keefektifan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul bahasa, tata bahasa, kebakuan dan sebagainya. Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat aspek keterampilan yang meliputi mendengarkan, berbicara, menulis serta membaca. Berdasarkan pengamatan pada kondisi pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas, pada umumnya pembelajaran pengetahuan kebahasaan mendapatkan posisi yang lebih besar dibandingkan dengan keterampilan berbahasa. Hal inilah yang menjadikan kemampuan berbahasa siswa cenderung rendah dalam praktek di lapangan.
Keterampilan berbahasa menurut aktivitas penggunaannya terbagi dalam keterampilan yang bersifat reseptif dan keterampilan yang bersifat produktif. Menurut (Tarigan, 1981:2) keterampilan membaca dan menyimak merupakan keterampilan reseptif, sedangkan keterampilan menulis dan berbicara merupakan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif berbeda dengan keterampilan produktif, karena keterampilan reseptif hanya mengandalkan kemampuan untuk menerima informasi. Hal ini berkebalikan dengan keterampilan produktif yang dituntut untuk menghasilkan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang berupa ide, gagasan atau menghasilkan sebuah produk. Karena sifatnya yang menghasilkan produk, maka keterampilan berbicara dianggap oleh sebagian hal yang sulit, selain itu pembelajaran berbicara di kelas lebih sedikit porsinya.
Pengajaran keterampilan berbicara di SMA meliputi: (1) pembicaraan berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercerita, (4) pidato, dan (5) diskusi (Nurgiyantoro,2001:278-291). Beberapa keterampilan berbicara tersebut secara keseluruhan termasuk dalam pembelajaran bahasa di Sekolah Menengah Atas. Berkaitan dengan keterampilan berbicara tersebut pembelajaran wawancara sangat tepat diberikan kepada siswa untuk belajar berkomunikasi. Siswa dapat melakukan wawancara secara individual atau kelompok, tergantung situasi dan kondisi sekolah serta karakteristik siswa. Namun dalam kenyataannya, tidak semua siswa melakukan wawancara. Siswa merasa bahwa wawancara hanyalah merupakan salah satu tugas dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Siswa jenis ini hanya memerlukan nilai. Hal tersebut sangat keliru, pembelajaran wawancara sebenarnya sangat besar manfaatnya bagi siswa untuk berlatih berkomunikasi, berlatih mengumpulkan data, mencari informasi dan sebagainya. Dengan kata lain pembelajaran wawancara yang betul akan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa secara lisan.
Pada umumnya, keterampilan berbicara siswa SMA belum optimal. Siswa sering mengalami kesulitan untuk menyampaikan pendapat atau gagasan (Murtiningsih:2003). Gejala yang tampak misalnya siswa tidak tenang atau grogi ketika berbicara di muka umum. Selain itu, siswa juga sering tidak tepat dalam memilih kata, bahkan sering mengulang kata-kata yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1986) yang mengemukakan bahwa keadaan pengajaran bahasa khususnya pengajaran berbicara belum memuaskan. Keterampilan berbicara para siswa belum memadai, terbukti dengan masih kurangnya peran aktif siswa dalam diskusi, seminar. ataupun ceramah. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut, siswa cenderung diam dan kurang bersuara. Kecakapan beradu argumentasi juga masih jauh dari memadai.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang harus dikuasai siswa. Keterampilan berbicara siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Faktor-faktor dari dalam adalah segala sesuatu potensi atau kemampuan yang ada di dalam diri siswa, baik fisik maupun nonfisik. Sementara itu, faktor-faktor dari luar antara lain guru, materi pelajaran, sarana atau media pengajaran, keadaan tempat belajar, dan kesempatan berlatih. Dari beberapa faktor tersebut, guru memiliki peranan penting dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa .
Dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang efektif. Siswa tidak hanya diberi materi-materi atau kaidah-kaidah kebahasaan saja, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan tersebut dalam praktik berkomunikasi. Meskipun demikian, masih banyak guru yang hanya berorientasi pada pembelajaran kaidah-kaidah kebahasaan dengan menggunakan pendekatan yang masih tradisional yang hanya memungkinkan komunikasi satu arah. Hal ini yang membuat keterampilan berbicara siswa rendah karena kesempatan untuk menerapkan kaidah kebahasaan tersebut sangat kurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya wawancara adalah dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk melakukan praktik berkomunikasi.
Berkaitan dengan pembelajaran berbicara, khususnya wawancara peneliti bermaksud membahas keefektifan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur Kulon Progo. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan. yaitu (1) berdasarkan hasil wawancara dengan guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Galur, bahwasanya pembelajaran wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur masih tradisional, (2) pembelajaran dengan pendekatan integratif belum pernah digunakan dalam pembelajaran wawancara pada kelas XI SMA Negeri 1 Galur, (3) untuk mengetahui apakah pendekatan ini dapat menghasilkan keterampilan wawancara yang lebih baik, sama atau lebih jelek daripada secara tradisional.
Yang dimaksud dengan masih secara tradisional di atas adalah pembelajaran guru yang masih klasikal dan masih monoton, pembelajaran guru hanya menerangkan tentang konsep-konsep wawancara saja, yang masih berorientasi pada kaidah-kaidah kebahasaan yang hanya memungkinkan komunikasi satu arah. Sementara itu, pembelajaran dengan pendekatan integratif dapat dikatakan baik karena pembelajaran dengan pendekatan integratif ini merupakan proses pengintegrasian atau penggabungan interbidang studi yaitu berbicara dan menulis, serta dalam penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut ini.
1. Pendekatan dalam pembelajaran keterampilan wawancara di SMA Negeri 1 Galur kurang bervariasi.
2. Pembelajaran wawancara di SMA Negeri I Galur memerlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan wawancara.
3. Perbedaan hasil pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif dengan pembelajaran wawancara yang masih secara tradisional pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur.
4. Pendekatan integratif dapat digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri I Galur.
5. Keefektifan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri I Galur.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada dua hal.
1. Perbedaan hasil pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif dengan pembelajaran wawancara yang masih secara tradisional pada siswa di SMA Negeri 1 Galur.
2. Keefektifan pendekatan integratif dalam peningkatan keterampilan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah ada perbedaan antara pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif dengan pembelajaran yang masih tradisional pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur?
