rakhmat Djoko Pradopo (2002:62) menguraikan ada beberapa gaya bahasa atau majas yang sering muncul dalam puisi. Adapun beberapa majas tersebut antara lain :
a.       Perbandingan
Perbandingan atau perumpamaan atau simile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, semisal, seumpama, laksana, sepantun, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
b.      Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan yang lain yang sesungguhnya tidak sama. Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan term kedua (secaondary term). Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan sedangkan term kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan, misalnya ‘bumi ‘adalah ‘perempuan jalang.’ ‘Bumi’ adalah term pokok, sedangkan ‘perempuan jalang’ term kedua atau vehicle. Metafora dapat diwujudkan dengan berbagai cara. selain kata benda, kata kerja pun dapat digunakan secara metoforik (Luxemburg, dkk., 1986: 188).
c.       Allegori
Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kisan. Cerita kiasan atau lukisan kisan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Allegori ini sesungguhnya metafora yang dilanjutkan. Misalnya “Menuju ke Laut”, sajak Sutan Takdir Alisjahbana. Sajak itu melambangkan angkatan baru yang berjuang ke arah kemajuan.
d.      Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan para penyir dari dahulu hingga sekarang. Personifikasi membuat hidup lukisan, disamping itu memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret.
e.       Metonimia
Metonimi ini dalam  bahasa Indonesia sring disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Metonimi yaitu sebuah gaya yang menunjukkan adanya pertautan atau pertalian. Pengertian yang satu dipergunakan untuk pengganti pengertian yang lain (Luxemburg, 1986: 189).

f.       Ironi
Ironi yaitu kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yaitu penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengkritik. Ironi memungkinkan kita menemukan sesuatu kebalikan dari apa yang kita telah dituntun atau yang diharapkan (Stanton, 1965: 34).

5)      Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum, ritma dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Marjorie Boulton menyebut rima sebagai phonetic form. Jika fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Rima ini meliputi onomatope (tiruan terhadap bunyi-bunyi), bentuk intern pola bunyi (misalnya: aliterasi, asonansi, persamaan akhir, peramaan awal, sajak berulng, sajak penuh), intonasi, repetisi bunyi atau kata, dan persamaan bunyi. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh jumlah suku kata yang  tetap, tekanan yang tetap, dan alun suara menaik dan menurun yang tetap.

6)      Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitas. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitet yang disebut bait.
Tipografi sebagai aspek bentuk visual yang berupa tata hubungan, susunan baris, dan ukiran bentuk yang dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik agar indah dipandang (Suminto A. Sayuti, 2008:329-330). Maksud penyusunan tipografi adalah untuk keindahan indrawi dan untuk mendukung pengedepanan makna, rasa, dan suasana puisi.

7)      Sarana Retorika
Dalam kaitannya dengan puisi, pada umumnya sarana retorika menimbulkan ketegangan puitis, karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksud oleh penyairnya. Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itulah, suatu tema yang sama sering kali menghasilkan puisi yang berbeda, tergantung suasana perasaan penyair yang menciptakan puisi itu.
Dalam menulis puisi, penyair bisa bersikap menggurui, mengejek, menasihati, atau menyindir meski kadang sikap itu disamarkan melalui gaya bahasa dan sarana retorika yang dipakai dalam puisi. Amanat atau tujuan dalam puisi ialah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya Amanat berbeda dengan tema.

D.    Menulis Puisi sebagai Proses Kreatif Karya Sastra
Jocson, Korina (2011: 156) seorang Guru besar pada Washington University menjelaskan bahwa “Poetry resonates with many individuals  in various context; its language exposes socialcrealities that are often steeped in the margins, especially for the young who are frequently attracted to reading and writing it because it is accessible to experimentation in way that prose is not”.
Selaras dengan pendapat Korina, Eagleton, Terry (1983: 20-21) berpendapat the ‘poetry’, then no longer refers simply to a technical mode of writing it has deep social, political, and philosophical implication and the sound of it the rulling class might quite literaaly reach for its gun. Literature has become a whole alternative ideology and the imagination it self as with a political force our contemporary ideas of the symbol and aesthetic experience of aesthetic harmony and the unique nature of the artefact.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil intisari bahwa puisi tidak hanya mengacu pada teknik penulisan saja, melainkan interpretasi dan pengalaman estetis pengarang terhadap kondisi sosial masyarakat, politik dengan bahasa yang tajam tapi eksplisit dalam karya. Dengan demikian, Sastra telah menjadi ideologi alternatif  imajinasi  seperti halnya kekuatan politik sehingga pengajaran membaca dan menulis puisi dapat diajarkan  untuk mengekspos kemampuan interaksi sosial siswa.

