Konsep Pendidikan Seni
Take Home
Examination
1. Konsep
Pendidikan Seni
a. Konsep Pendidikan Seni merupakan
ideologi dan isinya sebagai dasar pemikiran penyelenggaraan Pendidikan Seni di
sekolah umum (formal). yang diharapkan dengan “pelajaran seni dalam pendidikan
Dalam
kurikulum 2004 yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tampaknya ada
perubahan kearah perbaikan posisi pendidikan seni. Pendekatan ini mempertegas
arah pembelajaran kepada kompetensi yang diharapkan serta memperlihatkan proses
pembelajaran berdasar pentahapan kompetensi. Pada tahun 2006 mulai diterapkan
kurikulum 2006. Kurikulum ini dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Dalam pendidikan seni terjadi perubahan nama menjadi SBK (Seni
Budaya dan Keterampilan), sedangkan di tingkat sekolah menengah dikenal dengan
sebutan Seni Budaya. Pendidikan seni dalam kurikulum ini menekankan isi
pembelajaran ialah apresiasi dan kreasi dengan menekankan pada materi seni
lokal,nasional dan mancanegara.
Pada
dasarnya pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa
estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis, apresiasif dan kreatif
pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini akan tumbuh, apabila dilakukan
serangkaian proses kegiatan pada siswa yang meliputi kegiatan pengamatan,
penilaian, dan pertumbuhan rasa memiliki melalui keterlibatan siswa dalam
segala aktivitas seni di dalam kelas dan atau di luar kelas. Dengan demikian
pendidikan seni melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan
cita rasa keindahan yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi,
berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran (seni rupa,musik, tari, dan teater).
Masing-masing mencakup materi sesuai dengan bidang seni dan aktivitas dalam
gagasan-gagasan seni, keterampilan berkarya seni serta berapresiasi dengan
memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat (Diknas, 2004:3).
Fungsi
dan tujuan pendidikan seni adalah menumbuhkan sikap toleransi, demokrasi, dan
beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat majemuk, mengembangkan
kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan
rasa, ketrampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan dalam
memamerkan dan mempergelarkan karya seni. Sedangkan pada pengorganisasian materi pendidikan seni
menggunakan pendekatan terpadu, yang penyusunan kompetensi dasarnya dirancang
secara sistemik berdasarkan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Selain itu, ditekankan di dalam sistem pendidikan seni diharapkan
seni bisa membawa sebuah visi dan misi kehidupan damai pada masyarakat
pluralisme di Indonesia, agar tidak mendapat benturan budaya antara satu dengan
lainnya dimasa krisis saat ini.
Prof.
Soedarso SP., MA., mempertegas bahwa mengenali secara baik hasil karya seni,
orang akan mengagumi para penciptanya, karena seni memiliki aspek regional dan
juga universal sifatnya, maka seni dapat memupuk kecintaan bangsa sendiri
sekaligus sesama manusia (Soedarso1990:80). Pernyataan itu mengajak para
pemikir pendidikan dapat mempertimbangkan secara lebih serius antara
kompetensi regional seni budaya yang dimasukan sebagai bagian dari sistem pengajaran
disekolah-sekolah umum, khususnya seni tradisional (Muatan lokal), yang
keberadaannya memiliki arti untuk menghormati keragaman seni yang banyak tumbuh
di Indonesia sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah menunjukan keanekaragaman
budaya kita tetapi tetap satu. Dengan demikian pendidikan seni bukan untuk
menjadikan siswa menjadi seniman terampil, tetapi tempat untuk memberikan
wawasan kebangsaan tentang seni tradisi yang dipelajarinya guna menjunjung
nilai-nilai luhur warisan budaya Indonesia. Yang artinya dapat menghindari
benturan budaya, agama, suku, mencegah tawuran siswa, bersikap jujur, disiplin,
taat hukum, memiliki sikap sportivitas, menghargai sesama terhadap perbedaan
dan menghindari perbuatan yang bertentangan dengan norma agama seperti
kenakalan remaja dan narkoba.
Melihat
kepada kenyataan yang ada, secara teori yang telah terencana dalam kurikulum
pendidikan seni, nampak bahwa seni dalam pendidikan di sekolah umum sudah
menjadi tanggung jawab kita bersama. Meskipun tujuannya hanya untuk
mengembangkan kemampuan apresiasi para siswa, namun implikasinya sangat luas
bagi arti pendidikan di Indonesia saat ini.
Maman Tocharman (2009)
menjelaskan tentang kondisi arus globalisasi yang begitu terbuka, akan
memunculkan pertanyaan tentang kesenian Indonesia. Apakah kesenian kita akan
bertahan mepertahankan tradisinya, atau akan berkembang bahkan berubah
mengikuti tuntutan global? Jawabannya tidaklah mudah dirumuskan sekilas, tetapi
perlu pemikiran yang mendalam. Bertahan, berkembang atau berubah? Bila berfikir
bahwa seni Indonesia berakar dari seni tradisi, mungkin seni Indonesia kan
tetap mempetahankan eksistensinya yang kokoh karena masyarakat pendukungnya.
Masyarakat pendukung kesenian yang akan menjadi penentu kelestarian kesenian
tertentu.
Masyarakat pendukung kesenian yang
bersifat terbuka, akan sangat member peluang masuknya kesenian luar yang ikut
mewarnai kesenian Indonesia. Dengan kondisi ini memungkinkan kesenian Indonesia
mengalami perkembangan atau perubahan.
Dengan munculnya kesenian formal para
pencinta seni harus berbangga hati. Seni turut dilestarikan oleh penguasa.
Dengan kenyataan seperti ini artinya seni turut diperhatikan pemerintah. Seni
akan tetap memepertahankan tradisinya, berkembang sesuai tuntutan, atau berubah
menyesuaikan tuntutan global, atau hilang punah ditelan arus zaman. Kesenian
sebagai bagian dari kebudayaan dapat diibaratkan sekeping uang logam. Satu sisi
berfungsi sebagai pedoman, dan sisi lainnya sebagai strategi adaptif yang
senantiasa menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Maka dengan demikian
kelestarian kesenian akan sangat tergantung akan masyarakat pendukungnya.
Demikian, maka kemudian ada masyarakat yang cepat berubah karena kebudayaannya
akomodatif dan cepat berubah, dan ada masyarakat lamban berubah karena
kebudayaan (termasuk kesenian) yang didukungnya kukuh dengan tradisi. Akan
tetapi jelas bahwa sedikit atau banyak, lambat atau cepat, setiap
kebudayaan(termasuk di dalamnya kesenian) akan berubah. (Rohendi, 2000: 212)
b.
Pendidikan seni sebagai bagian integral dari
pendidikan, oleh karenanya pengajarannya tidak bertujuan mencetak seniman
Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan
kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan
permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi
seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan
aktivitas permainan. Melalui permainan, kita dapat mendidik anak dan membina
kreativitasnya sedini mungkin. Dunia anak adalah dunia bermain. Salah satu
fungsi seni adalah sebagai media bermain. Oleh sebab itu, aktivitas berolah
seni dapat dikembangkan melalui bermain. Melalui bermain kemampuan mencipta
atau berkarya, bercita rasa estetis dan berapresiasi seni diperoleh secara
menyenangkan. Melalui kondisi yang menyenangkan seperti ini, anak akan
mengulang setiap aktivitas belajarnya secara mandiri dan akan menjadi kebiasaan
dan keinginan terhadap seni.
Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan
kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan
permainan. Tujuan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan.
Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan
untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktifitas permainan,
melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini
mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai alat
pendidikan. Pendidikan Seni Rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar,
menanamkan kesadaran budaya lokal, mengembangkan kemampuan apreasiasi seni
rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan
disiplin ilmu Seni Rupa.
Menurut Sofyan Salam (2006), meskipun seni secara alamiah
merangsang timbulnya pengalaman estetik, pengalaman estetik sebagaimana yang
ditegaskan oleh John Dewey, dapat muncul dalam semua bidang yang digeluti
manusia. Memecahkan persoalan matematika, berkebun, menemukan teori baru, atau
melukis dapat menjadi sumber pengalaman estetik.Dengan perspektif yang luas
tentang sumber pengalaman estetik ini, maka seyogyanya pemberian pengalaman
estetik menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
Pandangan semacam ini menjadi dasar pijakan Herbert Read, seorang filosof
Inggris, yang mengajukan tesis bahwa semestinya pendidikan bertujuan untuk
mencetak seniman. Istilah “mencetak seniman” yang dikemukakan oleh Herbert Read
tersebut bermakna proses pendidikan seyogyanya mengembangkan potensi peserta
didik untuk menciptakan sesuatu yang indah dan memberi kepuasan. Sesuatu yang
diciptakan itu dapat berwujud ide atau karya, dapat bersifat teoretis maupun
praktis. Orang yang mampu menciptakan sesuatu yang indah dan memuaskan pastilah
merupakan orang yang terampil, sensitif, dan penuh imajinasi. Karena itu ia
layak disebut seniman.
Implikasi dari pandangan Herbert Read sangat mendasar. Bila
diikuti dengan serius, maka pendidik akan menilai keberhasilan peserta didik
pada keartistikan, daya imajinasi, dan koherensi karya yang diciptakannya.
Lebih jauh, guru yang menganut pandangan Herbert Read akan mengembangkan
kurikulum yang mendorong peserta didik untuk menjadi individu yang menghargai
keorisinalan, tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga dalam matematika,
sejarah, ilmu pengetahuan alam, atau olah raga. Pendidikan estetik berdasarkan
pandangan Herbert Read mencakupi keseluruhan program sekolah.
Guru pelaksana pendidikan seni adalah guru bidang studi
lulusan lembaga pendidikan tinggi keguruan seni. Sekalipun pada pelaksanaan
pengajaran seni ia tidak banyak berintervensi pada kegiatan seni anak-anak, ia
hanya memancing ide anak-anak yang pada suatu saat bisa diminta memberi contoh
oleh anak-anak, atau tempat anak-anak berkonsultasi seperti saat mereka sedang
menghadapi kesulitan (Garda 1985:11).
Pendekatan seni dalam pendidikan adalah sebagai bentuk
pendidikan seni sebagai upaya pewarisan dan sekaligus pengembangan atas beragam
seni kepada anak didik. Kesenian yang telah dimiliki masyarakat agar tidak
punah dan malah berkembang, oleh karena itu anak didik perlu dididik agar
pandai dalam bidang seni. Pada gilirannya dapat dihasilkan calon-calon seniman
yang handal. Pendidikan melalui seni adalah bentuk pendidikan seni yang
digunakan sebagai upaya, sarana, alat atau media pencapaian sasaran pendidikan
secara umum. Melalui pendidikan seni diharapkan dapat menghasilkan anak didik
yang memiliki keterampilan, kreatif dan inovatif.
Guru-guru kesenian yang dipersiapkan oleh lembaga pendidikan
seperti jurusan Sendratasik Universitas Negeri di Indonesia sudah memadai
sesuai tuntutan kurikulum. Tuntutan adanya guru yang memadai, masalah metode
serta materi pengajaran tentunya harus diperhatikan juga.
c. Pola, bentuk dan pelaksanaan
pendidikan seni di Indonesia dikaitkan dengan tujuan pembentukan karakter
bangsa
Pendidikan
seni merupakan bagian dari rumpun pendidikan nilai. Dalam konteks kebangsaan,
pendidikan nilai erat kaitannya dengan pembentukan dan pengembangan watak
bangsa. Pendidikan nilai adalah suatu proses budaya yang selalu berusaha
meningkatkan harkat dan martabat manusia, membantu manusia berkembang dalam
dimensi intelektual, moral, spiritual, dan estetika yang memuat nilai-nilai
(Jazuli, 2008: 26). Kesadaran dan komitmen untuk memanfaatkan seni dalam
program pendidikan di sekolah formal karena pendidikan seni memiliki
karakteristik yang unik, bermakna, dan bermanfaat terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian peserta didik
(Tri Hartiti Retnowati, 2010).
Peraturan Pemerintah No
19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, masalah kepekaan estetik memperoleh penekanan dalam
pengembangan kemampuan peserta didik melalui kelompok mata pelajaran estetika. Pada
peraturan ini, kelompok mata pelajaran estetika yang harus dipelajari peserta
didik mempunyai arah pengembangan untuk meningkatkan: (1) sensitivitas, (2)
kemampuan mengekspresikan, dan (3) kemampuan mengapresiasi keindahan dan
harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni
mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu
menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga
mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis (BSNP, 2006: 78-79).
Hal
itu sesuai dengan harapan pendidikan, yaitu tertuang dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3. UU tersebut
dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Jika dicermati sebagian besar potensi peserta didik yg ingin dikembangkan
sangat terkait erat dengan karakter.
Darmiyati Zuchdi (2009: 10) berpendapat sesugguhnya pendidikan
karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan
sekedar mengajarkan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan (habituation)
tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi faham (domain
kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan ( domain afektif)
nilai baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Dengan demikian pendidikan
karakter harus ditanamkan melalui cara-cara yang rasional, logis, dan
demokratis.
Pengembangan karakter melalui pembelajaran seni di sekolah, secara prinsip dapat dilaksanakan
terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya/Seni Rupa dengan memasukan
pengembangan karakter pada pokok bahasan yang akan diajarkan dalam silabus dan
RPP. Oleh karena itu guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, silabus dan RPP) yang sudah ada. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
seni merupakan pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung
jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai
dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini siswa belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong
siswa untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Substansi nilai/karakter yang ada pada
setiap SKL antara lain seperti yang disebutkan di atas yaitu:
iman dan taqwa, jujur, disiplin, terbuka,nasionalistik, bernalar, kreatif,
peduli, tanggung jawab, bersih, santun, gotong royong, gigih, bervisi, dan
adil. Pelaksanaannya pada pembelajaran seni di integrasikan dalam pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berapresiasi dan berkreasi. Dengan
demikian membangun karakter siswa dengan pembelajaran seni dapat dilaksanakan
melalui proses pembelajaran, yaitu
peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak. Dapat pula dilakukan
melalui berbagai kegiatan di sekolah.