2. Apakah penerapan pendekatan integratif lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan antara pembelajaran melalui pendekatan integratif dengan pembelajaran yang masih tradisional pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur.
2. Mengetahui keefektifan penerapan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:.
1. Secara teoretis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana memperkuat teori pengajaran berbicara khususnya wawancara yang ada.
2. Secara praktis
Secara praktis, penelitian ini berguna bagi guru dan siswa. Guru dapat mengembangkan keterampilan praktik pembelajaran. Selain itu, guru juga dapat mengadakan perbaikan dan peningkatan praktik pembelajaran. Sementara itu, bagi siswa penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya keterampilan wawancara.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Keterampilan Berbicara
a. Pengertian Berbicara
Dalam kehidupan bermasyarakat keterampilan berbicara sangat mempunyai peranan penting. Untuk menyampaikan pesan atau informasi kita juga memerlukan keterampilan berbicara agar semua pesan dan informasi yang kita punyai dapat disampaikan kepada orang lain dengan baik.
Menurut Nurgiyantoro (2001: 276), berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, setelah mendengarkan. Berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan perkataan (KBBI, 2005: 148). Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 1981: 15). Hampir sama yang disampaikan oleh Arsjad, dkk. (1993: 17) kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Hendrikus (1991: 1) mendefinisikan bahwa, berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi dan memberikan motivasi).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kegiatan mengungkapkan sesuatu hal, yaitu dapat berupa gagasan, pikiran, ide- ide, dan perasaan kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Tujuan Berbicara
Kegiatan apapun yang dilakukan manusia dalam kehidupan ini selalu mempunyai maksud dan tujuan, begitu juga dengan kegiatan berbicara. Tujuan utama kegiatan berbicara adalah untuk berkomunikasi (Arsjad, 1993:17). Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, di samping itu juga harus mengevaluasi komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Sementara itu, menurut Tarigan (1981: 15) menyatakan bahwa untuk dapat menyampaikan pikiran secara efektif sebaiknya seorang pembicara memahami segala sesuatu yang ingin disampaikan kepada pendengar dan prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan baik secara umum maupun perseorangan.
c. Bentuk- bentuk Kegiatan Berbicara
Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Seseorang diharapkan mampu mengungkapkan gagasan, ide, pikiran dan perasaan melalui kegiatan berbicara. Di dalam pembelajaran keterampilan berbicara, siswa harus mendapatkan kegiatan yang dapat mengasah kemampuan berbicara. Kegiatan berbicara yang diajarkan di sekolah, pada umumnya bertujuan melatih kemampuan berbahasa secara aktif produktif. Artinya siswa dapat mengungkapkan ekspresinya secara lisan ataupun tertulis melalui berbagai cara. Nurgiyantoro (2001: 25-28), menyatakan ada beberapa bentuk kegiatan berbicara yang dapat dilatih untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berbicara siswa, rinciannya sebagai berikut.
1) Berbicara berdasarkan gambar
Kegiatan berbicara berdasarkan gambar adalah berbicara dengan menyebutkan tulisan-tulisan yang terdapat di bawah gambar. Gambar-gambar tersebut disajikan secara terpisah-pisah. Rangsangan dari gambar-gambar tersebut sangat baik untuk melatih anak-anak yang baru memulai belajar bahasa asing.
2) Bercerita
Bercerita adalah salah satu kegiatan yang dapat mengungkapkan kemampuan berbicara siswa. Ada dua unsur penting yang harus dikuasai siswa dalam bercerita yaitu unsur linguistik dan unsur apa yang diceritakan. Ketetapan ucapan, tatabahasa, kosakata, kefasihan, dan kelancaran, menggambarkan bahwa siswa memiliki kemampuan berbicara yang baik.
3) Wawancara
Kegiatan wawancara biasanya dilakukan terhadap siswa/seseorang yang sudah memiliki kemampuan berbicara yang sudah memadai terhadap bahasa yang telah dipelajari, sehingga mereka mampu mengungkapkan pikiran dan gagasannya secara lisan.
4) Pidato
Berbicara sangat berperan di hadapan suatu massa. Kegiatan berpidato melatih siswa berbicara mengemukakan pendapatnya di depan kelas dengan tujuan yang dikemukakan dapat diterima oleh temannya sebagai pendengar.
5) Diskusi
Diskusi merupakan kegiatan berbicara yang dapat memancing kreativitas siswa. Di dalam diskusi siswa dilatih untuk berbicara dengan berpikir secara logis untuk mengemukakan pikiran dan gagasannya disertai dengan argumentasi yang harus dipertahankan.
Dari uraian di atas tentang bentuk-bentuk berbicara dapat diketahui bahwa wawancara adalah salah satu bentuk kegiatan berbicara yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, bentuk pembelajaran tersebut sesuai dengan yang akan diteliti.
2. Wawancara
a. Pengertian Wawancara
Menurut Badudu (1996:1624), ada beberapa pengertian tentang wawancara. Wawancara merupakan proses tanya jawab yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh informasi, data yang diperlukan, antara wartawan dengan pejabat, antara direksi perusahaan atau stafnya dengan pelamar pekerjaan, dan sebagainya. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2001: 278-291) wawancara biasanya dilakukan terhadap seseorang (pelajar) yang kemampuan bahasanya cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bahasa itu. Menurut Keraf (1993:161) wawancara atau inteview adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seseorang informan atau seorang autoritas (suatu ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).
Menurut Hendrikus (1991: 114), wawancara adalah dialog antara para peliput berita dengan tokoh terkemuka mengenai masalah-masalah aktual atau masalah-masalah khusus yang menarik. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut maka bisa disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu tanya jawab yang dilakukan dengan seseorang atau narasumber untuk memperoleh informasi tertentu.
b. Persiapan Wawancara
Supaya dapat membuat wawancara yang baik dan terarah perlu diketahui keterangan-keterangan pribadi yang akan diwawancarai dan mengenai tema wawancara. Menurut (Adhisupho:2005), orang yang bertanya harus menguasai pokok-pokok yang menjadi bahan wawancara. Sebaliknya, orang yang ditanya harus menguasai tema tidak hanya secara garis besar, tetapi juga secara mendetail. Untuk melakukan wawancara memerlukan persiapan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Sebelum melakukan wawancara hendaknya menguasai persoalan yang akan dipercakapkan, kalau perlu membuat daftar pertanyaan dari yang bersifat umum sampai detail.