Pembelajaran berpuisi dimaksudkan sebagai pembelajaran yang berkenaan dengan menulis puisi dan mempresentasikannya, dua hal yang tidak terpisahkan karena orientasi dari pembelajaran adalah kompetensi berpuisi. Jadi, konotasinya adalah kemampuan siswa dalam praktik, dengan penekanan pada aspek kinerjanya (Atit Suryati, 2011).
Melalui kegiatan menulis, sebuah gagasan akan dapat dinilai dengan mudah. Manfaat menulis yang lainnya adalah dapat memecahkan masalah dengan lebih mudah, memberi dorongan untuk belajar secara aktif, dan membiasakan diri berpikir dan berbahasa secara tertib. Mengingat kemampuan menulis merupakan sebuah keterampilan penting yang harus dikuasai oleh siswa, perlu adanya pembinaan dan pengembangan secara intensif dan berkesinambungan.
Menulis puisi merupakan salah satu bentuk menulis kreatif. Menulis puisi adalah suatu kegiatan intelektual, yakni kegiatan yang menuntut seseorang harus benar-benar cerdas, menguasai bahasa, luas wawasannya, dan peka perasaannya.
In the handbook for June Jordan's Poetry for the People, Jordan (in Williams, 1999: 38) writes that "poetry is not...a casual disquisition on the colors of the sky, a soporific daydream, or bumpersticker sloganeering." Yet, these are often the kinds of poems we get exposed to on the daily through countless greeting cards and light-rock radio, glossing over the black and white starkness of reality with pastel paint strokes.

Meski dalam pembelajaran sastra siswa telah mempelajari puisi yang rumit baik rima, irama, serta unsur kebahasaannya, untuk pembelajaran menulis puisi. Menurut Rahmanto, (dalam Keke T. Aritonang, 2009:32), puisi yang cocok sebagai model untuk latihan menulis, biasanya puisi yang berbentuk bebas dan sederhana, berisi hasil pengamatan yang berupa imbauan atau pernyataan. Puisi yang dituliskan oleh penyair merupakan tanggung jawabnya agar pembaca dapat membaca atau mengapresiasinya. Jika pembaca tidak memahami hasil pengimajian dalam bentuk puisi, hal itu adalah kesalahan penyair. Pendapat lain disebutkan oleh Modi, Mukesh, etc.( 2009: 81) bahwa It is a responsibility of poets to be reachable to the people in whose language they are writing. If any speaker of your language, by chance, happen to come across a poem by a poet and even after an attempt he does not understand it, let it be clear that the fault lies not with the reader but the writer.
Dalam kurikulum, pembelaran Penulisan Puisi termaktub dalam pelajaran bahasa nasional (Indonesia), seperti halnya yang disampaikan Holbrook, Sara dan Salinger, Michael (2006: 9).
An examination of state and national language arts standards reveals that oral communication benchmarks are set as early as the primary grades and continue right up to graduation requirements. Professional education libraries provide teachers with any number of books to support the teaching of reading and writing, but what about how to teach that mandated speech unit most language arts teachers find in the curriculum.