Kegiatan tersebut direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke
Kalender Akademik. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program
sekolah antara lain: lomba seni dengan motif tertentu antar kelas, pagelaran
seni memperingati hari-hari tertentu semua memakai baju seni, lomba lukis motif
antarkelas dengan tema budaya setempat, pameran hasil karya seni siswa bertema
budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya foto bertema seni budaya dan karakter bangsa,
mengundang berbagai nara sumber, budayawan, tokoh-tokoh seni untuk berceramah
atau berdiskusi yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter. Melakukan
wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan kesenian, budaya, dan pembangunan
nilai karakter.
2. Implementasi Pendidikan Seni
a. Pendidikan Seni – senirupa, adalah
pembelajaran praktek sehingga terkesan tujuannya adalah menjadi peseni; berikan
komentar anda, dan sebaiknya seperti apa pelaksanaannya
Tujuan
pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi peseni/seniman, melainkan
untuk mendidik anak menjadi kreatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran seni khususnya yang berkaitan dengan praktik berkesenian dapat
digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan dalam pendidikan seni anak
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreativitasnya. Beberapa aspek penting
yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain kesungguhan,
kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta.
Pendidikan
seni adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak
didik dalam mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika
tertentu. selain itu, pendidikan seni bertujuan menciptakan cipta rasa
keindahan dan kemampuan mengolah menghargai seni. Jadi melalui seni, kemampuan
cipta, rasa dan karsa anak di olah dan dikembangkan.
Selain
mengolah cipta, rasa dan karsa seperti yang diterapkan di atas, pendidikan seni
merupakan mengolah berbagai ketrampilan berpikir. Hal tersebut meliputi
ketrampilan kreatif, inovatif, dan kritis. Ketrampilan ini di olah melalui cara
belajar induktif dan deduktif secara seimbang.
Dalam
kurikulum sekolah dinyatakan bahwa fungsi pendidikan seni adalah mengembangkan
sikap dan kemampuan siswa agar berkreasi dan menghargai seni. Fungsi pendidikan
seni bagi anak adalah sebagai media ekspresi, komunikasi, bermain, pengembangan
bakat dan kreativitas. Pendidikan seni dapat digunakan sebagai sarana
penyaluran pengungkapan perasaan yang dihadapi anak, menyedihkan atau
menyenangkan, kemarahan, ketakjuban dan sebagainya. Maka pendidikan seni
memiliki fungsi sebagai media berekspresi. Pendidikan seni dapat digunakan oleh
anak untuk menceriterakan kepada orang lain pengalaman-pengalaman yang telah
dimiliki. Anak dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui karyanya. Oleh
karena itu pendidikan seni memiliki fungsi sebagai media komunikasi.
Pendidikan
seni sebagai media bermain dimaksudkan sebagai wahana penyeimbang kegiatan
belajar lain yang lebih memerlukan kemampuan berpikir kritis kepada situasi
yang rileks. Pendidikan seni menjadi pendidikan rekreatif, menyenangkan, sesuai
dengan karakter anak yang menyukai berbagai bentuk permainan. Setiap anak
memiliki potensi atau bakat alamiah baik yang bersifat umum atau khusus di
bidang seni berbeda-beda proporsinya. Pendidikan seni dapat digunakan dalam
rangka pemupukan dan pengembangan bakat melalui berbagai aktivitas seni:
menggambar, menyanyi, atau menari yang secara alamiah dimiliki oleh anak.
Pendidikan seni dapat digunakan untuk mengarahkan dan mengembangkan dalam hal
penemuan baru (inovatif), menghargai perbe-daan karya orang lain. Pribadi anak
yang kreatif dapat digunakan pendidikan seni sebagai wahananya, oleh karena itu
pendidikan seni oleh para ahli dinyatakan sebagai bentuk kegiatan pendidikan yang
paling efektif bagi pengembangan kreativitas anak.
Pelaksanaan
dalam pembelajaran, ruang lingkup pendidikan seni meliputi aspek pengetahuan,
apresiasi dan pengalaman kreatif. Aspek pengetahuan seni dan kerajinan
berkenaan dengan pembahasan karakteristik masing-masing cabang seni yang
berkenaan dengan jenis, bahan, alat, teknik, unsur, prinsip desain atau
komposisi, corak, dan sejarah perkembangannya. Aspek apresiasi seni berkaitan
dengan respons siswa atas karya yang dihadapi. Kegiatan apresiasi dapat dilakukan
di dalam atau di luar kelas. Apresiasi di dalam kelas dapat dilakukan dengan
apresiasi karya seni rupa, nyanyian, atau tarian teman sekelasnya, pajangan
kelas, pemutaran slide, film, kaset, TV, video, dan sebagainya.
Apresiasi
di luar kelas dapat dilakukan dengan mengunjungi pameran, museum, monumen,
candi atau tempat-tempat bersejarah, galeri, studio seni, pusat seni/industri
masyarakat, dan pertunjukan-pertunjukan seni lainnya. Kegiatan apresiasi seni
ini dalam kurikulum dituangkan dalam pokok bahasan pergelaran. Aspek pengalaman
kreatif berkenaan dengan pembelajaran penciptaan atau perbuatan karya seni
berlangsung.
Praktek
berkarya seni rupa adalah persoalan pengalaman kreatif. Oleh karena itu
pengalaman kreatif berkaitan dengan penuangan gagasan, pemanfaatan dan
penguasaan media, dan penguasaan teknik.
b. Dalam kajian filosofis, terdapat dua
kelompok besar yang memandang seni; yaitu kelompok esensialis dan pragmatis,
pendapat mereka tentang pelaksanaan pendidikan seni di sekolah umum.
-
Esensialisme
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Awal munculnya aliran Esensialisme yaitu
pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.
Perbedaannya yang utama antara Esensialisme dan Progresivisme ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana
serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin
tertentu. Esensialisme adalah mashab pendidikan yang
mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
1)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg
Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan
agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah
penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori
sejarah. Hegel mengatakan bahwa setiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh
hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah
manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi
mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti
spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga
merupakan gerak.
2)
George Santayana
George
Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu
konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan
adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau
nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat
menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih dan melaksanakan).
Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari
kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah
yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja.
Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang muncul pada zaman
romawi yang menggunakan buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang
dikenal dengan nama Great Book. Buku ini sudah berabad-abad
lamanya mampu membentuk manusia –manusia berkaliber internasional. Inilah
bukti bahwa kebudayaan ini merupakan suatu kebenaran yang esensial.
-
Pragmatisme = guna pengetahuan
Filsafat
Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun
sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa
manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut
filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey,
Heracleitos.
Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan
praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang
menentang pendidikan tradisional. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam
filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif
tergantung kepada kemampuan minusia.
Agus
Suwignyo dalam bukunya Dasar-dasar Intelektualitas (2007), menengarai program
ini pada dua muatan, yaitu dalam perspektif kurikulum pendidikan sebagai
kurikulum objek kajian, dan disposisi sikap sebagai kurikulum tersembunyi.
Kurikulum objek kajian berkaitan dengan ilmu yang dipelajari, mencakup sains
formal, sains alam empiris, dan sains sosial empiris. Sementara kurikulum
tersembunyi berhubungan dengan etos keilmuan dalam suatu disposisi sikap yang
melekat pada kepemilikan ilmu. Disposisi sikap merujuk pada kemampuan
mencetuskan gagasan otentik yang mendasari sikap dan perilaku kelimuan.
Pendidikan
liberal art menekankan pada
pengembangan kemampuan berfikir dan menalar, yakni pengolahan kompetensi untuk
menemukan dasar rasional bagi suatu gagasan dan sikap, disamping juga mengolah
kopetensi-kempetensi yang umum dan mendasar. Umum artinya tidak spesifik atau
khusus; mendasar artinya esensial dan tidak pragmatis. Pendidikan liberal art
juga mencakup keseluruhan dimensi kemanusiaan secara utuh, yakni manusia
sebagai mahluk yang menalar, berinteraksi dan berkembang, dan menciptakan
individu yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab.
Berkembangnya
pragmatisme dalam dunia pendidikan, yang tercermin dari tujuan pendidikan yang
terlampau mengedepankan materi. Jauh dari tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan memperbaiki kualitas kepribadian.
Pragmatisme
merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi kegunaan pragtis, dengan kata lain paham ini menyatakan yang
berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan
dari sesuatu itu kepada manusia .
c. Tujuan Pembelajaran Senirupa materi:
‘Gambar Bentuk’, ‘Desain/Nirmana’, ‘Kriya’ dan kaitannya dengan pendidikan
estetika, logika, dan keterampilan berdasarkan pembinaan cipta – rasa – dan karsa.
Seni rupa berperan dalam memenuhi tujuan-tujuan
tertentu dalam kehidupan manusia maupun semata-mata memenuhi kebutuhan estetik.
Karya seni rupa dapat menimbulkan berbagai kesan (indah, unik, atau kegetiran)
serta memiliki kemampuan untuk membangkitkan pikiran dan perasaan.
Pendidikan
seni rupa merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Secara
visual Soedarso (2006: 97) membagi seni rupa menjadi dua bagian besar, yaitu
(1) seni rupa dua dimensi seperti gambar, lukisan, seni grafis, fotografi,
mosaik, intarsia, tenun, sulam, dan kolase dan (2) seni rupa tiga dimensi
seperti patung, bangunan, monumen, keramik dan sebagian besar seni kriya
lainnya. Keduanya bisa dipecah berdasar atas medium, teknik atau proses
pembuatan, dan benda produknya.
Dengan memahami makna tentang bentuk-bentuk seni rupa, akan diperoleh rasa kepuasan dan kesenangan. Lingkup
sesungguhnya tidak hanya cabang-cabang seni rupa yang kita kenal saja, seperti
lukis, patung, keramik, grafis dan kriya, tapi juga meliputi kegiatan luas
dunia desain dan kriya (kerajinan), multimedia, fotografi. Bidang seni rupa
dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni, kriya, dan desain.
Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan
eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitik beratkan fungsi dan
kemudahan produksi.
Semua benda dan
bangunan di sekitar merupakan karya desain, baik dengan pendekatan estetis
maupun pendekatan fungsional. Desain sebagai kegiatan manusia yang berupaya
untuk memecahkan masalah kebutuhan fisik. Desain menunjukkan proses pembuatan karya yang maksud dan
tujuannya telah ditentukan lebih dahulu. Karya desain merupakan rancangan
gambar, benda, atau lingkungan yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan
tertentu. Desain merupakan suatu aktivitas yang
bertitik tolak dari unsur-unsur obyektif dalam mengekspresikan gagasan
visualnya. Unsur-unsur obyektif suatu karya desain adalah adanya unsur rekayasa
teknologi, estetika, prinsip sains (fisika), kebutuhan masyarakat, industri,
sumber daya alam, budaya (Sikap, mentalitas, aturan, gaya hidup), dan
lingkungan sosial. Unsur objektif yang
menjadi pilar sebuah karya desain dapat berubah tergantung jenis desain dan
pendekatan.
Kriya,
yaitu hasil cipta yang bernilai artistik dengan keterampilan tangan, produk
yang dihasilkan umumnya eksklusif dan dibuat tunggal, baik atas pesanan ataupun
kegiatan kreatif individual. Ciri karya kriya adalah produk yang memiliki nilai
keadiluhungan baik dalam segi estetik maupun guna. Sedangkan karya kriya yang
kemudian dibuat misal umumnya dikenal sebagai barang kerajinan.
Pembelajaran seni rupa di sekolah mengembangkan kemampuan siswa dalam
berkarya seni yang bersifat visual dan rabaan. Pembelajaran seni rupa
memberikan kemampuan bagi siswa untuk memahami dan memperoleh kepuasan dalam menanggapi
karya seni rupa ciptaan siswa sendiri maupun karya seni rupa ciptaan orang
lain.
Dalam pembelajaran seni rupa, peranan seni murni, kriya, maupun desain
bersifat saling melengkapi dan saling berkaitan. Pembelajaran seni rupa dapat
dilakukan dengan pendekatan studio, misalnya studio seni lukis, seni patung,
seni grafis, dan kriya. Pembelajaran seni rupa dapat juga dipisahkan menjadi
kegiatan pembelajaran seni rupa murni, kriya, dan desain.
Pembahasan konsep seni rupa meliputi struktur bentuk dan ungkapan
(ekspresi) dalam seni murni dan hubungan bentuk, fungsi, dan elemen estetik
dalam seni rupa terapan. Pembahasan tentang media seni rupa meliptui ciri-ciri
media, proses, dan teknik pembuatan karya seni rupa. Selain itu, apresiasi seni
juga perlu memberikan pemahaman hubungan antara seni rupa dengan bentuk-bentuk
seni yang lain, bidang-bidang studi yang lain, serta keberadaan seni rupa,
kerajinan, dan desain sebagai bidang profesi.
Berkarya seni rupa pada dasarnya adalah proses membentuk gagasan dan mengolah
media seni rupa untuk mewujudkan bentuk-bentuk atau gambaran-gambaran yang
baru. Untuk membentuk gagasan, siswa perlu dilibatkan dalam berbagai pendekatan
seperti menggambar, mengobservasi, mencatat, membuat sketsa, bereskperimen, dan
menyelidiki gambar-gambar atau bentuk-bentuk lainnya. Selain itu, siswa juga
perlu dilibatkan dalam proses pengamatan terhadap masalah pribadi, realitas
sosial, tema-tema universal, fantasi, dan imajinasi.
Materi pokok seni rupa meliputi aspek apresiasi seni, berkarya seni,
kritik seni, dan penyajian seni. Apresiasi seni rupa berarti mengenal,
memahami, dan memberikan penghargaan atau tanggapan estetis (respons estetis)
terhadap karya seni rupa. Materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan
tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa. Apresiasi seni rupa
dapat mencakup materi yang lebih luas, yaitu pengenalan seni rupa dalam konteks
berbagai kebudayaan.
Materi pelajaran apresiasi seni pada pendidikan Dasar dan
Menengah meliputi pengenalan terhadap budaya lokal, budaya daerah lain, dan
budaya mancanegara, baik yang bercorak primitif, tradisional, klasik, moderen,
maupun kontemporer. Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi
juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di
mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni
rupa tersebut.
Pembahasan konsep seni rupa meliputi struktur bentuk dan
ungkapan (ekspresi) dalam seni murni dan hubungan bentuk, fungsi, dan elemen
estetik dalam seni rupa terapan. Pembahasan tentang media seni rupa meliptui
ciri-ciri media, proses, dan teknik pembuatan karya seni rupa. Selain itu,
apresiasi seni juga perlu memberikan pemahaman hubungan antara seni rupa dengan
bentuk-bentuk seni yang lain, bidang-bidang studi yang lain, serta keberadaan
seni rupa, kerajinan, dan desain sebagai bidang profesi.
Berkarya seni rupa pada dasarnya adalah proses membentuk
gagasan dan mengolah media seni rupa untuk mewujudkan bentuk-bentuk atau
gambaran-gambaran yang baru. Untuk membentuk gagasan, siswa perlu dilibatkan
dalam berbagai pendekatan seperti menggambar, mengobservasi, mencatat, membuat
sketsa, bereskperimen, dan menyelidiki gambar-gambar atau bentuk-bentuk
lainnya. Selain itu, siswa juga perlu dilibatkan dalam proses pengamatan
terhadap masalah pribadi, realitas sosial, tema-tema universal, fantasi, dan
imajinasi.
Melalui seni rupa, siswa belajar berkomunikasi melalui gambar dan bentuk,
serta mengembangkan rasa kebanggaan dalam menciptakan ungkapan pikiran dan perasaannya. Melalui pengalaman berkarya, siswa memperoleh
pemahaman tentang berbagai penggunaan media, baik media untuk seni rupa
dwimatra maupun seni rupa trimatra. Dalam berkarya seni rupa, siswa belajar
menggunakan berbagai teknik tradisional dan modern untuk mengeksploitasi
sifat-sifat dan potensi estetika.
Apresiasi
dalam pengajaran seni rupa adalah merupakan wujud penerapan pendidikan estetika
dengan kata lain pengalaman estetika seseorang perlu dikembangkan, dan
salurannya yang pas adalah kegiatan. Melalui kegiatan ini kepekaan rasa
(sensitivitas) ikut berkembang pula dan pada gilirannya akan menghadiahkan
seperangkat nilai sikap yang sangat manusiawi kepada siswa. Kegiatan apresiasi
adalah kegiatan yang bersifat psikologis (oleh karenanya tidak nampak) tetapi
daripadanya diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa yang meskipun
tak bersifat fisik namun dapat diamati. Seyogyanyalah kegiatan apresiasi seni
dalam peningkatannya yang sempurna dimengerti sebagai penghayatan total, bukan
hanya mengembangkan rasa tetapi juga mengembangkan pikiran. Dalam pengajaran
apresiasi tidak bersifat pasif terlena dalam penikmatan rasa, akan tetapi
bersifat aktif bahkan kreatif. Bagi seorang apresiator yang sedang melakukan
penghayatan, betapapun juga tak cukup puas dengan kenikmatan rasa yang
diperoleh dari karya seni dihadapannya. Dia akan coba memahami dengan
menafsir-nafsirkan makna dan mencari nilai yang dikandung oleh karya seni
tersebut untuk sampai pada suatu penghargaan sebagaimana mestinya.
3. Gagasan
Pengembangan
a.
Pembelajaran seni bersifat individual maka pelajaran menggambar bebas dan
melukis cenderung sulit dievaluasi
Cara mengevaluasi, mengevaluasi dari
: corak atau gaya, tema, maksud dan analisa bentuk serta warna
Gambar A
Gambar B
Optimalisasi
sistem evaluasi menurut Djemari Mardapi (2003: 12) memiliki dua makna, pertama
adalah sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal. Kedua adalah
manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah meningkatkan
kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas
pendidikan.
Ada
tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran,
dan penilaian. (test, measurement,and assessment). Tes merupakan salah
satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara
tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Pengukuran, penilaian dan
evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),
sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan
sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, Penilaian
(assessment) merupakan kegiatan menafsirkan Dan mendeskripsikan hasil
pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau
implikasi perilaku.
Evaluasi
merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat
digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun
program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi
yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa
proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan
hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil
keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga
dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan
kebijakan yang terkait dengan program.
Sesuatu yang diharapkan adalah nilai evaluasi yang mampu menggugah
semangat anak untuk terus berkarya. Tidak selamanya nilai tinggi yang diberikan
akan secara otomatis dapat memberi semangat anak untuk terus berkarya.
Dalam pendidikan seni rupa, penguasaan
teoritis kesenirupaan dan keterampilan-keterampilan bersifat non ekspresif,
misalnya apresiasi, bagaimana menyiapkan alat-alat dan bahan untuk melukis,
menyiapkan bahan dan alat untuk membuat patung, dan sebagainya. Relatif tidak
sulit untuk ditetapkan kriteria keberhasilan peserta didik yang dapat dikenakan
pada hasil belajar yang dapat diukur secara objektif melalui tes. Tetapi kegiatan-kegiatan seni rupa yang
bersifat ekspresif-kreatif-estetis sulit untuk terlebih dahulu ditetapkan
kriteria keberhasilan objektif yang dapat diberlakukan secara klasikal.
Tidak mudah guru seni rupa untuk secara pasti
yang akan terjadi sebagai hasil aktivitas tersebut, seperti
kemungkinan-kemungkinan ekspresif-kreatif-estetis dari lukisan, patung, seni
garfik, dan lain sebagainya. Inspirasi-inspirasi, penemuan-penemuan ide,
simbol-simbol personal, kemungkinan-kemungkinan penciptaan yang tidak terduga sebelumnya yang muncul dalam proses
berekspresi dan berkreasi dengan media seni rupa merupakan hasil pendidikan seni rupa yang sulit diterapkan.
Kepekaan guru relatif terbatas dan bahwa proses dan hasil penciptaan karya seni rupa
menyangkut segi jiwani yang kompleks, dapat dipastikan bahwa selalu ada data
evaluatif yang sebenarnya relevan tetapi tidak sempat tertangkap oleh kacamata
tersebut. Karya seni rupa peserta didik sebagai visualisasi visi dan ide
peserta didik tidak selalu dengan mudah dapat dibaca, terutama hal-hal yang
sangat bersifat personal seperti: kelancaran dan kepuasan ekspresinya, tentang
nilai-nilai baru yang dapat dipetik dari pengalaman mencipta, dan alasan-alasan
kondisional lainnya. Hal-hal yang bersifat personal dalam aktivitas penciptaan
tersebut merupakan data pelengkap yang sangat diperlukan dalam rangka usaha
penilaian untuk melihat peserta didik secara objektif.
Evaluasi
dalam hal ini mengenai dua lukisan di atas lebih fokus pada kreativitas anak
dalam menuangkan imajinasinya, teknik-teknik yang digunakan serta komposisi
warna. Komposisi warna yang dimaksud ialah melukis dengan bebas dan tidak
ikut-ikutan atau latah seperti layaknya lomba mewarnai gambar dengan
menggoreskan warna-warni cemerlang yang saat ini sedang membanjiri kreasi seni
rupa anak-anak.
Hal
yang paling mendasar dalam penentuan penilaian sebuah karya seni yakni
Kejujuran. Dalam kaitan ini Kejujuran melukis adalah bersifat sportif dalam
penciptaan sebuah karya yakni lukisan asli hasil karya yang dibuat oleh siswa
sendiri tanpa coretan pihak lain atau campur tangan orang tua maupun guru seni
rupa. Memilih karya yang asli dan yang direkayasa memang tidak mudah,namun
salah satu upaya menilai hasil karya yang otentik dapat dilihat dari
konsistensi goresan tangan siswa pada tingkat usia dan juga tercermin dari
hasil akhir kesempurnaan sebuah karya. Itulah sebabnya penilaian hasil lukisan
selain menitikberatkan pada kreativitas dan komposisi warna, juga menilai
kemurnian hasil karya.
Anak
memiliki dunia tersendiri, kejujuran yang seharusnya menjadi harta yang tak
ternilai kadang harus direnggut oleh ambisi sesaat. Saat mereka Dipaksa mewarna
dan menggambar bukan semata-mata atas dasar kejujuran anak.
Dimulai
dari gambar A, sebuah imajinasi yang sangat terlewat jauh bagi usia SD kelas
rendah, siswa kelas 2 SD. Ide cemerlang ia hadirkan lewat lukisannya. Dapat
dilihat ada beberapa anak yang bermain di taman dan di jalanan yang ternyata
taman tersebut dalam bingkai sebuah mobil. Goresan yang tegas dan kepekaannya
dalam menangkap obyek dapat menghadirkan gambar yang bagus. Sebuah konsep yang
diekspresikannya dalam bentuk gambar dengan kepekaan dalam menangkap obyek
merupakan kelebihan tersendiri.
Penggunaan warna yang
baik dengan gradasi warna merah – kuning, biru – putih, coklat – kuning dan
terjalin dengan rapi sehingga membentuk sebuah komposisi warna sempurna, tanpa
melihat sisi realisme naturalnya. Sangat teliti dalam penyelesaian karya, karya
yang dihasilkan sangat bersih. Tegas/ spontan dalam mengungkapkan garis, sangat
berani dalam mengorganisasikan unsur-unsur karya lukis
Berbeda
dengan gambar A, gambaran dari siswa B adalah cenderung kurang memiliki daya
kreatifitas ide, konsep pembuatan sampai hal pewarnaan. Pewarnaan yang tampak
tidak rapi dan hanya mengejar sisi natural yang dipaksakan. Sebuah komposisi
gambar rumah, pohon, seorang bocah, dan kapal terbang yang kurang enak dilihat.
Variasi
unsur-unsur bentuk sedikit (garis, bidang) mendukung pertimbangan estetik,
penggunaan warna tidak mendekati warna sebenarnya terutama untuk gambar rumah
yang terkesan mancawarna, kurang berani dalam menggabungkan unsur-unsur bentuk
dan warna pada karya lukis. Selain itu juga memperlihatkan kemampuan yang
kurang dalam memodifikasi objek, warna yang digunakan kurang bervariasi,
memperlihatkan kemampuan yang kurang dalam, menciptakan bentuk-bentuk baru,
mengandung konsep cerita yang kurang maksimal.
b. Jika
seandainya diminta memberi nilai (dalam bentuk angka) ada di posisi berapa,
alasan penilaian tersebut?
Nilai
untuk gambar Siswa A adalah 80 dan untuk siswa B adalah 60.
Penilaian
tersebut diambil dari indikator penilain sebagai berikut.
1) Reaksi
peserta didik berupa perilaku (ekspresi, ucapan) yang menunjukkan kegairahan
peserta didik terhadap tema yang diberikan pendidik.
2) Kelancaran
penuangan Ide, Kondisi peserta didik pada waktu membuat karya lukis yaitu
adanya keseimbangan antara ide yang ada dalam diri siswa dengan keterampilan
untuk memvisualisasikan ide tersebut. kecepatan dalam menemukan ide, ketepatan
dalam menggunakan media sesuai dengan ide, kecepatan dalam membuat unsur-unsur
karya lukis sesuai dengan media
3) Kemampuan
menggunakan media (alat dan bahan) dengan menggunakan teknik konvensional atau
teknik bebas dalam melukis
4) Keberanian
menggunakan unsur-unsur bentuk, yaitu: kemampuan menggunakan titik, garis,
bidang, dan warna untuk menghasilkan bentuk yang orisional/khas, variasi
unsur-unsur bentuk (garis, bidang) mendukung pertimbangan estetik, penggunaan
warna sangat mendekati warna sebenarnya, sangat berani dalam menggabungkan
unsur-unsur bentuk dan warna pada karya lukis
5) Ketekunan,
mengerjakan tugas membuat karya lukis dengan sungguh-sungguh
6) Kreativitas, Keaslian bentuk
(kemampuan menciptakan bentuk-bentuk baru), meliputi pengulangan bentuk,
kemampuan dalam memodifikasi objek, warna yang digunakan bervariasi,
memperlihatkan kemampuan yang sangat tinggi dalam menciptakan bentuk-bentuk
baru, mengandung konsep cerita yang sangat banyak.
7) Ekspresi, Kejelasan dalam
mengungkapkan isi/tema/konsep lukisan
8) Kemampuan
menggunakan alat dan bahan sesuai dengan karakteristiknya serta kebersihan
karya yang dihasilkan. Alat dan bahan yang digunakan sangat sesuai
karakteristiknya,sangat teliti dalam penyelesaian karya, karya yang dihasilkan
sangat bersih
c. Perkembangan
lukisan anak berkait dengan perkembangan mental, jelaskan cirri dan periodisasi
lukisan anak pada usia tersebut, berikan contoh.
Gambar anak dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang
digambarakan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang
digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan
perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat meniru alam, mengubah, mengurangi atau
menghilangkan sebagian objek yang digambarkannya.
Ebenezer Cooke (dalam
Tri Hartiti Retnowati dan
Bambang Prihadi, 2010) mengemukakan bahwa perkembangan simbolik pada
anak-anak meliputi empat tahap. Perkembangan pertama (antara dua sampai lima
tahun), ketika anak sangat aktif mempelajari benda-benda di sekelilingnya,
gambar yang dihasilkannya baru merupakan coreng-moreng yang menunjukkan akibat
gerakan otot. Periode selanjutnya menunjukan bahwa gambar anak menunjukkan
bukti adanya unsur imajinasi dan kesadaran yang lebih tinggi terhadap gerakan
linier.
Gambar anak di sini telah berusaha meniru objek,
tetapi menurut Cooke, anak belum memperhatikan ketepatan penggambarannya. Cooke
menyatakan bahwa pada tahap ketiga gambar anak telah menunjukkan adanya
hubungan yang alami antara bagian-bagian dari suatu objek, dan gambar anak
bukan merupakan tiruan objek-objek di alam, tetapi didasarkan pada ingatan atau
imajinasi. Cooke tidak menjelaskan secara menyeluruh tentang tahap gambar
anak-anak yang keempat, tetapi ia menetapkannya sekitar umur empat sampai
sembilan tahun. Pada masa itu anak telah mampu meniru benda-benda di alam dan
menghasilkan gambar yang mencerminkan hubungan antara benda-benda yang
dilihatnya.
Secara umum Lansing (1976) membedakan gambar anak
menjadi dua tahap yaitu tahap coreng-moreng (umur 2 – 4 tahun) dan tahap
figuratif (umur 3 – 7 tahun). Berikut khususnya akan diuraikan tahap figuratif,
yang merupakan tahap perkembangan gambar anak pada usia prasekolah hingga
sekolah menengah pertama.
Gambar Anak pada Tahap Figuratif (3-12 Tahun)
Gambar anak pada
subtahap figuratif awal juga menunjukkan penggambaran objek-objek dengan ukuran
yang berlebihan. Kepala orang mungkin digambarkan lebih besar dari pada pohon
atau gambar anak mungkin lebih besar daripada rumah. Unsur garis, warna, dan
tekstur digambarkan hampir tidak memiliki hubungan dengan kenyataan, misanya
manusia digambarkan dengan warna ungu, sedangkan anjing digambarkan dengan
warna hijau.
Kaki dan tangan manusia
mungkin hanya digambarkan dengan garis lurus. Dengan kata lain, gambar anak ini
tidak begitu naturalistik. Gambar anak baru menunjukkan kemiripan dengan
objek-objek secara umum. Objek-objek baru disusun sesuai dengan perasaan atau
intuisi anak, dan anak belum memiliki kesadaran untuk berpikir tentang
keindahan. Pada masa perkembangan ini umumnya anak begitu suka menggambar dan
bertahan dalam gayanya hingga waktu yang lama.
Gambar anak pada
subtahap figuratif tengah tampak berdiri kokoh di atas tanah (garis dasar) dan
tidak lagi menggantung di udara. Simbol figur yang digambarkan lebih kompleks
dibandingkan dengan simbol figur pada gambar tahap-tahap sebelumnya.
Kecenderungan kompleksitas simbol-simbol ini dapat dilihat pada simbol-simbol
yang paling sering ditemukan anak di lingkungannya, tetapi objek yang jarang
dijumpai anak digambarkan secara sederhana. Sebagai contoh, kepala harimau
digambarkan mirip wajah manusia.
Ciri yang lain gambar
anak pada tahap perkembangan ini adalah gambar tembus pandang. Sebagai
contoh, gambar bus penuh dengan para penumpangnya atau ibu dan dua anak di
dalam badannya. Gambar ini merupakan penggabungan penampakan suatu objek dari
dalam dan dari luar sekaligus. Cara penggambaran ini terutama ditemukan pada
subtahap figuratif tengah, tetapi dapat ditemukan juga pada semua tahap
perkembangan, kecuali tahap coreng-moreng.
Anak pada subtahap
figuratif akhir kadang-kadang telah menggunakan perspektif linier, yaitu cara
menggambarkan garis-garis sejajar untuk mengesankan kedalaman. Sebagaia contoh,
jalan yang menuju ke tempat yang jauh kedua garis tepinya terus saling
mendekat. Selain perspektif linier, gambar anak pada subtahap figuratif akhir
juga menunjukkan tingkat penggambaran setiap objek secara lebih realistik.
Figur manusia digambarkan dengan seluruh unsurnya: kepala, badan, kaki, lengan,
rambut, mata, kuping, hidung, telapak tangan, dan jari-jari. Bagian-bagian itu
bahkan digambarkan dengan rinci.
Read (1958: 140) dalam In Education Through Art mengklasifikasikan
gambar anak-anak menjadi 12, yaitu:
1)
Organic,
berkaitan serta bersimpati dengan objek-objek nyata, anak-anak lebih suka objek
dalam kelompok daripada yang sendiri. Tipe ini juga mengenal proporsi yang
wajar dan hubungan organis yang wajar pula, misalnya pohon yang menjulang di
atas tanah, gambar manusia dan hewan bergerak sesuai dengan bentuk aslinya
2)
Lyrical,
penggambaran objek bersifat realistis, tetapi tidak bergerak seperti organic.
Objek yang digambarkan statis dengan warna-warna yang tidak mencolok. Biasanya
digambarkan oleh anak perempuan.
3)
Impresionist,
lebih mementingkan detail/kesan suasana yang digambarkan daripada konsep
keseluruhan
4)
Rhytmical
Pattern, gambar memperlihatkan benda-benda yang dilihat, Contohnya gambar anak
yang melempar bola, kemudian mengulang gambar tersebut sampai bidang gambar
terisi seluruhnya. Sifatnya bisa organis atau lyris.
5)
Structur Form,
Objeknya mengikuti rumus ilmu bangunan yang diperkecil menjadi satu rumusan
geometris dimana rumus yang aslinya diambil dari pengamatan
6)
Shematic, mmenggambar
menggunakan rumus ilmu bangunan tanpa ada hubungan yang jelas dengan susunan
organis. Skema dari objek semula disempurnakan menjadi satu disain yang ada
hubungan dengan objek secara simbolis.
7)
Haptic, gambar
yang dibuat mewakili hasil rabaan dan sensasi fisik dari dalam. Gambar-gambar
yang dibuat didak berdasarkan pengamatan visual suatu objek, tapi bukan
skematik.
8)
Expresionist, berhubungan
dengan dunia dalam dirinya. Tidak hanya mengekspresikan sensasi egosentrik
tetapi juga objek dunia dari luar seperti hutan, gerombolan orang, dan
lain-lain
9)
Enumeratif, dikuasai
oleh objek dan tidak dapat menghubungkan dengan sensasi keutuhan sehingga semua
bagian-bagian kecil yang dapat dilihatnya pada bidang gambar tanpa ada yang
dilebih-lebihkan Persepsi gambar bukan merupakan persepsi seniman melainkan
persepsi arsitek
10) Decorative, menampilkan bentuk-bentuk dua dimensi
dengan pola-pola warna-warni dan mengusahakannya menjadi pola yang
menggembirakan. Bentuk-bentuk narural diekspresikan sehingga timbul perasaan
senang, melankolis, dan sebagainya. Dengan demikian anak yang menggambar
menghasilkan gambar dan memanfaatkan warna untuk menghasilkan pola-pola yang
riang.
11) Romantic, tema diambil dari kehidupan yang dipertajam
dengan fantasi. Gambar merupakan gabungan antara ingatan dengan image eidetic
sehingga menyangkut sesuatu yang baru
12) Literary, tema yang ditampilkan semata-mata khayal
yang berasal dari raasa yang disarankan gurunya atau imajinasi sendiri. Tema
ini merupakan gabungan antara ingatan dan imajinasi untuk disampaikan kepada
orang lain.
Selain
pendapat di atas, Hajar Pamadhi, (2011: .52-61) menyatakan periodisasi
perkembangan apresiasi seni anak, yaitu:
1) Masa coreng moreng, (1-4 tahun)
a) Judul gambar yang berubah-ubah. Usia 1 sampai 2 tahun, anak masih melatih diri, mengkoordinasikan bentuk garis yang sempurna maupun yang kurang tepat.
b) Mulai mengidentifikasi obyek dengan judul yang mantap dan sudah mulai menyadari bahwa gambarnya sudah dapat dibaca oaring lain,dan seiring dengan perkembangan usia biologis dimana mata mampu melihat obyek dengan detail maka gambar pun mulai berubah.
2) Masa prabagan (4-7 tahun)
Anak sudah menggenal dirinya,
baik jenis kelamin maupun eksisitensi dirinya, dalam hubungan keluarga maupun
masyarakat sosialnya,beberapa anak telah memanjakan dirinya karena merasa
penting dan diperhatikan oaring lain.
Dalam hal warna periode prabagan belum banyak memberikan artiyang sangat kuat,
warna yang dipilih kadang kala tidak relefan dengan gambarnya.
3) Masa bagan (7-9 tahun)
Ditandai dengan kematangan berfikir general oleh sebagian anak laki-laki menggambar dijadikan sarana bermain dan bercerita tentang kepahlawanan. Beberapa gambar mampu menangkap obyek secara detail, dimana sisi prespektif juga mulai tampak, ketika anak sudah masuk jenjang sd.
4) Masa Realism Awal, Usia 9-11 tahun
Perkembangan mental pada anak pada perioda ini adalah kemampuan pengindraan; bentuk yang detail mampu diungkap terutama hal-hal yang berbeda di lingkungan sekitar. Pemahaman tentang postur tubuh manusia telah dipahami secara nya nyata, namun hambatan dalam menggambar adalah mengkoordinadikan tekanan-tekanan obyek.
5) Masa realism Semu, Usia 11-14 tahun
Seiring perkembangan biologis
anak usia 11-15 tahun sudah dapat membedakan dengan jelas kedudukan dirinya dan
fungsi organ tubuh anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Suwignyo.
2007. Dasar-Dasar Intelektualitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
BSNP. 2006. Panduan
Penyusunan KTSP. Jakarta: BSNP
Darmiyati
Zuchdi. 2009. Pendidikan karakter grand design dan nilai-nilai target.
Yogyakarta: UNY Press.
Depdiknas.(2004). Kurikulum 2004
Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Jakarta: Balitbang Diknas.
Djemari Mardapi.
1999. “Pengukuran, penilaian dan Evaluasi”. Makalah
disampaika pada Penataran evaluasi pembelajaran matematika SLTP untuk guru inti
matematika di MGMP SLTP tanggal 8 – 23 Nopember 1999 di PPPG Matematika
Yogyakarta.
______. 2003.
“Kurikulum 2004 dan optimalisasi sistem evaluasi pendidikan di sekolah”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, tanggal 10 Januari 2003 di Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta
Garda, Oka.
1985. ”Pendidikan Seni Di SMU”. Seminar di IKIP Bandung.
Hajar Pamadhi. 2011.
Model Konsep Pendidikan Seni. Yogyakarta:
FBS UNY.
Maman
Tocharman. 2009. Pendidikan Seni Dalam Dunia Pendidikan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Read, H. .1958. Education Through Art. London: Faber and
Faber
Soedarso SP.
1990. Tinjauan Seni, Sebuah Pengantar
Apresiasi Seni. Yogakarta: Saku Dayar Sana.
_____2006. Trilogi Seni Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan
Seni. Yogyakarta:
Badan Penerbit ISI Yogyakarta.
Sofyan Salam
dari: Elliot W. Eisner, “Aesthetic Education,” yang dimuat dalam Marvin C.
alkin dkk (ed) 1992. Encyclopedia of
Educational research. New York: Macmillan Library reference USA.
Tri Hartiti
Retnowati, Bambang Prihadi. 2010. Pendidikan
Profesi Guru Pendidikan Seni Rupa PEMBELAJARAN SENI RUPA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Tri Hartiti
Retnowati. 2010. Membangun Karakter Siswa
Melalui Pembelajaran Batik Di Sekolah. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Dalam rangka Dies Natalis Ke 46 Universitas Negeri Yogyakarta.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
makasi. sangat berguna.
BalasHapusThanks Pak, akan saya cantumkan nama bapak di daftar pustaka tulisan saya kelak ^_^
BalasHapusmakasih yah udah share :)
BalasHapusmohon ijin untuk share ya pak
BalasHapusMohon izin untuk menulis beberapa sumber untuk keperluan tesis saya dari tulisan bapak. Sungguh sangat bermanfaat.
BalasHapusTerimakasih banyak kepada bapak, semoga sehat & selalu bisa berkarya.
Thaks..
BalasHapusSangat bermanfaat
Terimakasih Informasinya sangat bermanfaat. ^_^
BalasHapusObat Tradisional Limfadenopati
terimakasih atas ilmunya sangat bermanfaat..
BalasHapusPerusahaan kami menyediakan sewa dan jual tenda roder, umumnya tenda ini memiliki beberapa pilihan produk. Tenda ini sendiri mampu mengakomodasi kebutuhan dan juga kenyamann di dalamnya, walaupun cuaca diluar cukup mengganggu. Kekuatan tenda inilah yang menjadikan tenda ini menjadi pilihan utama yang sering digunakan untik posko - posko keamanan dan darurat.
BalasHapusTenda ini juga dapat menyesuaikan kebutuhan. selain ukuran yang dapat disesuaikan tenda roder ini juga dapat ditambahkan ornamen - ornamen seperti pintu dan jendela pada atap dan dinding.
Tenda Roder bisa di bangun dengan penutup PVC putih dan transparan.
Tenda Roder PVC putih
Jenis tenda ini dapat menjadi pilihan bagi anda yang ingin menyelenggarakan acara secara komersil atau lebih tertutup. Selain itu juga jenis tenda ini banyak digunakan untuk tenda gudang pabrik.
Tenda Transparan
Tenda ini memiliki kesan yang artistik dan elegan sangat cocok digunakan untuk acara yang bersifat terbuka. Tenda ini juga biasa digunakan untuk launching produk, wedding, event, DLL. Jenis tenda ini sangat cocok untuk anda yang menginginkan tampilan cantik.
Tersedia ukuran 10m, 15m, dan 20 m. dengan panjang kebelakang mulai bentangan 5m.
Rangka alumuniun.
Melayani seluruh Indonesia, Jabodetabek maupun Luar Jabodetabek.
Segera hubungi nomor dibawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Telp / wa ; 081316140397 rahma.
office ; Ruko Cendana raya NO. 15A, Bencongan indah, karawaci tangerang.
https://tendagudangjakarta.blogspot.com/
#tendamurah #sewatendamurah #jualtenda #jualtendamurah #jualsewatenda #jualsewatendamurah #tendamembran #tendahanggar #tendasarnafil #tendabazar #tendakerucut #tendagudang #tendajualan #tendadarurat #tendavaksin #tendaevent #tendaroder #tendapabrik #tendacafe #tendajabodetabek #tendatangerang #tendabogor #tendalaris #tendakerucut #tendapameran #tendakarnaval #tendavaksinasi #tendakerucut #tenda #jualtenda #jualtendajakarta