2) Tahapan berikutnya menentukan arah permasalahan yang digali dengan dilengkapi berbagai berita berkaitan dengan bahan yang akan dijadikan bahan wawancara.
3) Setelah menentukan permasalahan, menetapkan siapa-siapa saja yang akan menjadi nara sumber untuk diwawancarai. Dalam hal ini harus jelas kriterianya mengapa dalam masalah ini harus mewawancarai nara sumber tersebut.
4) Mengenali sifat-sifatnya yang akan menjadi nara sumber sebelum terjadi wawancara. Untuk mengenali lebih dekat nara sumber, bertanya kepada orang lain yang tahu atau dekat dengan nara sumber, atau membaca tulisan dan riwayat hidup termasuk hobi, keluarganya, dan kesukaan lainnya.
5) Sebelum bertatap muka membuat janji dulu sebelum melakukan wawancara, untuk meminta dan menentukan kapan waktu yang luang dan tepat untuk melakukan wawancara, karena biasanya sumber berita person yang sibuk, sehingga pengaturan waktu cukup ketat.
6) Yang tak kalah pentingnya persiapan mental untuk mengadakan wawancara, karena masing-masing pribadi punya karakter yang berbeda, sehingga diperlukan membaca karakter calon nara sumber. Persiapan lainnya, peralatan yang diperlukan antara lain, bloknote, bolpoin, tape recorder atau kamera kalau memang diperlukan. Dianjurkan untuk berpakaian rapi dan menghindari penampilan yang kurang sopan.
c. Aturan Wawancara
Menurut Hendrikus (1991: 115), dalam hubungan dengan wawancara ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan baik oleh orang yang bertanya, maupun oleh orang yang ditanya, yaitu sebagai berikut.
1) Penanya harus mengenal pribadi yang ditanya secara tepat (nama, keahlian, jabatan).
2) Penanya hendaknya memperhatikan jalan pikiran atau hubungan logis antara pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan.
3) Untuk tema dan situasi tertentu, sebaiknya penanya memberikan kuesioner kepada orang yang ditanya sebelumnya, sehingga dia dapat menyiapkan diri secara peneliti.
4) Karena hasil wawancara itu direkam atau ditulis secara stenografis, maka sebelum dipublikasikan sebaiknya orang yang ditanya membaca hasil rangkuman sekali lagi. Dengan cara ini dia dapat mengoreksi kesalahan rumusan dari apa yang dikatakannya.
d. Fungsi Pertanyaan dalam Wawancara
Suatu pembicaraan yang bermakna selalu merupakan hasil dari dialog, sebagai satu proses yang berjalan atas pertanyaan dan jawaban. Pertanyaan adalah impuls untuk mengaktifkan. Pertanyaan pada hakikatnya juga alat untuk memberi sugesti dan dalam hal tertentu memiliki daya paksaan. Menurut Hendrikus (1991: 116) ada dua belas pertanyaan yang dapat membantu setiap orang untuk memulai suatu dialog. Orang dapat menanyakan hal-hal sebagai berikut:
1) tentang masalah-masalah umum,
2) tentang hal-hal khusus sampai sekecil-kecilnya,
3) tentang pendapat seseorang,
4) tentang penilaian seseorang,
5) tentang keinginan dan kehendaknya,
6) tentang pengalaman-pengalamannya,
7) tentang pendidikan seseorang,
8) tentang gambaran masa depan seseorang,
9) tentang masalah dan kecemasan hidup,
10) tentang rekan kerja,
11) tentang sanak keluarga, dan
12) tentang hobi.
e. Jenis Pertanyaan
Hendrikus (1991: 117) menyatakan bahwa dalam ilmu retorika ada berbagai pertanyaan yang berasal dari zaman Yunani kuno, yaitu sebagai berikut;
1) Pertanyaan informatif
Siapa yang ingin mengemukakan pertanyaan informatif, memerlukan pengetahuan, pengalaman dan bahan sampai sekecil-kecilnya. Pertanyaan ini hanya mau mendapat informasi atau penjelasan.
2) Pertanyaan untuk mengontrol
Pertanyaan semacam ini mudah., yang paling sederhana apabila ditanya: ”Bagaimana pendapat anda tentang hal ini?” atau “Apakah anda juga tidak sependapat dengan saya?” atau “Bukankah itu suatu hal yang baik?” . Pertanyaan seperti itu bermaksud untuk mengontrol, tetapi juga membantu untuk mengetahui apakah pendengar masih memperhatikan atau masih mendengar.
3) Pertanyaan untuk menjebak
Pertanyaan jebakan adalah sarana untuk menangkap dan memancing reaksi. Pertanyaan jebakan yang sederhana, misalnya : “Masih ada pertanyaan?” atau “Anda ingin mengatakan sesuatu?” Pertanyaan-pertanyaan ini dilontarkan apabila para pendengar tidak memberikan reaksi.
4) Pertanyaan untuk mengaktifkan
Pertanyaan-pertanyaan ini dilemparkan supaya pendengar merenungkannya. Beberapa contoh:
Bagaimana sikap Anda 8 tahun lalu?
Saya bertanya kepada Anda sekalian…
Andaikan juga muncul pertanyaan, biasanya muncul agak terlambat. Bagaimanapun juga pertanyaan ini meningkatkan aktivitas secara spontan.
5) Pertanyaan Socrates
Pertanyaan Socrates merupakan pertanyaan untuk mengiyakan. Pertanyaan ini dikemukakan sedemikian rupa, sehingga jawaban yang diberikan hanya “Ya”. Beberapa contoh:
Saya tahu pasti, bahwa Anda juga setuju…
Anda tentu setuju dengan pendapat kami…
6) Pertanyaan retoris
Pertanyaan retoris ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang kurang lebih bersifat sugestif dan tajam, digunakan untuk memutar balikkan pendapat atau menjadikan tidak jelas, dapat membuat orang lain menjadi bodoh. Contoh:
Adakah seorang di sini, yang berani berpendapat?
Ini ada satu pertanyaan untuk Anda, yang pasti tidak bisa dijawab dengan “Ya”.
7) Pertanyaan yang ofensif
Pertanyaan ini dipraktekkan dalam bidang politik, ekonomi dan industri, juga dalam hubungan dengan luar negeri. Contoh:
Apa pertimbangan Anda dalam mengambil keputusan untuk Firma?
Kepada siapa di antara kami, Anda tidak lagi menaruh kepercayaan?
8) Pertanyaan untuk membuka masalah baru
Pertanyaan semacam ini digunakan untuk menawarkan atau memulai pokok atau masalah pembicaraan yang baru, misalnya:
“Apakah sebaiknya kita lebih dahulu berbicara tentang harga?”
Pertanyaan ini akan mendorong lawan bicara untuk mengambil sikap.
9) Pertanyaan untuk menutup pembicaraan
Pertanyaan ini bertujuan, entah sadar atau tidak untuk menutup suatu pembicaraan, misalnya:
“Bolehkah sebagai penutup, saya menambahkan bahwa…”
10) Pertanyaan alternatif
Dengan pertanyaan ini, orang menawarkan lebih banyak kemungkinan dan jalan baru. Namun demikian, jumlah alternatif tidak boleh lebih dari tiga. Sering kali pertanyaan alternatif mendorong orang untuk cepat mengambil keputusan. Unsur yang penting dalam rumusan pertanyaan alternatif adalah “atau”.
3. Pengertian Pendekatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendekatan didefinisikan suatu usaha dalam aktivitas untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah penelitian. Menurut Muchlison (1993:3), pendekatan adalah cara terbaik untuk mencapai sesuatu. Sementara itu, menurut (Sudrajat:2008), pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Berdasarkan dari pengertian di atas, dapat didefinisikan bahwa pendekatan adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi ini sesuai dalam proses belajar mengajar, yaitu siswa diharapkan dapat memahami suatu konsep pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pendekatan Integratif
a. Pengertian Pendekatan Integratif
Dalam kurikulum 2004, siswa dituntut untuk menguasai 4 keterampilan, baik itu keterampilan berbahasa maupun bersastra. Guru harus bisa memilih pendekatan yang sesuai pada setiap proses pembelajaran. Hal itu diharapkan agar hasil pembelajaran siswa bisa maksimal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integratif adalah penggabungan atau penyatuan, pembaharuan hingga menjadi kesatuan yang utuh. Menurut Suyatno (2004:26), integratif berarti menyatukan beberapa aspek dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi kemudian diintegrasikan. Misalnya, pembelajaran berbicara diintegrasikan dengan pembelajaran menyimak dan menulis, sedangkan antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Menurut Djiwandono (1996: 10), pendekatan integratif diibaratkan sebuah bahasa. Bahasa merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Bahasa merupakan suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil dan membentuk menjadi bagian-bagian yang lebih besar, yang secara bertahap dan berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar apalagi yang pada akhirnya merupakan bentukan terbesar berupa bahasa yang seutuhnya. Sementara itu, menurut (Murtiningsih:2003), pembelajaran wawancara secara integratif merupakan pembelajaran wawancara yang diintegrasikan dengan menulis hasil wawancara, menulis rangkuman pendapat dan memperkenalkan diri dan orang lain dalam forum resmi.
Dengan melihat berbagai pengertian tentang pendekatan integratif di atas, dapat diperoleh pemahaman tentang konsep integratif. Pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI di SMA N 1 Galur ini merupakan penggabungan dari keterampilan berbicara ”wawancara” dengan keterampilan menulis ”menulis hasil wawancara” serta menulis rangkuman pendapat dan memperkenalkan diri dan orang lain dalam forum resmi. Penyampaian materi pembelajaran melalui pendekatan integratif ini dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi, yang sebenarnya materi dalam pembelajaran itu sesungguhnya adalah tentang berbicara, tetapi diintegrasikan dengan pembelajaran menulis.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Wawancara dengan Pendekatan Integratif
Karena pembelajaran dengan pendekatan integratif merupakan sebuah proses pengintegrasian atau penggabungan interbidang studi yaitu berbicara dan menulis, maka menurut (Murtiningsih:2003) pembelajaran dengan pendekatan integratif dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Kompetensi Dasar dalam Standar Kompetensi Kemampuan Berbahasa
Kompetensi Dasar merupakan bahan menulis yang harus dikuasai siswa. Dalam pembelajaran wawancara di SMA keterampilan berbicara bisa diintegrasikan dengan keterampilan menulis. Dengan cara penggabungan antara KD Menulis Hasil Wawancara ”dalam wawancara”, yang diintegrasikan dengan KD Memperkenalkan Diri dengan Orang Lain dalam Forum Resmi, serta KD Menulis Rangkuman Pendapat.
2) Berwawancara
Berwawancara merupakan langkah awal sebelum siswa menyusun tulisan hasil wawancara. Sebelum siswa melakukan wawancara dengan nara sumber, guru dan siswa berdiskusi dahulu tentang beberapa hal, yaitu: (1) persiapan wawancara, dan (2) pembagian kelompok. Adapun persiapan berwawancara yaitu: (1) menentukan tema/ pokok masalah yang akan ditanyakan; (2) menentukan narasumber; (3) menyusun pokok-pokok yang akan ditanyakan; (4) menyusun daftar pertanyaan; dan (5) menghubungi narasumber dan membuat perjanjian tentang waktu tempat berwawancara. Kemudian dilakukan pembagian kelompok, satu kelompok bisa terdiri dari 5-6 orang. Setelah melakukan persiapan wawancara dan pembagian kelompok, para siswa bisa melakukan wawancara dengan sikap sopan dan bahasa yang santun.
3) Menulis Hasil Wawancara
KD menulis hasil wawancara ini dilakukan sebagai urutan setelah siswa melakukan wawancara. Bentuk laporan dapat berupa laporan dengan sistematika yang terdiri atas: bab pendahuluan, bab isi, dan bab penutup.
4) Diskusi Hasil Wawancara
Diskusi hasil wawancara merupakan pertanggungjawaban kelompok dalam berwawancara. Meskipun demikian, tidak boleh ada seorang siswa pun yang tidak ikut berwawancara. Pada umumnya ini sering terjadi siswa yang membagi tugas dalam kelompoknya. Misalnya, ada yang berwawancara, ada yang menyusun laporan, ada yang mengetik, ada juga yang hanya menitip nama dengan mengganti biaya laporan. Untuk mengantisipasi hal itu, maka dialokasikan waktu untuk diskusi. Dalam forum diskusi atau presentasi ini akan tampak siswa yang tidak ikut serta dalam wawancara.
Dalam pelaksanaan diskusi atau presentasi, kelompok membagi tugas, yaitu: sebagai moderator, penyaji, penjawab pertanyaan dan notulis. Siswa yang menanggapi dicatat dan mendapat tambahan nilai efektif.
5) Memperkenalkan Diri dan Orang Lain dalam Forum Resmi
Pembelajaran ini pelaksanaannya bisa lebih efektif jika diintegrasikan dengan KD keterampilan yang lain. Dalam pembahasan ini, memperkenalkan diri dan orang lain dalam forum resmi dilaksanakan terpadu dengan presentasi atau diskusi hasil wawancara. Sebelum diskusi atau presentasi berlangsung, moderator dapat memperkenalkan diri dan teman-temannya (orang lain) yang merupakan anggota kelompok. Setelah itu baru diskusi atau presentasi dapat dimulai.
6) Menulis Rangkuman Pendapat
Dalam menulis rangkuman pendapat, materi pokoknya adalah berbagai pendapat dari para narasumber yang diwawancarai serta diskusi kelompok. Menulis rangkuman pendapat ini dapat dilakukan pada waktu wawancara, lalu tulisan disempurnakan ketika penyaji dalam diskusi menyampaikan laporan hasil wawancaranya.
c. Pemanfaatan Pendekatan Integratif dalam Peningkatan Kemampuan Wawancara
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan saat guru menyampaikan pembelajaran berbicara yang perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia oleh kurikulum berbasis kompetensi ini. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak bisa dipisah-pisahkan, materi harus dikemas secara menarik.
Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, empat keterampilan yang ada tidak bisa terpusat penyajiannya. Hal itu dikarenakan antara satu keterampilan dengan keterampilan yang lain saling berkaitan atau berhubungan. Penggunaan satu keterampilan biasanya dipadukan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Itu dilakukan oleh pengajar supaya agar proses pembelajaran berhasil dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Karena pada penelitian ini tentang pembelajaran wawancara maka pembelajaran dalam wawancara ini diintegrasikan atau dipadukan dengan menulis hasil wawancara, menulis rangkuman pendapat, dan memperkenalkan diri dan orang lain dalam forum resmi.
Oleh karena pembelajaran wawancara ini dilakukan dengan pendekatan integratif maka kegiatan pembelajaran ini dapat dilaksanakan di luar kelas, bahkan luar sekolah dengan berbagai sumber belajar. Orang tua siswa pun dapat dilibatkan dalam pembelajaran ini sedangkan guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar, serta guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif ini kemampuan berbahasa dalam aspek berbicara akan meningkat pada siswa ketika siswa melakukan wawancara. Dalam kegiatan ini mereka berlatih untuk mencari informasi dengan bertanya, menanggapi lawan bicara, dan berani menanyakan kembali informasi yang kurang jelas. Hal ini akan meningkatkan kemampuan berbicara khususnya wawancara karena siswa yang pemalu, pendiam atau tidak berani berbicara dengan orang lain akan timbul keberaniannya untuk berbicara. Siswa yang sudah mempunyai keberanian berbicara akan berusaha menyusun kalimat yang efektif sehingga narasumber dapat memahami maksud pertanyaannya. Selain itu, peningkatan kemampuan berbicara dapat dilihat pada proses pertanggungjawaban “wawancara” yaitu dalam kegiatan diskusi hasil wawancara.
Dengan pendekatan integratif kemampuan berbahasa aspek menulis juga akan meningkat pada siswa, yaitu dengan menulis hasil wawancara yang memperhatikan struktur ragam tulis, diksi dan EYD. Selain menulis hasil wawancara peningkatan dapat terlihat dalam tulisan rangkuman pendapat dari diskusi hasil wawancara. Pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara bisa dijadikan sebuah inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa, yakni kemampuan aktif atau produktif baik secara lisan maupun secara tertulis yang dapat dilihat pada waktu pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian (Wulandari:2008) yang berjudul ”Peningkatan Apresiasi Cerita Pendek dengan Pendekatan Integratif Membaca dan Mengarang Bagi Siswa Kelas IX A SMP N 1 Tanjungsari Gunungkidul”. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah pendekatan integratif membaca dan mengarang dapat meningkatkan apresiasi cerpen siswa kelas IX A SMP N 1 Tanjungsari. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan yang signifikan pada kemampuan apresiasi cerpen siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan integratif membaca dan mengarang.
Pendekatan integratif membaca dan mengarang juga dapat meningkatkan minat, motivasi, dan partisipasi siswa dalam mengikuti apresiasi cerpen siswa kelas IX A SMP N 1 Tanjungsari. Peningkatan minat, motivasi, dan partisipasi ditunjukkan oleh adanya perubahan sikap siswa ketika mengapresiasi cerpen, adanya keinginan siswa untuk mengapresiasi cerpen, dan adanya sikap aktif siswa selama mengikuti pembelajaran.
C. Kerangka Pikir
Istilah wawancara dapat dipahami sebagai suatu kegiatan, suatu tanya jawab yang dilakukan dengan seseorang atau narasumber untuk memperoleh informasi tertentu. Dalam proses pembelajaran wawancara faktor guru dan pendekatan pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Berkaitan dengan ini, pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif sangat tepat diberikan siswa untuk belajar berkomunikasi. Siswa dapat melakukan wawancara secara individu maupun kelompok, tergantung situasi dan kondisi sekolah serta karakteristik siswa. Walaupun dalam kenyataannya, tidak semua siswa melakukan wawancara.
Siswa merasa bahwa wawancara hanya merupakan salah satu tugas dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa sejenis ini hanya memerlukan nilai saja. Oleh karena itu, hal tersebut sangat keliru. Pembelajaran dengan pendekatan integratif sangat besar manfaatnya bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa pada aspek berbicara akan meningkat pada siswa ketika melakukan wawancara. Dalam kegiatan ini siswa berlatih untuk mencari informasi dengan bertanya, menanggapi lawan bicara, menyampaikan gagasan, dan berani menanyakan kembali informasi yang kurang jelas.
Pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif ini juga akan melatih siswa yang pendiam ataupun pemalu untuk lebih berani berbicara dengan orang lain. Sementara para siswa yang sudah mempunyai keberanian berbicara akan berusaha menyusun kalimat yang efektif sehingga nara sumber dapat memahami maksud pertanyaan. Selain itu juga, peningkatan kemampuan berbicara dapat dilihat pada proses pertanggungjawaban wawancara siswa dalam kegiatan diskusi hasil wawancara. Pada tahap ini siswa menjelaskan hasil wawancaranya, menjawab pertanyaan, dan menanggapi peserta diskusi dengan berlatih tanpa emosi, serta mampu memperkenalkan diri dalam forum resmi.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka pikir di muka, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
a. Ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur dengan pendekatan integratif dibandingkan dengan pembelajaran wawancara tanpa menggunakan pendekatan integratif.
b. Pembelajaran wawancara dengan pendekatan integratif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran wawancara tanpa menggunakan pendekatan integratif.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang bertujuan menguji suatu teori yang menjelaskan tentang hubungan antara kenyataan sosial. Proses penelitian yang dilakukan mengikuti proses berpikir deduktif, yaitu diawali dengan penentuan konsep abstrak yang sifatnya umum kemudian dilanjutkan pengumpulan bukti-bukti atau kenyataan untuk pengujian. Hasil penelitian kuantitatif disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik. Penelitian ini menghasilkan data berupa skor kemampuan wawancara.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipilih adalah metode eksperimen semu atau quasi experimental. Penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dilakukan dengan cara memilih dua atau lebih kelompok subjek untuk diberi perlakuan eksperimen. Penempatan subjek ke dalam kelompok subjek yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak, dengan demikian individu subjek berada dalam kelompok yang akan dibandingkan sebelum penelitian.
C. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang bertujuan menguji suatu teori yang menjelaskan tentang hubungan antara kenyataan sosial. Proses penelitian yang dilakukan mengikuti proses berpikir deduktif, yaitu diawali dengan penentuan konsep abstrak yang sifatnya umum kemudian dilanjutkan pengumpulan bukti-bukti atau kenyataan untuk pengujian. Pendekatan kuantitatif memberikan data yang diwujudkan dalam bentuk angka dan analisisnya menggunakan analisis statistik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan Control Group Pre-test Postes Design sebagai desain penelitian. Apabila digambarkan adalah sebagai berikut:
Tabel 2: Control Group Pre test Pos test Design
Kelompok | Pretest | Perlakuan | Posttest |
E | O1 | X | O2 |
K | O3 | - | O4 |
Keterangan:
E : Kelompok eksperimen
K : Kelompok kontrol
O1 : Pretest kelompok eksperimen
O2 : Posttest kelompok eksperimen
O3 : Pretest kelompok kontrol
O4 : Posttest kelompok kontrol
X : Pendekatan integratif
Arikunto (2001: 276)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan suatu gejala yaitu efektif tidaknya penggunaan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur. Hasil penelitian kuantitatif disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik. Penelitian ini menghasilkan data berupa skor kemampuan wawancara.
D. Variabel Penelitian
Hadi (1990 : 437) mengatakan bahwa dalam penelitian eksperimen semua keadaan, kondisi perlakuan, atau yang mempengaruhi hasil eksperimen disebut dengan variabel. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
a. Variabel Bebas adalah pendekatan integratif
b. Variabel Terikat adalah kemampuan wawancara
E. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Galur Kulon Progo tahun 2009, berlangsung selama dua bulan, dari bulan November sampai dengan Desember.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada jam pelajaran bahasa Indonesia agar siswa mengalami suasana pembelajaran seperti biasanya. Proses penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November sampai dengan Desember 2009.
F. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Keseluruhan subjek penelitian yang menjadi perhatian dan pengamatan sebagai penyedia data disebut populasi. Populasi merupakan keseluruhan anggota subjek penelitian yang memiliki kesamaan karakteristik (Nurgiyantoro dkk, 2004: 20-21). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur. yang berjumlah 3 kelas, yaitu kelas XI IPA berjumlah 30 siswa, kelas XI IPS I berjumlah 27 siswa, kelas XI IPS II berjumlah 26siswa.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1997: 117), sementara itu menurut Sugiyono (2003: 91) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Tiga kelas yaitu kelas XI IPA, XI IPS I, dan XI IPS II diundi dengan cara acak. Dari teknik tersebut, diperoleh sampel penelitian yaitu kelas XI IPS I berjumlah 27 siswa sebagai kelompok kontrol dan kelas kelas XI IPS II berjumlah 26 siswa sebagai kelompok eksperimen.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak. Hal ini dilakukan karena tidak ada perbedaan dalam pembagian kelas yang unggulan dengan kelas biasa. Oleh karena itu selama tidak ada kelas bahasa maka tidak mempengaruhi dan tetap masih homogen. Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA baik kelas IPA maupun IPS tidak dibedakan, dalam artian kurikulum masih sama dari SK sampai indikator ketercapaiannya. Hal ini bisa dilihat dalam KTSP 2006.
G. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah diperlukan teknik pengumpulan data sesuai dengan pokok permasalahan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut.
a. Tahap sebelum eksperimen (matching)
Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa yang berkaitan dengan bahan yang akan diajarkan yang kemudian dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai siswa setelah dilakukan perlakuan (treatment). Pemeriksaan terhadap variable control yang diasumsikan dapat mempengaruhi hasil penelitian dilakukan pada tahap ini. Pemeriksaan untuk menyamakan kondisi awal antara kelompok kontrol dam kelompok eksperimen yang berguna untuk menghindari adanya bias dalam penelitian juga berguna sebagai matching atau penyadapan antara kedua kelompok, sehingga kedua kelompok berangkat dari titik yang sama dan apabila terjadi perbedaan kemampuan wawancara, semata-mata karena pengaruh perlakuan.
b. Tahap Tes Awal (pre-test)
Pemberian pre-test atau tes awal kepada semua subjek penelitian digunakan untuk mengetahui tingkat kondisi subjek yang berhubungan dengan variabel terikat yang ada. Hasil pre-test ini berfungsi sebagai pengontrol perbedaan awal antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Pengontrolan awal ini dilakukan dengan menggunakan rumus Uji-t.
c. Tahap Pemberian Perlakuan
Setelah kedua kelompok dinyatakan sama, kedua kelompok tersebut diberikan tes awal (pre-test). Langkah selanjutnya dilakukan kegiatan treatment (perlakuan) yang berguna untuk mengetahui keefektifan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara. Perlakuan yang dilakukan melibatkan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara, peserta didik, dan peneliti. Pada kelompok eksperimen, siswa dapat meningkatkan kemampuan wawancara menggunakan pendekatan integratif. Pada kelas kontrol, siswa memperoleh tugas yang sama tetapi tanpa menggunakan pendekatan integratif.
d. Tahap pengukuran sesudah eksperimen (post-test)
Tahap ini merupakan langkah akhir setelah memperoleh perlakuan. Pada tahap ketiga ini, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan posttest (tes akhir) dengan meteri yang sama seperti pada waktu pre-test (tes awal). Post-test bertujuan untuk melihat dan mengetahui pencapaian kemampuan pembelajaran dengan pendekatan integratif dalam peningkatan kemampuan wawancara siswa dan juga untuk membandingkan dengan nilai yang dicapai saat pre-test.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes. Dalam penelitian, tes yang digunakan berupa tes kemampuan wawancara. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan wawancara siswa. Tes dilakukan di awal dan di akhir pelaksanaan penelitian ini. Menurut Arsjad (1993:87), penilaian pada kemampuan wawancara meliputi beberapa aspek yaitu, aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi (1) lafal, (2) kosa kata, (3) struktur kalimat,. Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi (1) penguasaan materi, (2) kelancaran, dan (3) sikap.
Aspek yang dinilai | Skala Nilai | Keterangan | ||||
5-1 | ||||||
1. Lafal | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
2. Kosakata | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
3. Struktur Kalimat | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
4. Penguasaan Materi | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
5. Kelancaran | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
6. Gaya atau sikap | 5 | 4 | 3 | 2 | 1 | |
Jumlah | | | | | | |
Kriteria Penilaian
A. Aspek Kebahasaan | Keterangan | Skor |
1. Lafal | Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi jelas, | 5 |
Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas | 4 | |
Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi kurang tepat, | 3 | |
Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat, | 2 | |
Pelafalan fonem tidak jelas, banyak yang dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak tepat. | 1 | |
2. Kosakata | Penggunaan kata-kata, istilah, dan ungkapan yang tepat, sesuai dan variatif | 5 |
Penggunaan kata-kata, istilah, dan ungkapan kurang tepat, sesuai meskipun variatif | 4 | |
Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan kurang dan kurang sesuai serta kurang bervariasi | 3 | |
Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas | 2 | |
Penggunaan kata, istilah, dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas | 1 | |
3. Struktur kalimat | Hampir tidak terjadi kesalahan struktur | 5 |
Sekali-kali terdapat kesalahan struktur | 4 | |
Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan tetap | 3 | |
Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan banyak jenisnya | 2 | |
Kesalahan struktur banyak, berulang-ulang sehingga mengganggu pemahaman | 1 | |
B. Aspek Nonkebahasaan | Keterangan | Skor |
1.Penguasaan materi | materi sesuai, mendalam, mudah dipahami dan unsur wacana lengkap | 5 |
materi sesuai, kurang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana lengkap | 4 | |
materi sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap | 3 | |
materi kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap | 2 | |
materi tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap | 1 | |
2. Kelancaran | Pembicaraan lancar sejak awal sampai akhir, jeda tepat | 5 |
Pembicaraan lancar, jeda kurang tepat | 4 | |
Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang tepat | 3 | |
Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak tepat | 2 | |
Pembicaraan tersendat-sendat, dan jeda tidak tepat | 1 | |
3. Gaya atau sikap | Berani dan semangat, ramah, tertib | 5 |
Berani dan semangat, ramah, kurang tertib | 4 | |
Berani dan semangat, kurang ramah, kurang tertib | 3 | |
Kurang berani dan semangat, kurang ramah, kurang tertib | 2 | |
Tidak berani dan semangat, tidak ramah, tidak tertib | 1 |
I. Uji Coba Instrumen
Sebelum suatu instrumen digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba yang berguna untuk mengetahui validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterpercayaan) alat ukur tersebut. Instrumen diujicobakan pada sekolah lain yaitu siswa kelas XI A SMA N 1 Lendah sejumlah 30 siswa.
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2004: 5). Selanjutnya diungkapkan pula bahwa suatu tes atau pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas atau kesahihan berkaitan dengan permasalahan “apakah instrumen yang dimaksud untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan diukur tersebut” (Nurgiyantoro dkk, 2004: 336). Penelitian ini akan menggunakan uji validitas isi yaitu dengan menentukan perbedaan pembelajaran wawancara siswa dan menguji keefektifan pendekatan integratif yang dilakukan dengan cara mengkonsultasikan instrumen dengan kisi-kisi kepada ahlinya atau expert judgment yaitu guru bahasa Indonesia dan dosen pembimbing.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas tinggi apabila validitas butir soalnya tinggi. Selain harus memenuhi validitas konstruk, untuk menguji validitas konstruk peneliti menggunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson.
rxy =
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y
∑XY : jumlah perkalian skor total dengan skor item
∑X : jumlah skor item
∑Y : jumlah skor total
Winarsunu ( 2004: 7)
Dari analisis uji validitas dengan menggunakan program SPPS 15 for windows, dapat dilihat bahwa koefisien korelasi tiap-tiap aspek memiliki nilai lebih dari 0,3. Hal ini berarti bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipakai untuk memperoleh data kemampuan wawancara siswa.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Menurut Azwar (2004: 4), reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali dilakukan pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang sama. Selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengujian.
Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan penghitungan dengan rumus Alpha Cronbach. Hal ini dikarenakan skor instrumen yang digunakan berbentuk skala. Kriteria yang digunakan untuk membedakan jawaban adalah dengan melihat peringkat kebenarannya.
Untuk memperoleh data kemampuan wawancara siswa, penilaian dilakukan oleh dua orang korektor, yaitu peneliti sendiri dan seseorang yang dianggap mampu dalam hal penskoran tes menulis. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh memenuhi persyaratan reliabilitas instrumen. Hasil dari kedua penilaian tersebut selanjutnya dicari koefisien reliabilitasnya.
Tabel : Koefisien Uji Reliabilitas dan Interpretasi
Rentang Nilai | Interpretasi |
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00 | Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi |
Sugiyono, 2007: 172
Uji reliabilitas yang berupa instrumen tes dianalisis dengan menggunakan komputer program SPSS for Windows versi 15.0. Dari hasil analisis, diperoleh nilai koefisien alpha 0,918. Nilai tersebut lebih besar daripada 0,6. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.
J. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t atau t tes yang kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe. Uji t dipergunakan untuk menguji perbedaan mean terhadap kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang telah mendapat perlakuan dengan menggunakan pendekatan integratif dan kelompok kontrol yang tanpa menggunakan pendekatan integratif. Setelah dilakukan penghitungan dengan uji t kemudian penghitungan dilanjutkan dengan uji scheffe yang digunakan untuk melihat keefektifan pendekatan integratif dalam pembelajaran wawancara.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah segala yang diselidiki mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas ini digunakan rumus statistik Kolmogorov Smirnov (uji K-S).
Interpretasi hasil uji normalitas dengan melihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed). Adapun interpretasi dari uji normalitas adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat Alpha 5% (Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05), dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal,
b. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih kecil dari tingkat Alpha 5% (Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05), dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varian dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil dari populasi mempunyai varian yang sama dan tidak menunjukkan perbedaan signifikan satu sama lain. Pada penelitian ini, untuk menguju homogenitas varian data digunakan uji F yakni dengan membandingkan varian terbesar dengan varia terkecil. Rumus yang dikutip dari Nurgiyantoro (2002:202) sebagai berikut.
F =
Keterangan.
F : uji statistik
s²b : varian yang lebih besar
s²k : varian yang lebih kecil
Dalam penelitian ini, uji homogenitas dikenakan pada skor dan posttest menulis berita siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan dilakukan dengan melihat kaidah p. Jika nilai p>0,05, berarti data tersebut homogen. Tarad signifikansi yang dikehendaki adalah 5% (0,05) dengan db (N1-1) : (N2-1).
3. Uji t
Teknik analisis yang dipakai untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah uji t (t-test) untuk menguji apakah nilai rata-rata dari kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
t =
(Hadi, 1994:268)
Keterangan :
t : koefisien yang dicari
Mx : Mean dari sampel x
My : Mean dari sampel y
SDbM : Standar kesalahan perbedaan Mean
Hasil pengolahan data dengan rumus uji tersebut kemudian dikonsultasikan dengan tabel nilai-nilai t dengan taraf signifikansi 5 %. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel (to > tt ), maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan antara kedua kelompok yang dibandingkan.
4. Uji-Scheffe
Uji Scheffe dilakukan untuk mengetahui hasil peningkatan keterampilan wawancara siswa yang efektif antara yang menggunakan pendekatan integratif dan tanpa menggunakan pendekatan integratif. Rumus yang digunakan sebagai berikut.
Keterangan:
Xt : skor rerata dari kelompok 1
Xk : skor rerata dari kelompok 2
Ms. Within : Skor rerata squares dalam kelompok dari seluruh sampel
C : angka positif dan negatif yang jumlahnya harus nol
n1 : jumlah kasus dalam kelompok 1
nk : jumlah kasus dalam kelompok k
Untuk menilai hasil F maka perlu dibandingkan nilai F’ yang dihasilkan √ dari formulasi berikut:
Keterangan:
F’ : standar untuk F yang diperoleh
K : jumlah kelompok
Ft : nilai yang diperoleh dari tabel untuk F dengan alpha tertentu dan derajat kebebasan (k-l) dan (N-k).
K. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik disebut juga hipotesis nol (Ho). Hipotesis ini menyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.
Tidak ada perbedaan antara peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur yang diajar dengan pendekatan integratif dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan pendekatan integratif.
Ada perbedaan antara peningkatan kemampuan wawancara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galur yang diajar menggunakan pendekatan integratif dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan pendekatan integratif .
2.
Pembelajaran wawancara dengan menggunakan pendekatan integratif tidak lebih efektif dibanding dengan pembelajaran wawancara tanpa menggunakan pendekatan integratif.
Pembelajaran wawancara dengan menggunakan pendekatan integratif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan integratif.
Daftar Pustaka
Adhisupo, Mulyadi. Pelatihan Jurnalistik_ Info Jawa 12-15/12/2005. www.infojawa.org
Arikunto, Suharsimi. 2004. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Reaseacrh/CAR), Makalah Diklat Penulisan Artikel Ilmiah.
Arsjad, Azhar dkk. 1993. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesa. Jakarta: Erlangga.
Azwar, Saifudin. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Depdinas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djiwandono, S. 1996. Tes Bahasa dan Pengajaran. Bandung: ITB.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metode Research Jilid III. Yogyakarta: ANDI Offset.
Hendrikus, Dori Wuwur. 1991. Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,Bernegosiasi.
Jati, Ardika Primantiya. 2008. “Laporan Praktik Pengalaman Lapangan SMPN 5 Wates Yogyakarta.” FBS UNY.
Keraf, Gorys. 1993. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa . Ende: Nusa Indah.
Muchlison, dkk. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3 modul 1-9. Jakarta: Depdikbud
Murtingsih, Sri. 2003. “Pembelajaran Menulis Sastra dan Nonsastra di SMU Kelas I secara Terpadu Berdasarkan KBK”. Yogyakarta: Balai Bahasa
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
______________ 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
Tarigan, Djago. 1986. Teknik Keterampilan Berbicara. Bandung: FPBS IKIP.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Winarsunu, Tulus. 2004. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.
Wulandari, Purwanti. 2008. Peningkatan Apresiasi Cerita Pendek Dengan Pendekatan Integratif Membaca dan Mengarang Bagi Siswa Kelas IX A SMP N 1 Tanjungsari Gunungkidul. Skripsi. FBS UNY
mas andri kalau untuk skripsi' mas andri ttg wawancara jg gk mas? kbtulan proposal skripsi saya ttg wawancara... sy ingin menjdikan krya mas andri sbgai refeensi proposal skripsi sy blh? trmksh
BalasHapussorry balasnya telat.. lama gak lihat email..
BalasHapusyup... ada tes wawancaa.
selain itu, juga sebagai triangulasi data dalam penelitian ini melakukan wawancara kepada guru dan siswa mengenai pembelajaran mengenai pembahasan tersebut.
silakan saja mo diapain. semoga sukses
mz bro pnya skripsi tntng PEMBELAJARAN g..??
BalasHapusjrusan b.indo...