Pendapat serupa diungkapkan oleh Cronmiller (2007: 3) bahwa “The poetry curriculum introduces English instruction to El Sol’s third grade students by engaging their innate interest and ability in figurative, imaginative language. Modeled after university seminars in creative writing, poetry workshops  poetic work of cultural and historical significance and carefully guide the inspiration, drafting, writing and revision of their own original poetry”.
Robert Wrigley dari University of Idaho, dalam silabus pembelajrannya “Techniques of Poetry, Contemporary American Writers” memaparkan proses pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran menulis puisi.
“Read a book per week in this class, al by living contemporary American poets. We will analyze and attempt to come to grips with 1) the poet’s voice and style—his or her individual poetic; 2) the shape of the book as a whole; 3) and, most subjectively perhaps, the quality of the book’s accomplishment. Students will do a great deal of writing in the course, often in the “style” or the borrowed voice of the poet under discussion, and sometimes in a critical way, in analytical prose. All students must submit, at the term’s end, a “project” consisting of a short, chapbook- length collection of original poems written as part of the course’s assignments, and accompanied by an introduction explaining the processes—the problems and challenges, the satisfactions—of its assemblage. Each student will be responsible for leading a class discussion of the week’s assigned title (Wrigley, Robert. 2010: 1-2).
Berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menulis puisi, yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
1)      Tujuan Pembelajaran Umum:
a)      Siswa mampu mendata objek yang terdapat dalam gambar peristiwa
b)      Siswa mampu menulis puisi berdasarkan gambar peristiwa dengan menggunakan pilihan kata yang tepat
c)      Siswa mampu menyunting sendiri pilihan kata puisi yang ditulis

2)      Tujuan Pembelajaran Khusus:
a)      Siswa mampu menentukan data objek yang terdapat dalam gambar peristiwa untuk dijadikan puisi.
b)      Siswa mampu mengubah data objek yang terdapat dalam gambar peristiwa menjadi sebuah puisi dengan memperhatikan sistematika, kekhasan bahasa, dan unsur-unsur puisi.
c)      Siswa mampu menyunting sendiri puisi berdasarkan gambar peristiwa dengan pilihan kata yang sesuai.
Indikator keberhasilan pelaksanaan pembelajaran difokuskan pada dua aspek, yakni aspek proses dan aspek hasil. Aspek proses ditujukan pada aktivitas proses pembelajaran yangdilakukan guru dan siswa. Pada aspek proses, hal yang diperhatikan adalah keaktifan, kerjasama, dan kreativitas. Penentuan pada aspek hasil ditekankan pada hasil yang diperoleh siswa dalam menulis puisi, penilaiannya meliputi empat komponen, yaitu isi, tipografi, pengimajinasian, dan keontetikan (Budi Prasetyo, 2007: 60).
Evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menggunakan tes, observasi dan angket. Tes digunakan untuk mengungkap keterampilan siswa dalam menulis, dan observasi digu­nakan untuk mengungkap motivasi, perhatian dan keaktifan terhadap pembelajaran menulis (Suyatinah, 2005: 416).

DAFTAR PUSTAKA
Agus Suriamiharja, Akhlah Husen, Nunuy Nurjanah. 1997. Petunjuk Praktis Menulis.   Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni  Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan  B a n d u n g
Aminuddin. 1990. “Pendekatan Tekstual dalam Analisis Bahasa Kias Puisi”. dalam Sekitar Masalah Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh
Atar Semi. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.
Atit Suryati. 2011. “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Siswa”. Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya. http://educare.e-fkipunla.net diakses 6 Juli 2011.
Budi Prasetyo, 2007. “Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi dengan Strategi Pikir Plus”. Jurnal pendidikan Inovatif, volume 2, No.2, Maret 2007
Campbel Slann, Joanna. 2011. “Journaling With More Speed and Ease”. Part III: Pre-writing The Key to Faster and More Satisfying Journaling. http://www.creative-writing-now.com/definition-of-poetry.html
Cithara, John Mlryan. 2011. “The Epigrams of Sir John Harington”. Proquest Journal Sociology. Proquest.com diakses 20 Juni 2011.
Cronmiller, Sue. 2007. “Essential Poetry: Activating the Imagination in the Elementary Classroom”, Journal for Learning through the Arts: A Research Journal on Arts Integration in Schools and Communities: Vol. 3: No. 1, Article 7. http://repositories.cdlib.org/clta/lta/vol3/iss1/art7
Eagleton, Terry. 1983. Literary Theory, an Introduction. Oxford UK and Cambridge USA: Blackwell
Easterling, Stuart . 2011. Gender and Poetry Writing in the Light of Mexico’s Liberal Victory, 1867–ca. 1890 Mexican Studies/Estudios Mexicanos Vol. 27, Issue 1, Winter 2011, pages 97–142
Herman J. Waluyo. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga: Widyasari.
Jakob Sumardjo dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.
Jocson, Korina. 2011. “Poetry in a New Race Era”. Daedalus; proquest Agriculture Journals.2011; 140,1
Keke T. Aritonang. 2009. “Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar Berbagai Peristiwa yang Terdapat dalam Surat Kabar”. Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009
Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press.
Luxemburg, Mieke Bal, W.G. Weststeijn.  1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
Modi, Mukesh, D. M. Patel Arts and S. S. Patel. 2009. “Contemporary Gujarati Poetry: For Whom Are They Writing? Journal. Rupkatha Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities. Summer Issue, Volume I, Number 1, 2009. URL of the journal: www.rupkatha.com/issue0109.php
Nurudin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press.
Rakhmat Djoko Pradopo. 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Retno Winarni. 2009. Kajian Sastra.  Salatiga: Widya Sari Press.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction to Fiction. New York: Holt, Rinehart and Watson, Inc.
Suminto A. Sayuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media
Suminto A. Sayuti. 2008. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media
Suyatinah . 2005. “Peningkatan Keefektifan Pembelajaran Menulis di Kelas II Sekolah Dasar”. Jurnal. Cakrawala Pendidikan, November 2005, Th. XXIV, No. 3
Williams, Saul. 1999. Spills Words On The Hip-Hop Generation: United Tongue. Wang, OliverColorlines. Oakland: Summer 1999. Vol. 2, Edisi 2; pg. 38. http://proquest.umi.com/pqdweb?index=5&did=494717291&SrchMode=1&sid=2&Fmt=3&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1309962547&clientId=97884 diakses 6 Juli 2011
Wiyatmi. 2009.Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Wrigley, Robert. 2010. Techniques of Poetry, Contemporary American Writers. Syllabus. University of Idaho

Komentar

  1. terimakasih mas blognya sanggat membantu

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. matursuwun mas, it helps me so much.

    BalasHapus
  4. Optimisasi Menulis Rasa mesin pencari atau Search Engine Optimization, biasa disingkat "SEO" adalah serangkaian proses yang dilakukan secara sistematis cerita dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan volume dan kualitas trafik Berita Terbaru kunjungan melalui mesin pencari menuju situs web tertentu dengan memanfaatkan mekanisme Bokep Terbaru atau algoritma mesin pencari tersebut.

    BalasHapus
  5. Pylon Sign adalah media adversiting outdoor dengan bentuk seperti neon box, memiliki desain unik sehingga tidak dapat disamakan dengan reklame lainnya. Pylon sign terbuat dari beberapa bahan yaitu rangka besi hollow dengan dinding ACP atau Acrylic dan dapat di kombinasikan dengan Lampu LED ataupun Running Text. Ukuran standar pylonsign 5 meter

    Ada beberapa manfaat atau keunggulan menggunakan pylon sign yaiyu media branding yang unik, harga pylon sign terjangkau, desain pylon sign bisa sesuai selera, tahan lama dan awet, enciptakan identitas sebuah bisnis, secara visual terlihat lebih menarik

    CV. Bahagia Sukses Makmur merupakan perusahaan adversiting yang sudah berpengalaman. Kami melayani jasa pembuatan pylon sign (Totem). Dengan konsep serta hasil yang maksimal baik kualitas bahan dasar, hasil finishing ataupun harga yang kompetitif.

    Untuk info pemesanan, dapat hubungi nomor di bawah ini:
    No. Telp / Wa : 0813 1614 0397
    Alamat Kantor : Jl. Cendana Raya No.15 A Bencongan Indah Karawaci Tangerang

    https://huruftimbultangerang22.blogspot.com/





    #totempln
    #totemspbu
    #billboard
    #totembank
    #totembri
    #pylonsignbank
    #jasapembuatanpylonsign
    #jasapembuatantotem
    #jualpylonsigntangerang
    #jualpylonsignjakarta
    #jualpylonsignkarawaci
    #jualpylonsignjabodetabek
    #jualjasapembuatanpylonsignjakarta
    #jualtotemtangerang
    #jualtotemjakarta
    #jualtotembekasi
    #jualpylonsignmurah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer