Artikel: ANALISIS WACANA KRITIS IKLAN ROKOK SAMPOERNA MILD EDISI “TANYA KENAPA?”

ANALISIS WACANA KRITIS IKLAN ROKOK SAMPOERNA MILD EDISI “TANYA KENAPA?”
Andri Wicaksono
Abstract
Secara ringkas, penelitian ini akan memaparkan bentuk pilihan kata dalam wacana iklan berbahasa Indonesia dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa?’ dan makna acuan yang terdapat dalam pilihan kata wacana iklan berbahasa Indonesia dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa?’.
Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sasaran atau objek penelitian ini berupa penggalan wacana yang diambil dari wacana yang berupa wacana tulis dalam iklan. Sumber data dalam penelitian ini adalah wacana tulis dan konteks dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa’. Metode simak merupakan cara pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan A-Mild memperlihatkan suatu fenomena bahwa makna itu sudah mati karena iklan A-Mild menawarkan interpretasi yang sangat terbuka bagi siapa saja yang akan menikmatinya. Makna pada sajian gambar dan teks iklan A-Mild tidak memiliki ikatan-ikatan yang ideologis, stabil dan mapan, bahkan ironis. 

Kata kunci: wacana, iklan, A Mild ‘Tanya Kenapa?”

A. PENDAHULUAN
Iklan selalu hidup dan berada kapan saja dan di mana saja dalam kehidupan kita. Iklan dirancang sebagai headline yang memenuhi halaman depan surat kabar yang terbit secara berkala. Benyamin Franklin adalah orang pertama yang memperkaya informasi iklan dengan menambah ilustrasi sehingga efek iklan semakin kuat (Ferry Darmawan, 2006: 103-114). Di Indonesia, pada masa perkembangannya, bentuk iklan ber-sandar pada bahasa verbal yang tertulis dan tercetak. 
Iklan memerlukan tampilan yang dikemas dengan bahasa membumi, kontekstual, dan ‘gaul’. Kondisi ini yang menye-babkan ada keprihatinan pada banyak kalangan. Ada yang berpendapat bahwa bahasa iklan tidak mesti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi belum ada kriteria bagaimana sebaiknya bahasa iklan tersebut. 
Pengembangan laras bahasa iklan menjadi daya tarik untuk tujuan ekonomi dalam ranah advertising. Selain itu, diharapkan melalui penelaahan yang mendalam eksistensi bahasa iklan memberikan informasi yang positif yang dapat mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku yang dapat menyadarkan masyarakat untuk dapat memilah mana yang diperlukan sehing-ga tidak berperilaku konsumtif. Dengan kata lain, melalui pilihan kata yang tepat diharapkan iklan dapat memberi pembelajaran yang positif pada berbagai kalangan masyarakat Indonesia untuk malu melakukan sesuatu perbuatan, pekerjaan, kebi-asaan, dan tingkah laku yang kurang baik. Melalui sindiran, ejekan yang bersifat sarkasme dan sinisme mampu mengungkapkan kondisi sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Seperti kita ketahui bahwa iklan-iklan seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brand rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Iklan A-mild ini unik sekaligus menghibur.
Secara ringkas, penelitian ini akan memaparkan pilihan kata yang digunakan dalam bahasa iklan. Diharapkan melalui penelaahan lebih lanjut dapat ditentukan pola pilihan kata dalam wacana iklan berbahasa Indonesia seperti apa yang dapat menarik perhatian konsumen yang diungkapkan dalam bentuk yang singkat, diketahui makna acuan apa saja yang terkandung dalam wacana iklan berbahasa Indonesi. Penelitian ini adalan kajian singkat terhadap iklan berbahasa Indonesia. 
Pengambilan data dari media cetak dan audiovisual. Data media tulis, dari surat kabar, spanduk, baliho, papan reklame, sedangkan data dari media elektronik penulis ambil dari iklan. Data dipilih secara acak sesuai dengan trend masyarakat. Data dan analisisnya masih sangat sederhana sehingga temuannya pun boleh jadi baru bersifat hipotetis. Kajian lebih lanjut dengan data yang lebih memadai, dengan kedalaman analisis yang lebih baik tentu akan dapat menjelaskan temuan dalam penelitian ini. Berdasarkan paparan di atas, timbul pertanyaan: bagaimana bentuk pilihan kata dalam wacana iklan berbahasa Indonesia dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa’?; dan makna acuan apa saja yang terdapat dalam pilihan kata wacana iklan berbahasa Indonesia dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa’? 

B. KAJIAN TEORI
1.      Analisis Wacana Kritis
Menurut Douglas dalam Mulyana (2005: 3), istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana.  Jadi, wacana adalah unit linguistik yang lebih besar dari kalimat atau klausa. Menurut Kamus Linguistik Dewan Bahasa dan Pustaka (1997) dalam Tengku Silvana Sinar (2008: 5), wacana diterjemahkan sebagai discourse yaitu unit bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada deretan kata atau kalimat, sama ada dalam bentuk lisan atau tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’ dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata, ucapan’. Kata wacana dalam bahasa baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana ‘ucapan, percakapan, kuliah’ (Poerwadarminta 1976: 1144). Kata wacana dalam bahasa indonesia dipakai sebagai padanan (terjemahan) kata discourse dalam bahasa inggris. Secara etimologis kata discourse itu berasal dari bahasa latin discursus ‘lari kian kemari’. Kata discourse itu diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan gabungan dari dis dan currere ‘lari, berjalan kencang’ (Wabster dalam Baryadi 2002:1). Wacana atau discourse kemudian diangkat sebagai istilah linguistik. Dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual (linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat (Baryadi 2002:2). 
Secara garis besar, dapat disimpulkan pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap daripada fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.
Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai di dalam berbagai disiplin ilmu dengan berbagai pengertian.Titik singgung analisis wacana adalah studi yang berhubungan dengan pemakaian bahasa. Menurut A.S Hikam dalam Eriyanto (2001: 4) ada tiga paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa. Pertama, pandangan positivisme-empiris; kedua, pandangan konstruktivisme; dan ketiga pandangan kritis. 
Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda (Jorgensen dan Philips, 2007: 114). Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini (Jorgensen dan Philips, 2007: 116). 
Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik dan pendekatan. 
Wacana memiliki dua unsur utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal wacana berkaitan dengan aspek formal kebahasaan, sedangkan unsur eksternal wacana berkaitan dengan unsur luar bahasa, seperti latar belakang budaya pengguna bahasa tersebut. Kedua unsur itu membentuk suatu kepaduan dalam satu struktur yang utuh dan lengkap (Paina, 2010: 53).
Unsur internal wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Yang dimaksud satuan kata ialah tuturan yang berwujud satu kata. Untuk menjadi susunan wacana yang lebih besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan bertalian dan bergabung (Mulyana, 2005 : 9). Unsur eksternal wacana adalah sesuatu yang juga merupakan bagian wacana, tetapi tidak eksplisit, sesuatu yang berada di luar satuan lingual wacana.
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana untuk memperjelas suatu maksud. Sarana yang dimaksud ialah bagian ekspresi yang mendukung kejelasan maksud dan situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat memperjelas maksud disebut ko-teks (co-text). Konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan kejadian lazim disebut konteks (context) (Rustono, 1999 : 20). 
Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, yaitu situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, saluran (Hasan Alwi 1998: 421). Konteks wacana meliputi:
a.       konteks fisis (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa pada suatu komunitas, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari pada peran dalam peristiwa komunikasi itu.
b.      konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh para pembicara maupun pendengar.
c.       Konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi.
d.      Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar (mitra tutur).
2.      Iklan 
Informasi melalui iklan dinilai berpengaruh langsung maupun taklangsung terhadap persepsi, pema-haman, dan tingkah laku masyarakat (Ferry Darmawan, 2006). 
Kata iklan didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; iklan dapat pula berarti pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang didalam media massa seperti surat kabar dan majalah (KBBI, 2008: 322).
Fenomena-fenomena sosial-budaya seperti fashion, makanan, furniture, arsitektur, pariwisata, mobil, barang-barang konsumer, seni, desain dan iklan dapat dipahami berdasarkan model bahasa (Yasraf Amir Piliang, 1995: 27). Menurut ancangan semiotik apabila keseluruhan praktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya juga dapat dianggap sebagai "tanda-tanda" (signs).
Studi bahasa sangat dikuasai oleh kecenderungan untuk menjelaskan bahasa berdasarkan sistem formalnya dan mengabaikan unsur pengguna bahasa. Pragmatik merupakan tataran yang ikut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa.  Yule (1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Thomas (1995:2) memandang pragmatik dari dua sudut pandang, (1) sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara speaker meaning; (2) sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran utterance interpretation. Ujaran yang bertujuan mendeskripsi-kan sesuatu disebut konstatif dan ujaran yang bertujuan melakukan sesuatu disebut performatif. Yang pertama tunduk pada persyaratan kebenaran, benar-salah (truth condi-tion) dan yang kedua tunduk pada persyaratan kesahihan (felicity condition) (Asim Gunarwan, 2004: 8). 
Leech (1993:162) membagi tindak ilokusi dalam empat kategori, yaitu kompetitif, tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya: 
a.       memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis; 
b.      menyenangkan, tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat; 
c.       bekerja sama, tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan; 
d.      bertentangan, tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.

C. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sasaran atau objek penelitian ini berupa penggalan wacana yang diambil dari wacana yang berupa wacana tulis dalam iklan. Sumber data dalam penelitian ini adalah wacana tulis dan konteks dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa’. Pemilihan wacana dalam iklan rokok A Mild edisi ‘Tanya Kenapa’ sebagai sumber data dalam penelitian dengan pertimbangan, yaitu Indonesia di banjiri oleh beragam bentuk iklan rokok A-Mild. Metode simak merupakan cara pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). 
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih, yaitu metode yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan, yaitu berupa wacana tulis yang dibentuk dengan menggunakan bahasa. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung yaitu cara yang digunakan pada awal kerja analisis dengan membagi satuan lingual data menjadi beberapa bagian atau unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto 1993: 31).

IV. PEMBAHASAN
A Mild merupakan produk rokok keluaran sampoerna yang mempunyai pangsa pasar besar di Indonesia khususnya konsumen para remaja ,banyak dari mereka menginginkan produk rokok dengan kadar nikotin rendah serta kemasan menarik tanpa mengurangi rasa kenikmatan itulah kesan yang ingin ditonjolkan dari produk rokok A Mild sehingga menjadi icon rokok mild di Indonesia Kompetisi persaingan semakin ketat antara perusahaan rokok dalam berebut pangsa pasar rokok mild baik dari segi rasa, kemasan serta iklannya dibuat semenarik mungkin. 
Sampoerna tidak hanya bergerak di bidang rokok saja tetapi sudah bergerak dalam bisnis sponsor, tujuannya untuk mengenalkan produk di international serta untuk memperluas pasar, serta ada tujuan lain yang berkaitan dengan kasino, lain di Indonesia melalui produk mildnya sampoerna cukup dengan mempertahan kan image produk A Mild dalam benak konsumen melalui iklannya, seperti yang dapat kita lihat iklannya sekarang ini, iklannya tidak lagi gencar membujuk konsumen untuk membeli produknya tetapi cenderung hanya mengingatkan produknya kepada konsumen tentunya dengan kata-kata yang mudah diingat konsumen khususnya para perokok setia A mild, pokoknya kalau merokok harus A mild, kalau konsumen sudah begitu produk mild yang lain susah untuk menggeser posisi produk A mild pada konsumen.
Iklan A Mild telah membuka kemungkinan multi-interpretasi dengan sangat terbuka. Teks tersebut, iklan A Mild menekankan pada ketidakstabilan makna-makna. Berbeda dengan tanda lampu lalu-lintas yang memiliki makna ideologis yang mapan, tanda-tanda post-modern digunakan secara ironis, bahkan cenderung anarkis dan "tak bertanggung-jawab". Masyarakat konsumer saat ini justru senang bermain-main dengan tanda dan "makna" yang ironis cenderung dibeli ketimbang nilai utilitas (nilai guna). Sebuah iklan A Mild ternyata tidak semata-mata mempunyai fungsi untuk mendorong, membujuk kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan. Iklan rokok A Mild tidak hanya mempunyai "nilai-guna sebuah iklan" saja, melainkan iklan ini menghadirkan sebuah perspektif dari fragmen-fragmen, dari suara-suara, dari teks-teks lain, kode-kode lain. Tampilan iklan A Mild bukanlah sebuah produk yang dihasilkan melalui suatu aturan atau kode yang kaku dan bukan model yang tunggal.
Dengan mengacu pada interpretasi saja, iklan A Mild memiliki arti yang beragam dan membawa pesan-pesan filosofis. Iklan A Mild tidak hanya bermakna tunggal atau pesan pengarang, melainkan sebuah ruang multidimensional yang didalamnya bercampur aduk dan berinteraksi berbagai macam tulisan dan tidak satu pun diantaranya orisinil. Teks adalah sebuah jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari berbagai pusat nilai budaya yang tak terhitung jumlahnya. 
Dalam suatu dimensi kebangsaan, iklan tersebut mempertunjukan bagaimana suatu teks post-modern bersikap. Iklan-iklan tersebut tidak berbicara pada nilai utilitas sebagai suatu iklan yang mengundang masyarakat untuk membeli produk rokoknya yang meluas dan menembus pada dimensi-dimensi politik, kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa. Pesan tersebut mudah ditemukan dan terlihat di mana-mana. Pesan tersebut merupakan bentuk pemasaran iklan yang dibuat oleh salah satu merek dari produk rokok terkenal, A Mild. Redaksi pesan tersebut hanyalah salah satu dari sekian banyak pesan yang disampaikan oleh A Mild. Sebut saja yang lainnya, “Jalan Pintas Dianggap Pantas”, “Gali Lubang Tutup Lupa”, “Kalo Masih Banyak Celah Kenapa Harus Nyerah”, “Terus Terang, Terang Ga Bisa Terus-terusan”, “Mau Pintar Ko’ Mahal?”, “Susah Ngeliat Orang Seneng, Seneng Ngeliat Orang Susah” atau pesan berbau religius ketika di bulan Ramadhan, seperti “Ngobrol Jangan Cuma Setahun Sekali!” atau “Malu Sama Yang di Atas!” yang semua itu diakhiri dengan kalimat, “Tanya Kenapa?”
Jika iklan A Mild dibaca, resapi, dan pahami, pesan-pesan tersebut merupakan bentuk kritik moral terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah ataupun kepada sikap manusia sehari-hari. Pesan-pesan yang ringan, santai dan tidak menggurui tetapi memiliki makna yang tajam dan mendalam. Tajam karena bersifat menggugat sesuatu yang umum terjadi atau sering dilakukan, justru merupakan sikap yang harus diubah. Redaksional iklan A Mild berarti mendalam karena sangat menyadarkan hati dan pikiran dan dengan perkataan akhir “Tanya Kenapa(?)” akan menjadikan orang yang membaca berintropeksi diri dan terbuka hati nurani.
Dalam iklan A mild Tanya kenapa versi banjir, dalam iklan itu terdapat teks kalimat “tenang-tenang banjir segera tiba” dengan visualisasi orang berseragam pemerintah hanya melambaikan tangan seakan-akan merepresentasikan kurang pedulinya orang-orang di pemerintahan dalam mengatasi masalah banjir di negara ini.

A.    Iklan A Mild dengan tema Tanya Kenapa? Versi “Siang Dipendam Malam Balas Dendam” 
 “Siang dipendam malam balas dendam”. Demikian wacana iklan yang tertulis di sebuah media iklan. Iklan ini sungguh menarik. Tulisan berada di atas, di bawahnya tergambar sejumlah mangkuk, piring, gelas yang terbuat dari kaca tampak kosong. Tapi itu saat saya melintasinya di siang hari. Waktu malam harinya saya kembali melewati media iklan tersebut, tampak berbagai mangkuk dan piring tersebut penuh dengan berbagai makanan yang menggiurkan. Teknik iklan seperti itu dimungkinkan dengan penggunaan dua poster dalam satu iklan tersebut. Dimana poster yang berisi makanan berada di dalamnya akan menampilkan makanan apabila tersorot oleh lampu neon dari dalam. Ketika siang hari, dimana intensitas cahaya matahari tinggi, dan otomatis lampu neon di dalam iklan tersebut dimatikan, poster yang akan tampil adalah poster luar dimana yang ditampilkan hanyalah piring-piring kosong saja. Teknik untuk membuat poster iklan A-mild yang kreatif tersebut dapat diasosiasikan pesan yang tertulis itu dengan suasana puasa ramadhan yang menyindir umat muslim yang sedang berpuasa di siang hari, tapi sering malah berpesta pora di malam harinya, dengan alasan balas dendam. Masyarakat diharapkan menemukan jalan hakikat puasa dan bukan menyerang dan merusak perusahaan iklan yang terkait.
Iklan-iklan dari perusahaan yang terkait dengan iklan itu selalu menarik. Iklan dari rokok yang mengusung bendera “bukan basa-basi” dan “tanya kenapa” ini sejak dahulu tampil konsisten dengan tagline yang tajam menyindir dan mudah diasosiasikan oleh pembaca iklannya. Entah berapa persentase pembaca iklan yang terpengaruh oleh iklan ini dan berapa pula yang terkonversi menjadi pembeli bahkan menjadi customer loyal seperti halnya saya.
Iklan ini diasosiasikan dengan Sampoerna A Mild, salah satu varian produk dari HM Sampoerna Tbk, perusahaan rokok dari Surabaya yang kini telah dimiliki oleh Philip Morris International. Awal 2000-an, rokok ini harganya masih di kisaran seribu rupiah dan kini telah berlipat lebih dari sepuluh kalinya. Cukainya pun senilai 40 persen. Tinggal hitung saja berapa rupiah yang sudah disisihkan ke negara. 
Bagi perusahaan rokok yang kian lama kian dimusuhi oleh publik, penampilan iklan semacam yang ditampilkan Sampoerna A Mild ini secara konsisten sejak bertahun-tahun yang lalu dan hingga sekarang saat berganti kepemilikan pun, akan tampil menyegarkan dan cerdas. Ketika iklan rokok tidak boleh tampil di publik lagi, orang akan senantiasa ingat akan iklan itu. Orang akan senantiasa ingat bahwa masih ada segelintir orang cerdas dan kreatif yang senantiasa mengingatkan rakyat negerinya bahwa kita sering berperilaku keliru. Berbeda dengan produk rokok lain, yang lebih menonjolkan keperkasaan, kegantengan, bahkan sebagai gaya hidup. 
“Siang dipendam malam balas dendam”. Sindiran tagline ini sebenarnya tidak saja bagi pelaku puasa yang belum menemukan jalan hakekat puasa. Sindiran ini juga berlaku bagi masyarakat kita yang banyak berperilaku dua topeng. Saat bertemu muka berbaik muka. Saat tak ada di muka, kita lebih suka mengomel di belakang, bahkan mengambil jalan hitam yang culas, jahat dan penuh aroma balas dendam.
Pandangan masyarakat tidak tentu positif, ada saja yang menganggap iklan itu sangat tidak etis dan menyudutkan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Dalam membaca iklan itu harus secara komplit bahwa di iklan itu ditulis Siang Dipendam Malam Balas Dendam, Tanya Kenapa ? ini yang sering kali kata-kata "Tanya Kenapa" atau "Bukan Basa Basi" tidak dibaca sebagai satu kesatuan. Maksud iklan itu justru kalau kita mau jujur berkata pada diri sendiri bahwa dalam menjalankan ibadah dibulan puasa apa mengerti arti dari nilai-nilai ramadhan atau hanya ikut-ikutan saja. Nilai-nilai ramadhan itu adalah Kesederhanaan, Berbagi dan Kumpul dengan keluarga. Kalau diperhatikan, “Siang Dipendam Malam Balas Dendam” bahkan menjadi fenomena berbuka puasa. Di tempat-tempat tertentu pada saat berbuka puasa justru ramai dan menimbulkan biaya yang tinggi sehingga nilai kesederhanaan malah tidak tampak di bulan ramadhan. Intinya Inilah cermin masyarakat. Tanya Kenapa ? Jika masyakarat mengamati iklan-iklan A Mild selalu mengandung kata-kata dan selalu mempunya arti "bersayap" dan selalu menyadarkan orang bahwa ada nilai di balik iklan itu sendiri. Iklan tersebut tidak ada maksud untuk mendiskreditkan agama Islam" .

B.     Iklan A Mild dengan tema Tanya Kenapa? Versi “Gampang kok di bikin susah”.
Dalam versi tersebut, di ceritakan ada seorang warga yang datang ke kantor kecamatan untuk mengurus administrasi. Ketika dia bertemu dengan staf kantor tersebut paras muka sang staf tersebut menunjukkan ekspresi yang tidak ramah, dan warga tersebut menyodorkan berkas administrasi untuk di sahkan. Namun yang terjadi adalah staf tersebut tidak langsung melayani permohonan tersebut, tetapi malah menunda dengan alasan yang tidak jelas, sehingga karena terlalu lama menunggu sampai-sampai warga tersebut tertidur. Di gambarkan staf kantor kecamatan melakukan kegiatan yang memperlambat proses administrasi tersebut, seperti makan, minum, baca koran, sampai di tinggal tidur. Padahal hanya dengan memberikan stempel, proses tersebut tidak memakan waktu yang lama, mungkin hanya beberapa menit saja proses tersebut dapat terselesaikan.
Dalam proses penyampaian pesan pada iklan tersebut tedapat hal yang unik dan menarik. Dalam memasarkan produknya iklan rokok tersebut menggunakan pesan yang tidak biasanya digunakan oleh iklan-iklan rokok yang lain. Jika biasanya iklan rokok identik dengan petualangan, sosok seorang lelaki perkasa, dan hal-hal yang meningkatkan adrenalin. Iklan rokok A Mild menggunakan pesan yang mengkritisi realitas sosial dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu dari tujuh tradisi dalam Teori Komunikasi, yaitu tradisi kritis. Dalam tradisi tersebut dikemukakan bahwa pesan-pesan yang disampaikan cenderung berkaitan dengan ideologi, dialektika, penindasan, kebangkitan kesadaran, resistansi, dan emansipasi.
Iklan A mild Tanya kenapa versi permohonan setempel dengan visualisasi orang sampai ketiduran sewaktu meminta stempel serta tingkah yang konyol dilakukan oleh pemberi setempel iklan ini merepresentasikan masyarakat yang tidak berdaya dan otoritas orang yang mempunyai wewenang dengan tingkah laku seenaknya pada pemohon stempel. Betapa susahnya untuk meminta setempel dengan birokrasinya yang dipersulit “harusnya gampang di bikin susah” yang sering terjadi dinegara ini. Jika orang kaya atau orang yang mempunyai kekuasaan meminta setempel harusnya susah malah dibikin gampang. Untuk pengucapan slogan “Tanya kenapa?” suara narator, pengucapannya diganti dengan tanyaken kenapa kata ‘ken’ ini merupakan tanda bahasa yang dapat menimbulkan makna mengingatkan kita pada jaman orde baru mantan Presiden Soeharto dalam pengucapannya sering mengganti morfem atau suku kata ‘kan’ menjadi ‘ken’ sebagai bentuk alih kdoe ke ragam fonem bahasa Belanda. Dari situ dapat dilihat bahwa iklan A Mild versi Tanya kenapa merepresentasikan mengenai masih adanya kebiasaan-kebiasan di jaman orde baru, menginterpretasi realitas dimana sampai saat ini belum ada perubahan di dalam birokrasi pemerintahan. Sungguh ide luar biasa yang diciptakan pada iklan A Mild untuk sebuah iklan kreatif dan unik.
Pesan yang sangat dominan pada iklan A Mild versi “Gampang kok di bikin susah” tersebut ialah tentang penindasan dan dominasi kekuasaan. Penindasan dapat kita lihat dari adanya adegan seorang warga yang dipersulit saat meminta pengesahan dari staf kantor camat tersebut. Sedangkan dominasi kekuasaan dapat dilihat dari adanya staf yang merasa memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam memberikan pelayanan kepada warga, sehingga warga di anggap tidak memiliki eksistensi. 
Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, sering ditemukan kejadian-kejadian seperti kasus di atas. Instansi-instansi pemerintah yang sangat buruk terhadap pelayanan masyarakat. Masyarakat cenderung harus melalui prosedur yang berbelit-belit sehingga menyusahkan warga. Hal ini berkaitan dengan adanya birokrasi yang terlalu rumit sehingga memerlukan waktu yang lama dalam mengurus suatu kepentingtan. Pada dasarnya birokrasi yang berbelit tersebut dapat dihilangkan atau dipotong dengan adanya kebijakan dari pemerintah pusat sehingga masyarakat dapat menerima pelayanan yang bagus dan tidak berbelit-belit. Dengan demikian, citra dari instansi pemerintah akan bagus di mata masyarakat.
Hal yang perlu untuk ditekankan adalah bahwa pemerintah seharusnya jangan terlalu sewenang-wenang terhadap masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan kemudahan-kemudahan pada setiap pelayanan. Mentalitas dari orang-orang di pemerintahan harus bersih dan profesional.

C.    Iklan A Mild versi “Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat”
Peneliti mencoba memilih iklan A Mild versi “Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat” karena disamping ada unsur humor yang digunakan untuk menarik perhatian audiens juga terdapat makna pesan-pesan yang ditampilkan secara tersembunyi yaitu mengenai kritik social pada perilaku pelanggaran. 
Iklan A Mild dengan tema Tanya Kenapa? Versi "Taat Cuma Kalo Ada yang Liat". Iklan Sampoerna A Mild di televisi memang merepresentasikan permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Presentasi tersebut mengandung ideologi tentang sistem kapitalisme yang menindas kaum terdominasi. Dengan mengangkat permasalahan-permasalahan sosial A Mild telah berhasil menciptakan pemikiran kritis di kalangan konsumennya.
Iklan rokok A Mild versi “Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat” mengandung makna bahwa telah terjadi banyak pelangaran yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia khususnya dari kalangan kelas social yang tinggi beserta pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri yang menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi. Itu bisa dilihat dari tanda yang terdapat pada iklan saat aparat dengan sengaja menjebak seseorang untuk melakukan pelanggaran sementara dia penegak hukum itu sendiri bukannya mencegah terjadinya pelanggaran melainkan membuat seseorang untuk melakukan pelanggaran. Sementara si pelanggar sendiri melakukan pelanggaran jika tidak ada saksi.
Iklan sampoerna A Mild “Tanya kenapa” versi “Taat Cuma kalo ada yang liat” ini , visualisasi iklan menceritakan tentang seorang gadis yang membawa mobil Honda Jazz. Sekilas gadis itu tampak ragu apakah akan berbelok atau tidak, sementara di depannya terpampang dengan jelas rambu lalu lintas “dilarang berputar“. Akhirnya si gadis tersebut dengan beberapa pertimbangan yang dibuatnya, dia pun nekat berputar arah. Setelah berputar, tiba-tiba saja dari balik semak-semak ada suara peluit. Peluit siapa itu? Ya tidak lain dan tidak bukan (atau bukan sulap bukan sihir?) adalah peluit polisi lalu lintas. Dan muncullah sosok polisi tersebut. Memang sikapnya baik seperti kebanyakan polisi yang menegur pengendara yang “nakal”. 
Polisi : ”Siang Mbak….. Nggak lihat rambunya?” 
Gadis : “Lihat” 
Polisi : ”Lalu kenapa masih dilanggar?” 
Gadis : “ 
Kan…nggak ada yang jaga…..” 
“Tanya Kenapa…Tanya Kenapa…..“ 
Berdasarkan visualisasi iklan rokok Sampoerna A Mild “Tanya Kenapa” versi “Taat Kalo Cuma Ada Yang Liat” ini dapat kita ambil beberapa hal, yaitu :
1.      Masih banyak pelanggar lalu lintas di negeri ini. Tingkat kesadaran berlalu lintas di negeri kita ini masih sangat sangat rendah. Setiap hari dapat melihat bahwa ada saja yang melanggar lalu lintas. Dari mulai kendaraan umum yang berhenti tidak pada tempatnya
2.      Banyak aparat kepolisian yang memanfaatkan keadaan ini.
3.      Masyarakat Indonesia jika tidak ada polisi yang menjaganya, “hukum rimba” berlaku.

V. KESIMPULAN
Iklan A-Mild memperlihatkan suatu fenomena bahwa makna itu sudah mati karena iklan A-Mild menawarkan interpretasi yang sangat terbuka bagi siapa saja yang akan menikmatinya. Makna pada sajian gambar dan teks iklan A-Mild tidak memiliki ikatan-ikatan yang ideologis, stabil dan mapan, bahkan ironis.
Efek-efek kelucuan atau absurditas biasanya dihasilkan dari distorsi atau plesetan ungkapan yang ada. Meskipun parodi adalah suatu bentuk imitasi, akan tetapi imitasi yang ditandai oleh kecenderungan ironik.
Sampoerna A Mild mengajak konsumennya untuk tidak ragu bersikap kritis terhadap berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Hanya saja, dalam iklan-iklannya tersebut Sampoerna A Mild cenderung menghindari efek negatif rokok bagi konsumen sehingga fakta bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan konsumen tertutupi dengan citra kritis yang melekat erat dengan produk tersebut. Kendati demikian, sekritis apapun iklan tetap menyembunyikan kepentingan tertentu. Di balik wacana kritis yang dikumandangkan, terselubung ideologi dan kepentingan terkait dengan kapitalisme. Dengan cara ini diharapkan akan semakin memantapkan citra positif perusahaan di benak masyarakat luas yaitu sebagai sebuah institusi yang mempunyai tanggung jawab sosial, citra positif perusahaan tersebut diharapkan juga akan melekat pada produk Sampoerna A Mild di benak masyarakat sehingga dapat meningkatkan penjualan produk.



DAFTAR PUSTAKA

Asim Gunarwan. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja. 
Baryadi Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli.
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS 
Ferry Darmawan. “Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial”. Jurnal Komunikasi Mediator. 2006. 
Hasan Alwi. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta : UI Press. 
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Paina. 2010. “Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa: Kajian Sosiopragmatik”. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Silvana Sinar, Tengku. 2008. Teori dan Analisis Wacana : Pendekatan Sistematik Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Thomas, Linda., & Shan Wareing. 2007. Bahasa Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yasraf Amir Piliang. 1995. Jurnal Seni Rupa. Volume I/95, hal.27.
Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer