Aspek psikologis perwatakan tokoh novel Garis Tepi Seorang Lesbian karya herlinatiens
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sastra sebagai karya imajinatif tidak hanya membawa pesan, tetapi juga, meninggalkan kesan tersendiri bagi para pembacanya. Selain itu, dalam membaca karya sastra para pembaca akan mendapatkan kesenangan dan kegunaan yang diberikan oleh karya sastra itu yang berupa keindahan dan pengalaman-pengalaman jiwa yang bernilai tinggi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berkaitan dengan karya sastra, Sumardjo (1979: 19) berpendapat bahwa dari sekian banyak ragam sastra, novel merupakanan bentuk yang banyak digemari masyarakat. Dapat dikatakan bahwa novel merupakan cabang sastra yang paling populer di dunia, paling banyak dicetak dan paling banyak beredar. Hal ini disebabkan novel mempunyai daya komunikasi yang luas pada masyarakat, di samping mudah untuk dipahami dan dinikmati.
Novel sebagai salah satu karya dibentuk oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur intirinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara inhern. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan atau sudut pandang. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, postmodernisme dan biografi pengarang.
Seorang pembaca karya sastra akan lebih mengenal dengan jelas maksud cerita apabila mereka juga mengenal tokoh-tokoh ceritanya. Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan untuk suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:165).
Sudjiman (1984: 22) memberikan batasan tentang tokoh (dramatis personal) adalah tokoh rekaan yang memegang peranan di dalam roman atau drama. Sebagai salah satu unsur intrinsik, perwatakan memang penting keberadaannya dalam membangun sebuah karya sastra, namun perwatakan tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran unsur-unsur intrinsik lainnya.
Unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah karya sastra (novel) dapat dipahami melalui analisis sastra, yang dapat dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu: (1). Pendekatan objektif: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri. (2). Pendekatan ekspresi: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada penulis. (3). Pendekatan mimetik: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada semesta. (4). Pendekatan pragmatik: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada pembaca.
Dalam kaitannya dengan unsur ekstrinsik, empat pendekatan sastra di atas dapat ditinjau melalui suatu pendekatan yang berkaitan dengan salah satu unsur ekstrinsik yaitu pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis dalam sebuah karya sastra (novel) mempunyai emapat pengertian. Pertama pendekatan psikologis terhadap pengarang sebagai tipe atau pribadi, kedua adalah pendekatan psikologis terhadap proses kreatif atau penciptaan karya sastra, ketiga pendekatan terhadap tipe atau hukum-hukum psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan keempat adalah pendekatan psikologi terhadap pengaruh karya sastra dari pembaca. (Wellek dan Warren, 1980:90).
Penelitian ini mengkaji perwatakan tokoh yang ditinjau dari aspek psikologis. Watak tokoh dalam sebuah cerita merupakan bagian dari unsur intrinsik sebuah karaya sastra (novel), sehingga pendekatan sastra yang digunakan adalah pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra, sedangkan pendekatsn ekstrinsiknya adalah pendekatan psikologis terhadap tipe atau hukum-hukum psikoligi yang dapat ditimba dari karya sastra.
Novel yang dikaji dalam penelitian ini adalah novel hasil karya Herlinatiens, karena pengarang ini merupakan salah satu mahasiswa UNY yang aktif di berbagai kegiatan contohnya: LSM perempuan dan UNICEF. Beberapa tulisan, puisi, essay, dan cerpen dimuat dibeberapa penghargaan untuk penulisan karya tulis ilmiah remaja dan penelitian tingkat proponsi maupun nasional. Novel yang berjudul “Garis tepi seorang lesbian” sebagai hasil karyanya disajikan menggunakan bahasa yang bernilai stile tinggi. Keindahan dalam merangkai kata maupun menggambarkan sebuah refleksi kehidupan dengan suasana yang seolah-olah nyata.
Dalam novel “Garis tepi seorang lesbian” bagaimana watak para tokoh, hal-hal yang membentuk dan mengubah sikap para tokoh serta bagaimana mereka menghadapi persoalan dan benturan-benturan nilai yang berlaku akan sangat menarik bila dikaji dari sudut psikologis, khususnya psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi sosial. Tinjauan dari sudut tersebut akan membantu kita dalam upaya menahan diri sendiri dan memahami kehidupan. Hal ini sesuai dengan sifat sastra itu sendiri, di samping dituntut untuk memberi pesona, memberi hiburan, memberi hikmah cerita, juga dituntut adanya sesuatu yang bermanfaat bagi pemahaman terhadap manusia dan kehidupan ini.
Dalam kaitannya dengan psikologi perkembangan, tokoh cerita akan dipahami perwatakannya melalui perkembangannya dari lahir sampai dewasa atau tua, serta faktor-faktor apa saja yang telah membentuknya. Melalui psikologi kepribadian, tokoh cerita akan dikaji perwatakannya berdasarkan perwatakan sejak lahir, sedangkan melalui psikologi sosial tokoh cerita akan dikaji perwatakan dalam hubungannya dengan interaksi sosial, bukan hanya sebagai individu.
Akhirnya melalui penelitian ini akan ditujukan kepada para penikmat sastra khususnya pembaca karya ini, bahwa keindahan sebuah karya sastra khususnya novel “Garis tepi seorang lesbian” dapat ditelaah dan dinikmati melalui pendekatan psikologi dengan teori-teori psikologi yang mendukung.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari uraian di atas dapat didentifikasikan permasalahan yang berkaitan dengan aspek psikologi, yaitu sebagai berikut:
1. Latar belakang proses kreatif pengarang novel “Garis tepi seorang lesbian”.
2. Peran ilmu psikologi dalam proses kreatif pengarang novel “Garis tepi seorang lesbian”.
3. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian.
4. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan.
5. Faktor yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial.
6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik batin pada tokoh utama novel “Garis tepi seorang lesbian”.
7. Konflik antar tokoh dalam novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari aspek psikologi.
8. Bagaimana pengaruh latar cerita terhadap perwatakan tokoh dalam novel “Garis tepi seorang lesbian”?
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semua permasalahan akan dibahas melainkan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian.
2. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan.
3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial.
Ketiga permasalahan di atas ditekankan pada tokoh utama. Pembatasan masalah ini dilakukan bertujuan agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu luas, saling terkait, dan tetap mengacu pada judul. Dengan permasalahan yang terfokus, diharapkan pembahasan masalah akan lebih jelas dan mendalam.
D. RUMUSAN MASALAH
Dari pembatasan masalah di atas dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian?
2. Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan?
3. Faktor apasaja yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial?
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian?
2. Menjelaskan bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan?
3. Menjelaskan faktor apasaja yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial?
F. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang berjudul “Aspek psikologis perwatakan tokoh novel Garis Tepi Seorang Lesbian karya herlinatiens” dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Ada pun manfaat yang diharapkan adalah sebagi berikut:
1. Manfaat teorits.
• Sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra terutama dalam hal pengkajian aspek psikologi terhadap novel Indonesia.
• Menambah khasanah kepustakaan hasil penelitian dalam bidang sastra, terutama penelitian dari sudut pandang.
2. Manfaat praktis.
• Sebagai pemicu bagi mahasiswa dalam meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra yang terkait dengan pesan-pesan yang dikandung.
• Sebagai bahan pembanding dan renungan bagi pengamat sastra dalam meningkatkan wawasan keilmuannya terhadap karya sastra.
• Sebagai masukan bagi penikmat sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra yang terkait dengan pesan-pesan keindahan yang dikandung, khususnya aspek psikologi.
G. BATASAN ISTILAH
Kajian psikologi : penelitian terhadap suatu karya sastra dengan cara mendalami segi-segi kejiwaannya.
Perwatakan : penggambaran kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwa yang membedakan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya.
Psikologi perkembangan : psikologi yang membicarakan perkembangan manusia dari lahir sampai tua.
Psikologi kepribadian : psikologi yang mempelajari kepribadian manusia secara utuh baik pikiran, perasaan, dan kehidupannya secara keseluruhan sebagai kesatuan antara kehidupan jasmani dan rohani.
Psikologi sosial : psikologi yang mempelajari segi-segi psikologi dari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Kepribadian superior : bentuk-bentuk kepribadian yang berorientasi pada perbaikan kualitas kehidupan.
Kepribadian inferior : kepribadian individu yang cenderung tidak diharapkan kehadirannya kerena sifat jeleknya yang berpeluang besarmerugikan diri sendiri dan orang lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat novel sebagai karya sastra
Novel yang dalam bahasa Inggris disebut novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Novel diartikan juga sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan antar manusia (Alternberg dan Lewis via Nurgiyantoro, 1985: 2-3).
Dalam sebuah novel seorang pengarang dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks, termasuk di dalamnya unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 1995: 10). Lebih lanjut diungkapkan bahwa kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, dan menciptakan sebuah dunia yang “jadi”. Ini berarti membaca novel menjadi lebih mudah kerena karena tidak menuntut kita untuk memahami masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit (Stanton Via Nurgiyantoro, 1995: 11).
Bentuk yang bersifat pembeberan merupakan ciri lain yang tampak pula pada novel. Melalui karangannya itu seakan-akan pengarang pengarang berusaha untuk menguraikan seluruh ungkapan perasaan dan pikirannya secara panjang lebar atau terperinci. Segala peristiwa, kejadian, dan keseluruhan jalan hidup tokoh diceritakan sedemikian rupa sehingga dengan mudah mengikuti dan memahaminya. Selain itu, ada kesatuan-kesatuan makana dalam wujud paragraf atau alinea. Kesatuan-kesatuan tersebut saling berkaiatan satu dengan yang lainnya dan membentuk kesatuan yang lebih besar lagi sampai puncaknya membentuk kesatuan yang disebut cerita.bahasa yang digunakan dalam novel menunjukkan pengertian yang sebenarnya sehingga makna setiap kalimat pada novel ini langsung tertera dengan nyata dalam kalimat-kalimat tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 14) novel yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan (unity). Maksudnya adalah segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Penampilan berbagai peristiwa yang saling menyusul yang membentuk plot, meskipun tidak bersifat kronologis, namun haruslah tetap saling berkaitan secara logika. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kita dapat menemukan sebuah dunia yang padu dalam sebuah novel. Dunia imajiner yang ditawarkan novel merupakan dunia dalam skala besar dan komples, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berjalinan.
Sebagai salah satu jenis sastra novel dibentuk oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara inhern. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan atau sudut pandang. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, postmodernisme dan biografi pengarang.
2. Perwatakan dalam novel
Fungsi tokoh sangatlah penting untuk dapat memahami seluk beluk novel. Seorang pembaca novel akan dapat emnikmati dan memahami cerita dengan mengikuti tingkah laku tokoh dalam cerita. Menurut (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 65) tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Dalam pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan karya sastra baik berupa novel ataupun drama, kehadiran tokoh merupakan aspek yang penting karena melaui tokoh-tokoh inlah pengarang menciptakan konflik yang dapat berwujud menjadi sebuah tema.
Sukada melalui Pipit Dwi Komariah (1987: 63) berpendapat bahwa melalui tokoh-tokoh cerita, pengarang menyampaikan permasalahan dalam keseluruhan rangkaian cerita. Kecakapan menghidupkan tokoh-tokoh melalui imajinasi kreatif merupakan salah satu ciri utama yang baik dari pengarang. Lebih lanjut Semi (1988: 37-38) mengungkapkan bahwa dalam karaya sastra tokoh-tokoh yang digunakan sebagian besar adalah manusia. Manusia tersebut mempunyai watak sendiri-sendiri, maka dari itu tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan (karakterisasi) dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak-tanduk, ucapan, dan sejalan tidaknya antara yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Perilaku para tokoh dapat diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Cara mengungkapkan sebuah perwatakan dapat ditampilkan melaui pernyataan langsung, peristiwa, percakapan, monolog batin, dan kiasan atau sindiran.
Nurgiyantoro (1995: 167) berpendapat bahwa walaupun tokoh ceritanya hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yag hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang empunyai pikiran dam perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Dijelaskan pula oleh Sayuti (1988: 27) bahwa masalah kewajaran tokoh sering dikaitkan dengan kehidupan manusia. Seorang tokoh dikatakan wajar, relevan, jika ia mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendakya bersifat alami, memiliki lifelikeness (kesepertihidupan), paling tidak itulah harapan pembaca.
Wellek dan warren (1993: 266) mengemukakan bahwa dalam karya sastra secara garis besar tokoh dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tokoh statis atau tokoh datar (flat characterization) dan tokoh dinamis (round characterization). Tokoh statis adalah tokoh yang di dalam cerita perkembangan jiwanya tidak begitu bergejolak, biasanya dimiliki oleh tokoh pembantu. Tokoh dinamis ialah tokoh yang selama berlangsungnya cerita perkembangan jiwanya dapat dideteksi kelogisannya, atau tokoh yang kompleks. Tokoh dinamis ini dimiliki oleh tokoh utama, sebab tokoh ini menjadi titik pusat pembicaraan yang memegang peranan dalam menghidupkan cerita untuk menjadi penggerak alur cerita.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingya tokoh dala sebuah cerita, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (main character/central character) dan tokoh tambahan (peripherial character). Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Dapat dikatakan, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel, tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176-177).
3. Psikologi dalam sastra
Pendekatan psikologi dalam studi sastra adalah suatu pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori psikologi (Hardjana, 1995: 95). Munculnya pendekatan psikologi dalam kritik sastra berawal dari semakin meluasnya teori psikoanalisis Freud yang muncul pada tahun 1905, yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya seperti Jung dengan teori psikoanalisis dan Ricard dengan teori psikologi kepribadian (Roekhan , 1987:145).
Pada awal perkembangannya pendekatan dalam kritik sastra bertumpu pada dua jenis pendekatan moral dan pendekatan formal. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut para kritikus sastra mencoba menelaah dan menilai sebuah karya sastra berdasarkan aspek moral dan aspek formalnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan jaman, mulailah dirasakan pengaruh dari ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra, dan mengakibatkan munculnya dua pendekatan baru, yatiu: 1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori sosiologi, dan 2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan ilmu psikologi, termasuk di dalamnya pendekatan mitos (Hardjana, 1995: 59).
Pendekatan psikologi dalam karya sastra adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra. Hal ini terjadi karena dari kalangan pengarang, yang dengan sendirinya juga para kritikus sastra telah timbul kesadaran bahwa perkembangan dan kemajuan masyarakat tidaklah semata-mata diukur dari segi material, tetapi juga dari segi kejiwaan (Semi, 1989: 43).
Wellek dan Warren (1989: 90) menjelaskan tentang masuknya psikologi dalam bidang kritik sastra malalui empat pendekatan, yaitu: 1) pendekatan psikologi terhadap proses penciptaan sastra, 2) pendekatan psikologi terhadap pengarangnya, 3) pendekatan psikologi terhadap ajaran atau kaidah yang ditimba dari karya sasra, 4) pendekatan psikologi terhadap pengaruh karya sastra bagi pembacanya.
Dengan memanfaatkan pengetahuan psikologi maka dapat diamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam novel sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang aspek-aspek kejiwaan manusia maka penggunaan teori psikologi bisa dikatakan berhasil, karena dapat menjelaskan dan menafsirkan karya sastra.
Sama halnya dengan psikologi, mengkaji aspek kejiwaan para tokoh dalam sebuah novel berguna sebagai sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya bedanya gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikoligi yang dipelajari adalah gejala-gejala kejiwaan pada manusia riil. Walaupun demikian, keduanya dapat saling melengkapi dan mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia, kerena terdapat kemungkinan apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikolog, atau sebaliknya (Roekhan dalam Aminuddin melalui Isdarmini, 1996).
Manfaat lain psikologi dalam karya sastra terutama bagipara sastrawan adalah pengetahuan tentang psikologi yang dimilikinya akan mendorong kesungguhan dalam menguraikan gambaran watak dan mendorong mereka untuk lebih cermat dalam menggambarkan pergolakan jiwa tokoh-tokoh cerita mereka.
4. Teori-teori psikologi
Berdasarkan etimologinya “psikologi” bersalah dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu psyche dan logos. Kata psyche berarti jiwa atau ruh dan kata logos berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Dari kedua makna tersebut, kata psikologi kemudia diartikan sebagai ilmu pengatahuan tentang jiwa, atau sering disebut dengan istilah ilmu jiwa. (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 1).
Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah (1992: 4) dalam bukunya mengemukakan pendapat Wilhelm Wundt bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan, panca indera, pikiram, perasaan (feeling) dan kehendak. Lebih lanjut (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 9) menyatakan bahwa psikilogi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku atau aktifitas-aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.
Ilmu psikologi dibedakan menjadi psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki kegiaytan atau aktifitas psikis manusia pada umumnya, yang dewasa , yang normal, dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum berusaha mencari dalil-dalil yang bersifat umum dari kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis. Psikologi umum memandang manusia seakan-akan terlepas dari manusia lain (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 19). Psikologi khusus adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki segi-segi kekhususan dari aktifitas-aktifitas psikis manusia. Hal-hal khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus. Berkenaan dengan psikologi sastra yang meneliti perwatakan tokoh-tokoh utama novel “Garis tepi seorang lesbian” psikologi khusus yang akan dipergunakan adalah psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial.
1) Psikologi kepribadian
Psikologi kepribadian adalah psikologi yang membahas kepribadian secara utuh. Artinya yang dipelajari dalam psikologi kepribadian adalah seluruh pribadinya, bukan hanya pikiran atau perasaannya saja tetapi juga kehidupannya secara keseluruhan sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan rohani (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1986: 2).
Pribadi itu dapat berubah, oleh karena itu pribadi manusia dapat dipengaruhi oleh sesuatu, sehingga sering ada usaha untuk membentuk pribadi atau mendidik pribadi anak. Pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan dalam hubungannya dengan bakat, pendidikan, pengalaman, dan alam sekitarnya disebut watak (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1991: 10-11).
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan merupakan mahluk yang paling sempurna bila dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya. Manusia selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan secara fisiologis (fisik dan jasmani) maupun perubahan secara psikologis (kejiwaan). Dalam perkembangan manusia (individu) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan pribadi manusia. Lebih lanjut (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 43-48) menguraikan teori-teori mengenai faktor pembentuk kepribadian manusia.
Terdapat tiga teori yang membahas fakto-faktor yang mempengaruhi pribadi manusia, yaitu teori nativisme, teori empirisme, teori konvergensi. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan atau faktor-faktor individu yang dibawa sejak lahir. Teori yang kedua yaitu teori empirisme yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu.
Teori konvergensi merupakan teori yang muncul karena adanya perbedaan yang bertolak belakang antara kedua teori sebelumnya, dan merupakan gabungan dari kedua teori tersebut. Teori ini dikemukanan oleh William Stern yang menyatakan bahwa baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungannya mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Dengan kata lain perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir dan oleh fektor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan). Dari bermacam-macam teori perkembangan yang ada, teori yang dikemukakan oleh William Stern merupakan teori yang dapat diterima oleh para ahli pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan individu itu akan ditentukan oleh faktor pembawaan (faktor endogen) dan faktor keadaan lingkungan (faktor eksogen).
a) Faktor endogen
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu faktor atau sifat yang dibawa individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Faktor endogen terdiri dari: (1) Sifat bawaan yang berhubungan dengan jasmaniah, misalnya keadaan kulit (hitam, coklat, dan kuning atau putih). Sifat-sifat ini biasanya tidak berubah atau tidak dapat diubah oleh pengaruh dari luar. (2) Sifat-sifat pembawaan psikologis yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu tempramen, adalah sifat pembawaan yang berhubungan dengan fungsi fisiologis seperti darah, kelenjar, dan cairan lain yang terdapat dalam tubuh manusia dan bersifat konstan atau tidak dapat berubah. (3) Sifat pembawaan yang berupa watak, merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang tampak dalam perbuatannya sehari-hari sebagai hasil pembawaan maupun lingkungan (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 46). Jadi watak adalah satu-satunya sifat pembawaan yang dapat berubah atau dapat dipengaruhi oleh pengaruh dari luar (faktor eksogen). Selain itu watak dapat dikatan pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan, dalam hubungannya dengan bakat, pendidikan, pengalaman, dan alam sekitarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat, tindakan, dan pernyataan yang tampak dalam perbuatan sehari-hari merupakan pencerminan dari watak dan kepribadian seseorang.
b) Faktor eksogen
Di samping faktor endoben, faktor eksogen juga berpengaruh terhadap perkembangan manusia. Faktor eksogen merupakan faktor yang datang dari luar diri individu yang berupa pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang sering dikemukakan dengan pengertian lingkungan (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997:48). Menurut (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1991: 5) faktor eksogen dibedakan atas faktor sosial dan faktor non sosial. Faktor sosial meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor non sosial meliputi yang hidup dan yang mati (organis dan anorganis). Manusia dalam kehidupan da perkembangannya tidak pernah lepas dari hubungan satu dengan yang lainnya. Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan atau kesatuan on sich (suatu individu saja) tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi dalam perkembangannya manusia memerlukan berhubungan dengan dunia lingkungan luar.
Saleh melalui Pipit Dwi Komariah (1995: 67-76) membagi kepribadian dalam dua kelompok, yaitu kepribadian superior dan kepribadian inferior. Kepribadian superior adalah bentuk-bentuk kepribadian yang berorientasi pada perbaikan-perbaikan kualitas kehidupan. Karakteristik kepribadian superior diuraikan menjadi tujuh, yaitu:
1) Pertahanan ego
Pertahanan ego adalah sikap-sikap dasar seperti mudah menerima keadaan, terus-menerus bekerja, dan mempunyai kemandirian yang tinggi dengan mengandalkan kemampuan dan penilaian.
2) Percaya diri
Percaya diri adalah sikap tidak tergantung pada orang lain, tegas dan konstan (tidak berubah-ubah), cepat menentukan sikap, mengambil keputusan disertai dengan perhitungan yang matang, dan memiliki sifat persuatif sehingga memperoleh banyak dukungan.
3) Rela berkorban
Rela berkorban adalah sikap bersdia mengorbankan dirinya demi memenuhi kebutuhan orang lain atau mendahulukan kepentingan yang lebih umum dari pada kepentingan pribadi demi mewujudkan tujuan yang luhur dan mulia.
4) Sabar
Sabar adalah sikap tidak tergesa-gesa dalam mengambil jalan langkah dalam memecahkan masalah, juga tidak terpengaruh oleh penundaan dan bersedia menaati saat yang tepat untuk menerapkan strateginya.
5) Sikap idealistik
Sikap idealistik adalah sikap selektif dan berorientasi pada kesempurnaan dan standar tertentu.
6) Tepat janji
Tepat janji artinya konsisten dengan sikap yang dipilih baik pemikiran maupun kesepakatan yang dibuat bersama orang lain. Bila suatu saat ia melakukan ingkar janji, akan sangat merasa bersalah dan mengeluh.
7) Inovatif
Inovatif adalah sikap yang memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang benar dan selalu mencoba sesuatu yang baru atau perubahan.
Masih dikemukakan (Saleh melalui Pipit Dwi Komariah, 1995: 77-82), kepribadian inferior adalah kepribadian individu yang cenderung tidak diharapkan kehadirannya kerena sifat jeleknya yang berpeluang besarmerugikan diri sendiri dan orang lain. Ciri kepribadian inferior dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Depresi
Depresi merupakan salah satu bentuk yang menyebabkan emosi tergantung keseimbangannya sehingga yang bersangkutan cepat marah. Individu yang depresi sulit menggunakan akal sehatnya. Houck dalam (Saleh melalui Pipit Dwi Komariah, 1995: 77) mengemukakan dua penyebab depresi. Yang pertama adalah penyerehan diri, yaitu gangguan mental yang berakumulasi bila seseorang terus-menerus mengkritik dan membenci diri. Yang kedua adalah kasihan diri, yaitu merasa orang lain berhutang budi padanya, maka ketika respon orang lain tersebut tidak muncul atau kemunculannya berbeda dari yang diharapkan maka ia akan mengalami depresi. Orang depresi cenderung tidak bergairah sehingga penampilannya menunjukkan ekspresi kesedihan (murung, cepat marah, dan mudah tersinggung)yang berakibat enggan berinteraksi dengan oarang lain.
2) Suka pamer atau sombong
Suka pamer merupakan sikap suka memperlihatkan atau menunjukkan sesuatu pada orang lain, baik keahlian, kepandaian, ataupun kepemilikan yang sebenarnya hal tersebut tidak dibutuhkan atau diminta oleh oarang lain.
3) Tidak disiplin
Tidak disiplin merupakan perilaku yang cenderung tidak mengetahui aturan main yang ditetapkan bersama serta mempunyai tujuan untuk memperoleh sesuatu yang mengunutungkannya.
4) Pelupa
Ciri kepribadian pelupa berkaitan erat dengan lupanya individu terhadap hal yang dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya jadual acara maupun kurang disiplin dalam mencatat agenda tersebut.
5) Sulit membuat keputusan
Sulit membuat keputusan merupakan sikap individu yang sulit membuat keputusan apa saja atau yang membutuhkan waktu untuk membuat keputusan yang sempurna.
6) Tak acuh
Tak acuh adalah sikap kurang peduli terhadap hal-hal disekitarnya dan cenderung sibuk dengan dirinya sendiri.
7) Bersikap negatif
Bersikap negatif yaitu sikap yang cenderung hanya melihat sisi buruk atau kelemahan dari situasi dan kondisi tertentu. Biasanya timbul hanya untuk menutupi kekurangan yang justru dimilikinya. Sikap ini dapat terbentuk karena terus-menerus kecewa.
8) Tidak konsisten
Tidak konsisten merupaka refleksi dari tidak adanya kepercayaan diri, tidak adanya moral kejujuran, maupun kerena mudah dipengaruhi oleh orang lain.
2) Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan adalah psikologi yang membicarakan perkembangan manusia dari masa banyi sampai tua, yang mencakup: psikologi anak (mencakup, masa banyi), psikologi puber dan adolenasi (psikologi pemuda), psikologi dewasa, dan psikologi orang tua. Objek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai individu. (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1986: 254) menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah suatu hal yang menarik, kerena pada hakekatnya manusia adalah mahluk yang hidup dalam keadaan psikophisis, sosioindividualis, dan culturilreligius. Yang dimaksud manusia sebagai mahluk psikophisis, adalah manusia yang hidup secara jasmani dan rohani. Manusia sebagai mahluk sosioindividualis maksudnya bahwa manusia di samping sebagai mahluk sosial juga sebagai mahluk individu. Manusia sebagai mahluk culturilreligius adalah manusia sebagai mahluk yang diciptakan (oleh Yang Maha Pencipta) dan mahluk yang mencipta (kebudayaan).
Semua aspek dan sifat tersebut di atas akan berkembang dengan baik bila mendapat kesempatan dan bila masih memungkinkan, menurut irama, variasi, dan pribadi masing-masing. Bahwa perkembangan psikologik merupakan suatu proses yang dinamik. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan, akhirnya menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasi dan dimanifestasi.
Perkembangan kepribadian manusia mengalami bebera fase, yaitu fase pre natal dan tahun pertama, usia satu sampai empat tahun, anak pra sekolah dan anak sekolah, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.
Pengertian kedewasaan sebagai suatu fase dalam perkembangan dapat dipandang dari berbagai segi. Kedewasan bila dilihat dari segi psikologi perkembangan dapat berarti bahwa seseorang itu sudah tumbuh dan mencapai perkembangan secara penuh baik fisik maupun mentalnya, sudah selesai perkembangannya.Bila dilihat dari segi yuridis dan sosiologis, maka seseorang yang sudah dewasa adalah seseorang yang dianggap suadah harus mempunyai tanggung jawa terhadap perbuatan-perbuatannya sendiri. Ini berarti ia sudah dapat dikenai sanksi bila melanggar peraturan-peraturan hukum, norma-norma yang ada (Andriesen dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah, 1982: 241).
Berbicara mengenai kedewasaan, (Allport dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah, 1982:265) mengemukakan lebih jauh hal-hal yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah dewasa. Ada enam hal sebagai ciri orang yang memiliki psikologi dewasa, yaitu:
a) Adanya usaha pribadi pada salah satu lapangan yang penting dalam kebudayaan, yaitu pekerjaan, politik, agama, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
b) Kemampuan untuk mengadakan kontak yang hangat dalam hubungan-hubungan yang fungsional maupun yang tidak fungsional.
c) Suatu stabilitas batin yang fundamental dalam dunia perasaan dan dalam hubungannya dengan penerimaan diri sendiri.
d) Pengamatan, pikiran, dan tingkah laku menunjukkan sifat realitas yang jelas, namun masih ada relativismenya juga.
e) Dapat melihat diri sendiri seperti adanya dan juga dapat melihat segi-segi kehidupan yang menyenangkan.
f) Menemukan suatu bentuk kehidupan yang sesuai dengan gambaran dunia, atau filsafat hidup yang dapat merangkum kehidupan menjadi suatu kesatuan.
Dengan memperhatikan ciri-ciri orang dewasa secara psikologis dia atas dapat dikatakan bahwa kedewasaan merupakan suatu integritas dan kebutuhan dan kemampuan individual dengan pengharapan an tuntutan masyarakat. Dalam pelaksanaan integritas tersebut (kehidupan sehari-hari) sering terjadi konfliks terutama pada usia dewasa. Ursula dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah,, 1982: 277) berpendapat bahawa konflik itu terjadi karena berbagai situasi, antara lain:
a) Konflik dengan orang lain, timbul dalam hubungan sosial dengan tetangga, teman-teman kerja. Konflik ini dapat timbul karena perbedaan pendapat atau pandangan mengenai suatu hal.
b) Konflik politik, berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan mngenai hidup, aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dan pemerintahan yang bertentangan dengan hukum agama, hukum negara, dan hak asasi manusia.
Berdasarkan uraian di atas apat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan mempersolakan faktor-faktor yang umum yang mempengaruhi proses perkembangan (perubahan-perubahan) yang terjadi di dalam kepribadian yang khas. Titik berat yang diberikan para psikologi perkembangan ada pada relasi kepribadian dan perkembangan, karena kepribadian itulah yang berkembang.
3) Psikologi sosial
Psikologi sosial adalah ilmu yang menguraikan dan menerangkan kegiatan-kegiatan manusia, dan khususnya kegiatan-kegiatan dalam hubungannya dengan situasi sosial. Situasi sosial ini adalah situasi yang di dalamnya terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antar orang maupun anatar orang dengan hasil kebudayaan orang.
Sementara itu menurut (Roveck dan Warren dalam Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1981: 9) mengemukakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segi-segi psikologis dari tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah ilmu tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungan satu dengan yang lain. Kepribadian individu merupakan keseluruhan sistem psicho-physik yang berhubungan dengan lingkungan, karena perkembangan kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Lingkungan tempat individu tinggal mempengaruhi tingkah lakunya, dan individu sendiri akan berusaha mempengaruhi, mengusai, dan mengubah lingkungannya (terjadi hubungn timbal balik). Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai dua fungsi yaitu sebagai subjek dan sebagai objek. Inilah yang disebut interaksi sosial (Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1988: 25).
Dikatakan oleh pendapat (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah,1994: 65) interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, yaitu individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan timbal balik. Hubungan ini dapat terjadi antar individu dengan individu dan antar individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Dengan adanya beberapa individu yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, maka terbentuklah sebuah kelompok. Bila diamati dalam kehidupan di masyarakat ternyata ada banyak kelompok yang berbeda-beda. Misalnya ada kelompok pelajar, petani, pedagang, penguasa, dan sebagainya. Tiap-tiap kelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri-sendiri yang telah disepakati oleh para anggota kelompok sebagi tujuan bersama. Tujuan itu akan tercapai bila para anggota kelompok bisa bekerja sama dengan baik. Tetapi bila masing-masing anggota kelompok berjalan sendiri-sendiri maka kelompok tersebut akan mengalami perpecahan atau desintegrasi (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1994: 79-81).
Kelompok sosial yang pertama-tama dihadapi manusia adalah keluarga, sehingga pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga sangat menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain. Keluarga adalah lingkungan primer setiap individu sehingga hubungan antar manusia yang paling intensif dan yang paling awal terjadi pada keluarga. Praktis kelompok sosial yang dihadapi pertama oleh manusia adalah keluarga. Sebelum seseorang terjun kelingkungan luas, ia lebih dahulu mengenal lingkungan keluarga. Sebelum seseorang mengenal norma dan nilai dari masyarakat umum pertama ia menyerap norma dan nilai dari keluarga. Norma dan nilai dalam keluarga diturunkan kepada anak melaui pendidikan dan pengasuhan orang tua. Melaui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap anak anak diharapkan akan terbentuk pribadi yang bertanggung jawab dalam arti bisa memahami norma dan nilai yang ada.
Keutuhan keluarga juga menentukan perkembangn individu. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah keluarga itu ada ayah, ibu, dan anak. Jika seorang ibu mengasuh anak sendirian tanpa seorang ayah, ia akan merasa begitu berat menanggungya, seperti yang dinyataka oleh (Dagun melalui Pipit Dwi Komariah, 1990: 193-194) bahwa jika seorang ibu mengasuh anaknya sendirian maka ia akan merasa lebih cemas dan tidak tentram Selain itu sikap dan pergaulan orang tua yang dalam hal ini menjadi pemimpin keluarga sangat mempengaruhi dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak (Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1988: 97).
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan stempel dan pondasi dasar bagi perkembangan anak. Tingkah laku kriminal dari orang tua atau salah satu anggota keluarga bisa memberikan pengaruh (impact) yang menular dan infeksius pada lingkungannya, sehingga dapat mengakibatkan anak ikut-ikutan menjadi kriminal. Anak seorang pencuri bisa juga akan menjadi pencuri. Hal ini disebabkan karena kebiasaan mencuru itu bisa mengkondisionir pola tinglah laku dan sikap hidup para anggota keluarga lainnya. Jadi ada proses kondisionering.
Seorang manusia normal bukan sejak kelahirannya ditentukan untuk menjadi kriminal oleh faktor pembawaannya yang dalam saling mempengaruhi dengan lingkungannya menjelmakan tingkah laku kriminal, melainkan faktor-faktor yang terlibat dalam interaksi dengan lingkungan sosial itulah yang berpengaruh sehingga seseorang dapat menjadi orang kriminal.
B. Kerangka Berpikir
Dalam usaha memahami tokoh cerita dalam sebuah novel, peneliti berusaha memahaminya seperti memahami manusia sesungguhnya. Hal ini dikarenakan tokoh-tokoh yang dipakai dalam sebuah novel mempunyai kemiripan dan relevansi dengan manusia sesungguhnya, dan perkembangan jiwa yang dialami para tokoh mengacu pada sebuah kewajaran sebagaimana manusia dalam kehidupan sesungguhnya.
Setiap manusia memiliki watak dan kepribadian masing-masing yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Untuk dapat memahami watak manusia sesungguhnya digunakan ilmu psikologi, yaitu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia sebagai manifestasi kejiwaan. Ilmu psikologi dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) psikologi umum, adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki tingkah laku atau kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya, dan 2) psikologi khusus, adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktifitas-aktifitas psikis manusia.
Untuk memahami watak tokoh cerita dalam penelitian ini akan digunakan teori psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi sosial. Ketiga teori psikologi tersebut digunakan dengan mempertimbangkan bahwa teori-teori yang ada dalam ketiganya dianggap lebih tepat digunakan untuk menjawab pertanyaan peneliti yang ada. Dengan menggunakan teori psikologi perkembangan dan teori psikologi kepribadian, akan dapat diketahui perkembangan manusia sejak lahir sampai tua dan uga akan lebih dikenal bagaimana sebenarnya kepribadian serta watak seseorang (tokoh cerita) dalam novel “Garis tepi seorang lesbian”. Melalui teori psikologi sosial akan dapat diketahui bahwa manusia itu selalu mengadakan interaksi dengan manusia lain dan tidak dapat lepas dari lingkungan ekitarnya. Dalam interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok pasti akan terjadi konflik atau hal-hal yang bisa merubah atau menimbulkan sikap tertentu pada diri manusia.
Dengan menggunakan pendekatan psikologi diharapkan hasil penelitian yang maksimal, yaitu dapat memahami dan menjelaskan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi.
C. Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Penelitian yang pernah dilakukan sebelum penelitian ini dan dianggap relevan adalah Kajian Aspek Psikologis Perwatakan Tokoh Novel Trilogi Saskia, Kishi, dan Oteba Karya marga T oleh Pipit Dwi komariah. Penelitian ini menekankan pada tokoh utama yang terdapat dalam novel trilogi Saskia, Kishi, dan Oteba yang dianggap mempunyai peran yang cukup penting dalam jalannya cerita, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap tokoh tersebut ditinjau dari teori psikologi.
Penelitian ini memilik relevansi dengan penelitian ini karena dalam mengkaji perwatakan tokoh-tokohnya menggunakan pendekatan yang sama, yaitu pendekatan psikologis terhadap tipe atau hukum-hukum psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra. Psikologi khusus yang digunakan dalam penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya juga sejenis, yaitu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial. Ketiga ilmu psikologi ini digunakan untuk menjawab permasalahan tentang perwatakan tokoh-tokoh yang dikaji dalam novel.
BAN III
METODE PENELITIAN
A. Subjek penelitian
Subjek penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” karaya Herlinatiens, yang diterbitkan oleh Galang Press tahun 2003.
Fokous penelitian ini adalah keseluruhan perwatakan tokoh-tokoh utama novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” ditinjau dari aspek psikologi, dalam hal ini teori psikologi yang dipergunakan adalah psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial.
B. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat, dengan menyajikan butir-butir tinjauan psikologi perwatakan tokoh-tokoh yang tercermin dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1) membaca secara keseluruhan novel dengan tujuan mengetauhui identifikasi secara umum, 2) membaca secara cermat yang di dalamnya sudah dilakukan kegiatan menganalisis kalimat, paragraf, dialog, maupun monolog (yang merupakan data penelitian) yang berhubungan dengan perwatakan tokoh ditinjau dari teori psikologi, 3) mencatan hasil pembacaan yang berhubungan dengan perwatakan tokoh utama novel ke dalam kartu data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan perwatakan masing-masing tokoh utama. Dalam penafsiran data yang dianalisis dihubungkan dengan konsep tentang perwatakan tokoh-tokoh ditinjau dari teori psikologi dengan memperhatikan konteks.
Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena penelitian yang dilakukan merupakan penelitian pustaka jenis karya sastra berupa novel yaitu novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”
C. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitiatif adalah: 1) membanding-bandingkan antara data yang satu dengan data yang lain dengan tujuan untuk mengelompokkan dalam kategori yang sejenis, 2) mengkategorikan dan mnyejikan data dalam kartu data, 3) menggunakan hasil kategori dalam bentuk tabel yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif interpretatif, yaitu dilakukan dengan cara menginterpretasikan unsur perwatakan yang terdapat dalam novel tersebut, dan 4) melakuklan inferensi, yaitu membuat interpretasi atas data yang telah diolah menjadi suatu kesimpulan tentang perwatakan tokoh-tokoh utama dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”.
Penelitian ini berusaha untuk melakukan analisis terhasap perwatakan tokoh novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” ditinjau dari aspek psikologi secara apa adanya. Pendekatan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud mendeskripsikan ajaran atau kaidah psikologi khususnya psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial dari novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” tersebur. Oleh karena itu gambaran perwatakan tokoh utama dalam novel tersebut dibandingkan dengan gambaran perwatakan menurut teori psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial untuk mengetahui sejauh mana peran ilmu psikologi dalam suatu penciptaan karya sastra, khususnya novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”.
D. Inferensi
Data yang telah diseleksi, ditafsirkan (dimaknai) dengan menjelaskan hubungan antara perwatakan manusia riil dalam kehidupan nyata dengan perwatakan tokoh-tokoh imajiner yang terdapat dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” dengan memanfaatkan ilmu psikologi.
Melalui ilu psikologi kepribadian, perkembangan, dan sosial tokoh-tokoh dalam novel yang menjadi subjek penelitian dipahami dan dan dimaknai semua sikap, prilaku, dan dialog antar tokoh yang mencerminkan kepribadian atau perwatakan yang dimilikinya. Prosedur pemaknaan tersebut ditampung dengan kerangka berpikir bahwa perwatakan tokoh-tokoh yang terdapat dalm novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” tidak terlepas dari perwatakan manusia sesungguhnya. Hasil inferensi akan menunjukkan apakah perwatakan yang digambarkan pengarang dalam tokoh-tokohnya sesuai dengan perwatakan yang ada dalam manusia di alam nyata atau tidak.
E. Keabsahan data
Keabsahan data dalam penelitian ini dilukukan melalui pertimbanagn validitas dan reliabilitas data. Validitas data dilakukan dengan validitas semantik, yaitu dengan cara mengamati data-data yang berupa kalimat, paragraf, dialog maupun monolog yang mempunyai makna sesuai dengan perwatakan masing-masing tokoh utama. Dengan kata lain validitas semantik diperoleh dari makna-makna yang terdapat dalam konteks. Di samping menggunakan validiats semantik, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini juga menggunakan validitas referensial. Selain itu, data-data tersebut dikonsultasikan atau dimintakan pendapat dan pertimbanagn dari para ahli dalam hal ini dosen pembimbing.
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas intrater, yaitu dengan cara membaca dan mengkaji ulang untuk mendapatkan data yang konsisten. Selain itu, juga digunakan reliabilitas interrater, yaitu dengan cara mendiskusikan dengan sejawat. Dalam penelitian ini teman sejawat yang dimaksud adalah Andri Wicaksono (mahasiswa PBSI UNY angkatan 2001). Dari data yang valid itulah dan reliabel itulah jawaban atas pertanyaan peneliti diperoleh.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sastra sebagai karya imajinatif tidak hanya membawa pesan, tetapi juga, meninggalkan kesan tersendiri bagi para pembacanya. Selain itu, dalam membaca karya sastra para pembaca akan mendapatkan kesenangan dan kegunaan yang diberikan oleh karya sastra itu yang berupa keindahan dan pengalaman-pengalaman jiwa yang bernilai tinggi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berkaitan dengan karya sastra, Sumardjo (1979: 19) berpendapat bahwa dari sekian banyak ragam sastra, novel merupakanan bentuk yang banyak digemari masyarakat. Dapat dikatakan bahwa novel merupakan cabang sastra yang paling populer di dunia, paling banyak dicetak dan paling banyak beredar. Hal ini disebabkan novel mempunyai daya komunikasi yang luas pada masyarakat, di samping mudah untuk dipahami dan dinikmati.
Novel sebagai salah satu karya dibentuk oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur intirinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara inhern. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan atau sudut pandang. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, postmodernisme dan biografi pengarang.
Seorang pembaca karya sastra akan lebih mengenal dengan jelas maksud cerita apabila mereka juga mengenal tokoh-tokoh ceritanya. Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan untuk suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:165).
Sudjiman (1984: 22) memberikan batasan tentang tokoh (dramatis personal) adalah tokoh rekaan yang memegang peranan di dalam roman atau drama. Sebagai salah satu unsur intrinsik, perwatakan memang penting keberadaannya dalam membangun sebuah karya sastra, namun perwatakan tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran unsur-unsur intrinsik lainnya.
Unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah karya sastra (novel) dapat dipahami melalui analisis sastra, yang dapat dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu: (1). Pendekatan objektif: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri. (2). Pendekatan ekspresi: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada penulis. (3). Pendekatan mimetik: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada semesta. (4). Pendekatan pragmatik: adalah pendekatan yang menitik beratkan pada pembaca.
Dalam kaitannya dengan unsur ekstrinsik, empat pendekatan sastra di atas dapat ditinjau melalui suatu pendekatan yang berkaitan dengan salah satu unsur ekstrinsik yaitu pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis dalam sebuah karya sastra (novel) mempunyai emapat pengertian. Pertama pendekatan psikologis terhadap pengarang sebagai tipe atau pribadi, kedua adalah pendekatan psikologis terhadap proses kreatif atau penciptaan karya sastra, ketiga pendekatan terhadap tipe atau hukum-hukum psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan keempat adalah pendekatan psikologi terhadap pengaruh karya sastra dari pembaca. (Wellek dan Warren, 1980:90).
Penelitian ini mengkaji perwatakan tokoh yang ditinjau dari aspek psikologis. Watak tokoh dalam sebuah cerita merupakan bagian dari unsur intrinsik sebuah karaya sastra (novel), sehingga pendekatan sastra yang digunakan adalah pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra, sedangkan pendekatsn ekstrinsiknya adalah pendekatan psikologis terhadap tipe atau hukum-hukum psikoligi yang dapat ditimba dari karya sastra.
Novel yang dikaji dalam penelitian ini adalah novel hasil karya Herlinatiens, karena pengarang ini merupakan salah satu mahasiswa UNY yang aktif di berbagai kegiatan contohnya: LSM perempuan dan UNICEF. Beberapa tulisan, puisi, essay, dan cerpen dimuat dibeberapa penghargaan untuk penulisan karya tulis ilmiah remaja dan penelitian tingkat proponsi maupun nasional. Novel yang berjudul “Garis tepi seorang lesbian” sebagai hasil karyanya disajikan menggunakan bahasa yang bernilai stile tinggi. Keindahan dalam merangkai kata maupun menggambarkan sebuah refleksi kehidupan dengan suasana yang seolah-olah nyata.
Dalam novel “Garis tepi seorang lesbian” bagaimana watak para tokoh, hal-hal yang membentuk dan mengubah sikap para tokoh serta bagaimana mereka menghadapi persoalan dan benturan-benturan nilai yang berlaku akan sangat menarik bila dikaji dari sudut psikologis, khususnya psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi sosial. Tinjauan dari sudut tersebut akan membantu kita dalam upaya menahan diri sendiri dan memahami kehidupan. Hal ini sesuai dengan sifat sastra itu sendiri, di samping dituntut untuk memberi pesona, memberi hiburan, memberi hikmah cerita, juga dituntut adanya sesuatu yang bermanfaat bagi pemahaman terhadap manusia dan kehidupan ini.
Dalam kaitannya dengan psikologi perkembangan, tokoh cerita akan dipahami perwatakannya melalui perkembangannya dari lahir sampai dewasa atau tua, serta faktor-faktor apa saja yang telah membentuknya. Melalui psikologi kepribadian, tokoh cerita akan dikaji perwatakannya berdasarkan perwatakan sejak lahir, sedangkan melalui psikologi sosial tokoh cerita akan dikaji perwatakan dalam hubungannya dengan interaksi sosial, bukan hanya sebagai individu.
Akhirnya melalui penelitian ini akan ditujukan kepada para penikmat sastra khususnya pembaca karya ini, bahwa keindahan sebuah karya sastra khususnya novel “Garis tepi seorang lesbian” dapat ditelaah dan dinikmati melalui pendekatan psikologi dengan teori-teori psikologi yang mendukung.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari uraian di atas dapat didentifikasikan permasalahan yang berkaitan dengan aspek psikologi, yaitu sebagai berikut:
1. Latar belakang proses kreatif pengarang novel “Garis tepi seorang lesbian”.
2. Peran ilmu psikologi dalam proses kreatif pengarang novel “Garis tepi seorang lesbian”.
3. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian.
4. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan.
5. Faktor yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial.
6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik batin pada tokoh utama novel “Garis tepi seorang lesbian”.
7. Konflik antar tokoh dalam novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari aspek psikologi.
8. Bagaimana pengaruh latar cerita terhadap perwatakan tokoh dalam novel “Garis tepi seorang lesbian”?
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semua permasalahan akan dibahas melainkan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian.
2. Perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan.
3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial.
Ketiga permasalahan di atas ditekankan pada tokoh utama. Pembatasan masalah ini dilakukan bertujuan agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu luas, saling terkait, dan tetap mengacu pada judul. Dengan permasalahan yang terfokus, diharapkan pembahasan masalah akan lebih jelas dan mendalam.
D. RUMUSAN MASALAH
Dari pembatasan masalah di atas dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian?
2. Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan?
3. Faktor apasaja yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial?
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan Bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi kepribadian?
2. Menjelaskan bagaimana perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi perkembangan?
3. Menjelaskan faktor apasaja yang mempengaruhi perkembangan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi sosial?
F. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang berjudul “Aspek psikologis perwatakan tokoh novel Garis Tepi Seorang Lesbian karya herlinatiens” dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Ada pun manfaat yang diharapkan adalah sebagi berikut:
1. Manfaat teorits.
• Sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra terutama dalam hal pengkajian aspek psikologi terhadap novel Indonesia.
• Menambah khasanah kepustakaan hasil penelitian dalam bidang sastra, terutama penelitian dari sudut pandang.
2. Manfaat praktis.
• Sebagai pemicu bagi mahasiswa dalam meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra yang terkait dengan pesan-pesan yang dikandung.
• Sebagai bahan pembanding dan renungan bagi pengamat sastra dalam meningkatkan wawasan keilmuannya terhadap karya sastra.
• Sebagai masukan bagi penikmat sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra yang terkait dengan pesan-pesan keindahan yang dikandung, khususnya aspek psikologi.
G. BATASAN ISTILAH
Kajian psikologi : penelitian terhadap suatu karya sastra dengan cara mendalami segi-segi kejiwaannya.
Perwatakan : penggambaran kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwa yang membedakan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya.
Psikologi perkembangan : psikologi yang membicarakan perkembangan manusia dari lahir sampai tua.
Psikologi kepribadian : psikologi yang mempelajari kepribadian manusia secara utuh baik pikiran, perasaan, dan kehidupannya secara keseluruhan sebagai kesatuan antara kehidupan jasmani dan rohani.
Psikologi sosial : psikologi yang mempelajari segi-segi psikologi dari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Kepribadian superior : bentuk-bentuk kepribadian yang berorientasi pada perbaikan kualitas kehidupan.
Kepribadian inferior : kepribadian individu yang cenderung tidak diharapkan kehadirannya kerena sifat jeleknya yang berpeluang besarmerugikan diri sendiri dan orang lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat novel sebagai karya sastra
Novel yang dalam bahasa Inggris disebut novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Novel diartikan juga sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan antar manusia (Alternberg dan Lewis via Nurgiyantoro, 1985: 2-3).
Dalam sebuah novel seorang pengarang dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks, termasuk di dalamnya unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 1995: 10). Lebih lanjut diungkapkan bahwa kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, dan menciptakan sebuah dunia yang “jadi”. Ini berarti membaca novel menjadi lebih mudah kerena karena tidak menuntut kita untuk memahami masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit (Stanton Via Nurgiyantoro, 1995: 11).
Bentuk yang bersifat pembeberan merupakan ciri lain yang tampak pula pada novel. Melalui karangannya itu seakan-akan pengarang pengarang berusaha untuk menguraikan seluruh ungkapan perasaan dan pikirannya secara panjang lebar atau terperinci. Segala peristiwa, kejadian, dan keseluruhan jalan hidup tokoh diceritakan sedemikian rupa sehingga dengan mudah mengikuti dan memahaminya. Selain itu, ada kesatuan-kesatuan makana dalam wujud paragraf atau alinea. Kesatuan-kesatuan tersebut saling berkaiatan satu dengan yang lainnya dan membentuk kesatuan yang lebih besar lagi sampai puncaknya membentuk kesatuan yang disebut cerita.bahasa yang digunakan dalam novel menunjukkan pengertian yang sebenarnya sehingga makna setiap kalimat pada novel ini langsung tertera dengan nyata dalam kalimat-kalimat tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 14) novel yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan (unity). Maksudnya adalah segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Penampilan berbagai peristiwa yang saling menyusul yang membentuk plot, meskipun tidak bersifat kronologis, namun haruslah tetap saling berkaitan secara logika. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kita dapat menemukan sebuah dunia yang padu dalam sebuah novel. Dunia imajiner yang ditawarkan novel merupakan dunia dalam skala besar dan komples, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berjalinan.
Sebagai salah satu jenis sastra novel dibentuk oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara inhern. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan atau sudut pandang. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, postmodernisme dan biografi pengarang.
2. Perwatakan dalam novel
Fungsi tokoh sangatlah penting untuk dapat memahami seluk beluk novel. Seorang pembaca novel akan dapat emnikmati dan memahami cerita dengan mengikuti tingkah laku tokoh dalam cerita. Menurut (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 65) tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Dalam pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan karya sastra baik berupa novel ataupun drama, kehadiran tokoh merupakan aspek yang penting karena melaui tokoh-tokoh inlah pengarang menciptakan konflik yang dapat berwujud menjadi sebuah tema.
Sukada melalui Pipit Dwi Komariah (1987: 63) berpendapat bahwa melalui tokoh-tokoh cerita, pengarang menyampaikan permasalahan dalam keseluruhan rangkaian cerita. Kecakapan menghidupkan tokoh-tokoh melalui imajinasi kreatif merupakan salah satu ciri utama yang baik dari pengarang. Lebih lanjut Semi (1988: 37-38) mengungkapkan bahwa dalam karaya sastra tokoh-tokoh yang digunakan sebagian besar adalah manusia. Manusia tersebut mempunyai watak sendiri-sendiri, maka dari itu tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan (karakterisasi) dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak-tanduk, ucapan, dan sejalan tidaknya antara yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Perilaku para tokoh dapat diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Cara mengungkapkan sebuah perwatakan dapat ditampilkan melaui pernyataan langsung, peristiwa, percakapan, monolog batin, dan kiasan atau sindiran.
Nurgiyantoro (1995: 167) berpendapat bahwa walaupun tokoh ceritanya hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yag hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang empunyai pikiran dam perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Dijelaskan pula oleh Sayuti (1988: 27) bahwa masalah kewajaran tokoh sering dikaitkan dengan kehidupan manusia. Seorang tokoh dikatakan wajar, relevan, jika ia mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendakya bersifat alami, memiliki lifelikeness (kesepertihidupan), paling tidak itulah harapan pembaca.
Wellek dan warren (1993: 266) mengemukakan bahwa dalam karya sastra secara garis besar tokoh dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tokoh statis atau tokoh datar (flat characterization) dan tokoh dinamis (round characterization). Tokoh statis adalah tokoh yang di dalam cerita perkembangan jiwanya tidak begitu bergejolak, biasanya dimiliki oleh tokoh pembantu. Tokoh dinamis ialah tokoh yang selama berlangsungnya cerita perkembangan jiwanya dapat dideteksi kelogisannya, atau tokoh yang kompleks. Tokoh dinamis ini dimiliki oleh tokoh utama, sebab tokoh ini menjadi titik pusat pembicaraan yang memegang peranan dalam menghidupkan cerita untuk menjadi penggerak alur cerita.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingya tokoh dala sebuah cerita, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (main character/central character) dan tokoh tambahan (peripherial character). Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Dapat dikatakan, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel, tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176-177).
3. Psikologi dalam sastra
Pendekatan psikologi dalam studi sastra adalah suatu pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori psikologi (Hardjana, 1995: 95). Munculnya pendekatan psikologi dalam kritik sastra berawal dari semakin meluasnya teori psikoanalisis Freud yang muncul pada tahun 1905, yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya seperti Jung dengan teori psikoanalisis dan Ricard dengan teori psikologi kepribadian (Roekhan , 1987:145).
Pada awal perkembangannya pendekatan dalam kritik sastra bertumpu pada dua jenis pendekatan moral dan pendekatan formal. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut para kritikus sastra mencoba menelaah dan menilai sebuah karya sastra berdasarkan aspek moral dan aspek formalnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan jaman, mulailah dirasakan pengaruh dari ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra, dan mengakibatkan munculnya dua pendekatan baru, yatiu: 1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori sosiologi, dan 2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan ilmu psikologi, termasuk di dalamnya pendekatan mitos (Hardjana, 1995: 59).
Pendekatan psikologi dalam karya sastra adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra. Hal ini terjadi karena dari kalangan pengarang, yang dengan sendirinya juga para kritikus sastra telah timbul kesadaran bahwa perkembangan dan kemajuan masyarakat tidaklah semata-mata diukur dari segi material, tetapi juga dari segi kejiwaan (Semi, 1989: 43).
Wellek dan Warren (1989: 90) menjelaskan tentang masuknya psikologi dalam bidang kritik sastra malalui empat pendekatan, yaitu: 1) pendekatan psikologi terhadap proses penciptaan sastra, 2) pendekatan psikologi terhadap pengarangnya, 3) pendekatan psikologi terhadap ajaran atau kaidah yang ditimba dari karya sasra, 4) pendekatan psikologi terhadap pengaruh karya sastra bagi pembacanya.
Dengan memanfaatkan pengetahuan psikologi maka dapat diamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam novel sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang aspek-aspek kejiwaan manusia maka penggunaan teori psikologi bisa dikatakan berhasil, karena dapat menjelaskan dan menafsirkan karya sastra.
Sama halnya dengan psikologi, mengkaji aspek kejiwaan para tokoh dalam sebuah novel berguna sebagai sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya bedanya gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikoligi yang dipelajari adalah gejala-gejala kejiwaan pada manusia riil. Walaupun demikian, keduanya dapat saling melengkapi dan mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia, kerena terdapat kemungkinan apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikolog, atau sebaliknya (Roekhan dalam Aminuddin melalui Isdarmini, 1996).
Manfaat lain psikologi dalam karya sastra terutama bagipara sastrawan adalah pengetahuan tentang psikologi yang dimilikinya akan mendorong kesungguhan dalam menguraikan gambaran watak dan mendorong mereka untuk lebih cermat dalam menggambarkan pergolakan jiwa tokoh-tokoh cerita mereka.
4. Teori-teori psikologi
Berdasarkan etimologinya “psikologi” bersalah dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu psyche dan logos. Kata psyche berarti jiwa atau ruh dan kata logos berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Dari kedua makna tersebut, kata psikologi kemudia diartikan sebagai ilmu pengatahuan tentang jiwa, atau sering disebut dengan istilah ilmu jiwa. (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 1).
Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah (1992: 4) dalam bukunya mengemukakan pendapat Wilhelm Wundt bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan, panca indera, pikiram, perasaan (feeling) dan kehendak. Lebih lanjut (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 9) menyatakan bahwa psikilogi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku atau aktifitas-aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.
Ilmu psikologi dibedakan menjadi psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki kegiaytan atau aktifitas psikis manusia pada umumnya, yang dewasa , yang normal, dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum berusaha mencari dalil-dalil yang bersifat umum dari kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis. Psikologi umum memandang manusia seakan-akan terlepas dari manusia lain (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 19). Psikologi khusus adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki segi-segi kekhususan dari aktifitas-aktifitas psikis manusia. Hal-hal khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus. Berkenaan dengan psikologi sastra yang meneliti perwatakan tokoh-tokoh utama novel “Garis tepi seorang lesbian” psikologi khusus yang akan dipergunakan adalah psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial.
1) Psikologi kepribadian
Psikologi kepribadian adalah psikologi yang membahas kepribadian secara utuh. Artinya yang dipelajari dalam psikologi kepribadian adalah seluruh pribadinya, bukan hanya pikiran atau perasaannya saja tetapi juga kehidupannya secara keseluruhan sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan rohani (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1986: 2).
Pribadi itu dapat berubah, oleh karena itu pribadi manusia dapat dipengaruhi oleh sesuatu, sehingga sering ada usaha untuk membentuk pribadi atau mendidik pribadi anak. Pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan dalam hubungannya dengan bakat, pendidikan, pengalaman, dan alam sekitarnya disebut watak (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1991: 10-11).
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan merupakan mahluk yang paling sempurna bila dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya. Manusia selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan secara fisiologis (fisik dan jasmani) maupun perubahan secara psikologis (kejiwaan). Dalam perkembangan manusia (individu) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan pribadi manusia. Lebih lanjut (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 43-48) menguraikan teori-teori mengenai faktor pembentuk kepribadian manusia.
Terdapat tiga teori yang membahas fakto-faktor yang mempengaruhi pribadi manusia, yaitu teori nativisme, teori empirisme, teori konvergensi. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan atau faktor-faktor individu yang dibawa sejak lahir. Teori yang kedua yaitu teori empirisme yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu.
Teori konvergensi merupakan teori yang muncul karena adanya perbedaan yang bertolak belakang antara kedua teori sebelumnya, dan merupakan gabungan dari kedua teori tersebut. Teori ini dikemukanan oleh William Stern yang menyatakan bahwa baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungannya mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Dengan kata lain perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir dan oleh fektor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan). Dari bermacam-macam teori perkembangan yang ada, teori yang dikemukakan oleh William Stern merupakan teori yang dapat diterima oleh para ahli pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan individu itu akan ditentukan oleh faktor pembawaan (faktor endogen) dan faktor keadaan lingkungan (faktor eksogen).
a) Faktor endogen
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu faktor atau sifat yang dibawa individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Faktor endogen terdiri dari: (1) Sifat bawaan yang berhubungan dengan jasmaniah, misalnya keadaan kulit (hitam, coklat, dan kuning atau putih). Sifat-sifat ini biasanya tidak berubah atau tidak dapat diubah oleh pengaruh dari luar. (2) Sifat-sifat pembawaan psikologis yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu tempramen, adalah sifat pembawaan yang berhubungan dengan fungsi fisiologis seperti darah, kelenjar, dan cairan lain yang terdapat dalam tubuh manusia dan bersifat konstan atau tidak dapat berubah. (3) Sifat pembawaan yang berupa watak, merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang tampak dalam perbuatannya sehari-hari sebagai hasil pembawaan maupun lingkungan (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 46). Jadi watak adalah satu-satunya sifat pembawaan yang dapat berubah atau dapat dipengaruhi oleh pengaruh dari luar (faktor eksogen). Selain itu watak dapat dikatan pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan, dalam hubungannya dengan bakat, pendidikan, pengalaman, dan alam sekitarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat, tindakan, dan pernyataan yang tampak dalam perbuatan sehari-hari merupakan pencerminan dari watak dan kepribadian seseorang.
b) Faktor eksogen
Di samping faktor endoben, faktor eksogen juga berpengaruh terhadap perkembangan manusia. Faktor eksogen merupakan faktor yang datang dari luar diri individu yang berupa pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang sering dikemukakan dengan pengertian lingkungan (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997:48). Menurut (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1991: 5) faktor eksogen dibedakan atas faktor sosial dan faktor non sosial. Faktor sosial meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor non sosial meliputi yang hidup dan yang mati (organis dan anorganis). Manusia dalam kehidupan da perkembangannya tidak pernah lepas dari hubungan satu dengan yang lainnya. Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan atau kesatuan on sich (suatu individu saja) tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi dalam perkembangannya manusia memerlukan berhubungan dengan dunia lingkungan luar.
Saleh melalui Pipit Dwi Komariah (1995: 67-76) membagi kepribadian dalam dua kelompok, yaitu kepribadian superior dan kepribadian inferior. Kepribadian superior adalah bentuk-bentuk kepribadian yang berorientasi pada perbaikan-perbaikan kualitas kehidupan. Karakteristik kepribadian superior diuraikan menjadi tujuh, yaitu:
1) Pertahanan ego
Pertahanan ego adalah sikap-sikap dasar seperti mudah menerima keadaan, terus-menerus bekerja, dan mempunyai kemandirian yang tinggi dengan mengandalkan kemampuan dan penilaian.
2) Percaya diri
Percaya diri adalah sikap tidak tergantung pada orang lain, tegas dan konstan (tidak berubah-ubah), cepat menentukan sikap, mengambil keputusan disertai dengan perhitungan yang matang, dan memiliki sifat persuatif sehingga memperoleh banyak dukungan.
3) Rela berkorban
Rela berkorban adalah sikap bersdia mengorbankan dirinya demi memenuhi kebutuhan orang lain atau mendahulukan kepentingan yang lebih umum dari pada kepentingan pribadi demi mewujudkan tujuan yang luhur dan mulia.
4) Sabar
Sabar adalah sikap tidak tergesa-gesa dalam mengambil jalan langkah dalam memecahkan masalah, juga tidak terpengaruh oleh penundaan dan bersedia menaati saat yang tepat untuk menerapkan strateginya.
5) Sikap idealistik
Sikap idealistik adalah sikap selektif dan berorientasi pada kesempurnaan dan standar tertentu.
6) Tepat janji
Tepat janji artinya konsisten dengan sikap yang dipilih baik pemikiran maupun kesepakatan yang dibuat bersama orang lain. Bila suatu saat ia melakukan ingkar janji, akan sangat merasa bersalah dan mengeluh.
7) Inovatif
Inovatif adalah sikap yang memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang benar dan selalu mencoba sesuatu yang baru atau perubahan.
Masih dikemukakan (Saleh melalui Pipit Dwi Komariah, 1995: 77-82), kepribadian inferior adalah kepribadian individu yang cenderung tidak diharapkan kehadirannya kerena sifat jeleknya yang berpeluang besarmerugikan diri sendiri dan orang lain. Ciri kepribadian inferior dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Depresi
Depresi merupakan salah satu bentuk yang menyebabkan emosi tergantung keseimbangannya sehingga yang bersangkutan cepat marah. Individu yang depresi sulit menggunakan akal sehatnya. Houck dalam (Saleh melalui Pipit Dwi Komariah, 1995: 77) mengemukakan dua penyebab depresi. Yang pertama adalah penyerehan diri, yaitu gangguan mental yang berakumulasi bila seseorang terus-menerus mengkritik dan membenci diri. Yang kedua adalah kasihan diri, yaitu merasa orang lain berhutang budi padanya, maka ketika respon orang lain tersebut tidak muncul atau kemunculannya berbeda dari yang diharapkan maka ia akan mengalami depresi. Orang depresi cenderung tidak bergairah sehingga penampilannya menunjukkan ekspresi kesedihan (murung, cepat marah, dan mudah tersinggung)yang berakibat enggan berinteraksi dengan oarang lain.
2) Suka pamer atau sombong
Suka pamer merupakan sikap suka memperlihatkan atau menunjukkan sesuatu pada orang lain, baik keahlian, kepandaian, ataupun kepemilikan yang sebenarnya hal tersebut tidak dibutuhkan atau diminta oleh oarang lain.
3) Tidak disiplin
Tidak disiplin merupakan perilaku yang cenderung tidak mengetahui aturan main yang ditetapkan bersama serta mempunyai tujuan untuk memperoleh sesuatu yang mengunutungkannya.
4) Pelupa
Ciri kepribadian pelupa berkaitan erat dengan lupanya individu terhadap hal yang dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya jadual acara maupun kurang disiplin dalam mencatat agenda tersebut.
5) Sulit membuat keputusan
Sulit membuat keputusan merupakan sikap individu yang sulit membuat keputusan apa saja atau yang membutuhkan waktu untuk membuat keputusan yang sempurna.
6) Tak acuh
Tak acuh adalah sikap kurang peduli terhadap hal-hal disekitarnya dan cenderung sibuk dengan dirinya sendiri.
7) Bersikap negatif
Bersikap negatif yaitu sikap yang cenderung hanya melihat sisi buruk atau kelemahan dari situasi dan kondisi tertentu. Biasanya timbul hanya untuk menutupi kekurangan yang justru dimilikinya. Sikap ini dapat terbentuk karena terus-menerus kecewa.
8) Tidak konsisten
Tidak konsisten merupaka refleksi dari tidak adanya kepercayaan diri, tidak adanya moral kejujuran, maupun kerena mudah dipengaruhi oleh orang lain.
2) Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan adalah psikologi yang membicarakan perkembangan manusia dari masa banyi sampai tua, yang mencakup: psikologi anak (mencakup, masa banyi), psikologi puber dan adolenasi (psikologi pemuda), psikologi dewasa, dan psikologi orang tua. Objek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai individu. (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1986: 254) menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah suatu hal yang menarik, kerena pada hakekatnya manusia adalah mahluk yang hidup dalam keadaan psikophisis, sosioindividualis, dan culturilreligius. Yang dimaksud manusia sebagai mahluk psikophisis, adalah manusia yang hidup secara jasmani dan rohani. Manusia sebagai mahluk sosioindividualis maksudnya bahwa manusia di samping sebagai mahluk sosial juga sebagai mahluk individu. Manusia sebagai mahluk culturilreligius adalah manusia sebagai mahluk yang diciptakan (oleh Yang Maha Pencipta) dan mahluk yang mencipta (kebudayaan).
Semua aspek dan sifat tersebut di atas akan berkembang dengan baik bila mendapat kesempatan dan bila masih memungkinkan, menurut irama, variasi, dan pribadi masing-masing. Bahwa perkembangan psikologik merupakan suatu proses yang dinamik. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan, akhirnya menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasi dan dimanifestasi.
Perkembangan kepribadian manusia mengalami bebera fase, yaitu fase pre natal dan tahun pertama, usia satu sampai empat tahun, anak pra sekolah dan anak sekolah, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.
Pengertian kedewasaan sebagai suatu fase dalam perkembangan dapat dipandang dari berbagai segi. Kedewasan bila dilihat dari segi psikologi perkembangan dapat berarti bahwa seseorang itu sudah tumbuh dan mencapai perkembangan secara penuh baik fisik maupun mentalnya, sudah selesai perkembangannya.Bila dilihat dari segi yuridis dan sosiologis, maka seseorang yang sudah dewasa adalah seseorang yang dianggap suadah harus mempunyai tanggung jawa terhadap perbuatan-perbuatannya sendiri. Ini berarti ia sudah dapat dikenai sanksi bila melanggar peraturan-peraturan hukum, norma-norma yang ada (Andriesen dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah, 1982: 241).
Berbicara mengenai kedewasaan, (Allport dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah, 1982:265) mengemukakan lebih jauh hal-hal yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah dewasa. Ada enam hal sebagai ciri orang yang memiliki psikologi dewasa, yaitu:
a) Adanya usaha pribadi pada salah satu lapangan yang penting dalam kebudayaan, yaitu pekerjaan, politik, agama, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
b) Kemampuan untuk mengadakan kontak yang hangat dalam hubungan-hubungan yang fungsional maupun yang tidak fungsional.
c) Suatu stabilitas batin yang fundamental dalam dunia perasaan dan dalam hubungannya dengan penerimaan diri sendiri.
d) Pengamatan, pikiran, dan tingkah laku menunjukkan sifat realitas yang jelas, namun masih ada relativismenya juga.
e) Dapat melihat diri sendiri seperti adanya dan juga dapat melihat segi-segi kehidupan yang menyenangkan.
f) Menemukan suatu bentuk kehidupan yang sesuai dengan gambaran dunia, atau filsafat hidup yang dapat merangkum kehidupan menjadi suatu kesatuan.
Dengan memperhatikan ciri-ciri orang dewasa secara psikologis dia atas dapat dikatakan bahwa kedewasaan merupakan suatu integritas dan kebutuhan dan kemampuan individual dengan pengharapan an tuntutan masyarakat. Dalam pelaksanaan integritas tersebut (kehidupan sehari-hari) sering terjadi konfliks terutama pada usia dewasa. Ursula dalam Haditomo melalui Pipit Dwi Komariah,, 1982: 277) berpendapat bahawa konflik itu terjadi karena berbagai situasi, antara lain:
a) Konflik dengan orang lain, timbul dalam hubungan sosial dengan tetangga, teman-teman kerja. Konflik ini dapat timbul karena perbedaan pendapat atau pandangan mengenai suatu hal.
b) Konflik politik, berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan mngenai hidup, aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dan pemerintahan yang bertentangan dengan hukum agama, hukum negara, dan hak asasi manusia.
Berdasarkan uraian di atas apat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan mempersolakan faktor-faktor yang umum yang mempengaruhi proses perkembangan (perubahan-perubahan) yang terjadi di dalam kepribadian yang khas. Titik berat yang diberikan para psikologi perkembangan ada pada relasi kepribadian dan perkembangan, karena kepribadian itulah yang berkembang.
3) Psikologi sosial
Psikologi sosial adalah ilmu yang menguraikan dan menerangkan kegiatan-kegiatan manusia, dan khususnya kegiatan-kegiatan dalam hubungannya dengan situasi sosial. Situasi sosial ini adalah situasi yang di dalamnya terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antar orang maupun anatar orang dengan hasil kebudayaan orang.
Sementara itu menurut (Roveck dan Warren dalam Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1981: 9) mengemukakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segi-segi psikologis dari tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah ilmu tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungan satu dengan yang lain. Kepribadian individu merupakan keseluruhan sistem psicho-physik yang berhubungan dengan lingkungan, karena perkembangan kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Lingkungan tempat individu tinggal mempengaruhi tingkah lakunya, dan individu sendiri akan berusaha mempengaruhi, mengusai, dan mengubah lingkungannya (terjadi hubungn timbal balik). Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai dua fungsi yaitu sebagai subjek dan sebagai objek. Inilah yang disebut interaksi sosial (Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1988: 25).
Dikatakan oleh pendapat (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah,1994: 65) interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, yaitu individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan timbal balik. Hubungan ini dapat terjadi antar individu dengan individu dan antar individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Dengan adanya beberapa individu yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, maka terbentuklah sebuah kelompok. Bila diamati dalam kehidupan di masyarakat ternyata ada banyak kelompok yang berbeda-beda. Misalnya ada kelompok pelajar, petani, pedagang, penguasa, dan sebagainya. Tiap-tiap kelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri-sendiri yang telah disepakati oleh para anggota kelompok sebagi tujuan bersama. Tujuan itu akan tercapai bila para anggota kelompok bisa bekerja sama dengan baik. Tetapi bila masing-masing anggota kelompok berjalan sendiri-sendiri maka kelompok tersebut akan mengalami perpecahan atau desintegrasi (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1994: 79-81).
Kelompok sosial yang pertama-tama dihadapi manusia adalah keluarga, sehingga pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga sangat menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain. Keluarga adalah lingkungan primer setiap individu sehingga hubungan antar manusia yang paling intensif dan yang paling awal terjadi pada keluarga. Praktis kelompok sosial yang dihadapi pertama oleh manusia adalah keluarga. Sebelum seseorang terjun kelingkungan luas, ia lebih dahulu mengenal lingkungan keluarga. Sebelum seseorang mengenal norma dan nilai dari masyarakat umum pertama ia menyerap norma dan nilai dari keluarga. Norma dan nilai dalam keluarga diturunkan kepada anak melaui pendidikan dan pengasuhan orang tua. Melaui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap anak anak diharapkan akan terbentuk pribadi yang bertanggung jawab dalam arti bisa memahami norma dan nilai yang ada.
Keutuhan keluarga juga menentukan perkembangn individu. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah keluarga itu ada ayah, ibu, dan anak. Jika seorang ibu mengasuh anak sendirian tanpa seorang ayah, ia akan merasa begitu berat menanggungya, seperti yang dinyataka oleh (Dagun melalui Pipit Dwi Komariah, 1990: 193-194) bahwa jika seorang ibu mengasuh anaknya sendirian maka ia akan merasa lebih cemas dan tidak tentram Selain itu sikap dan pergaulan orang tua yang dalam hal ini menjadi pemimpin keluarga sangat mempengaruhi dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak (Ahmadi melalui Pipit Dwi Komariah, 1988: 97).
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan stempel dan pondasi dasar bagi perkembangan anak. Tingkah laku kriminal dari orang tua atau salah satu anggota keluarga bisa memberikan pengaruh (impact) yang menular dan infeksius pada lingkungannya, sehingga dapat mengakibatkan anak ikut-ikutan menjadi kriminal. Anak seorang pencuri bisa juga akan menjadi pencuri. Hal ini disebabkan karena kebiasaan mencuru itu bisa mengkondisionir pola tinglah laku dan sikap hidup para anggota keluarga lainnya. Jadi ada proses kondisionering.
Seorang manusia normal bukan sejak kelahirannya ditentukan untuk menjadi kriminal oleh faktor pembawaannya yang dalam saling mempengaruhi dengan lingkungannya menjelmakan tingkah laku kriminal, melainkan faktor-faktor yang terlibat dalam interaksi dengan lingkungan sosial itulah yang berpengaruh sehingga seseorang dapat menjadi orang kriminal.
B. Kerangka Berpikir
Dalam usaha memahami tokoh cerita dalam sebuah novel, peneliti berusaha memahaminya seperti memahami manusia sesungguhnya. Hal ini dikarenakan tokoh-tokoh yang dipakai dalam sebuah novel mempunyai kemiripan dan relevansi dengan manusia sesungguhnya, dan perkembangan jiwa yang dialami para tokoh mengacu pada sebuah kewajaran sebagaimana manusia dalam kehidupan sesungguhnya.
Setiap manusia memiliki watak dan kepribadian masing-masing yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Untuk dapat memahami watak manusia sesungguhnya digunakan ilmu psikologi, yaitu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia sebagai manifestasi kejiwaan. Ilmu psikologi dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) psikologi umum, adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki tingkah laku atau kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya, dan 2) psikologi khusus, adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktifitas-aktifitas psikis manusia.
Untuk memahami watak tokoh cerita dalam penelitian ini akan digunakan teori psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, dan psikologi sosial. Ketiga teori psikologi tersebut digunakan dengan mempertimbangkan bahwa teori-teori yang ada dalam ketiganya dianggap lebih tepat digunakan untuk menjawab pertanyaan peneliti yang ada. Dengan menggunakan teori psikologi perkembangan dan teori psikologi kepribadian, akan dapat diketahui perkembangan manusia sejak lahir sampai tua dan uga akan lebih dikenal bagaimana sebenarnya kepribadian serta watak seseorang (tokoh cerita) dalam novel “Garis tepi seorang lesbian”. Melalui teori psikologi sosial akan dapat diketahui bahwa manusia itu selalu mengadakan interaksi dengan manusia lain dan tidak dapat lepas dari lingkungan ekitarnya. Dalam interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok pasti akan terjadi konflik atau hal-hal yang bisa merubah atau menimbulkan sikap tertentu pada diri manusia.
Dengan menggunakan pendekatan psikologi diharapkan hasil penelitian yang maksimal, yaitu dapat memahami dan menjelaskan perwatakan tokoh novel “Garis tepi seorang lesbian” ditinjau dari teori psikologi.
C. Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Penelitian yang pernah dilakukan sebelum penelitian ini dan dianggap relevan adalah Kajian Aspek Psikologis Perwatakan Tokoh Novel Trilogi Saskia, Kishi, dan Oteba Karya marga T oleh Pipit Dwi komariah. Penelitian ini menekankan pada tokoh utama yang terdapat dalam novel trilogi Saskia, Kishi, dan Oteba yang dianggap mempunyai peran yang cukup penting dalam jalannya cerita, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap tokoh tersebut ditinjau dari teori psikologi.
Penelitian ini memilik relevansi dengan penelitian ini karena dalam mengkaji perwatakan tokoh-tokohnya menggunakan pendekatan yang sama, yaitu pendekatan psikologis terhadap tipe atau hukum-hukum psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra. Psikologi khusus yang digunakan dalam penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya juga sejenis, yaitu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial. Ketiga ilmu psikologi ini digunakan untuk menjawab permasalahan tentang perwatakan tokoh-tokoh yang dikaji dalam novel.
BAN III
METODE PENELITIAN
A. Subjek penelitian
Subjek penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” karaya Herlinatiens, yang diterbitkan oleh Galang Press tahun 2003.
Fokous penelitian ini adalah keseluruhan perwatakan tokoh-tokoh utama novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” ditinjau dari aspek psikologi, dalam hal ini teori psikologi yang dipergunakan adalah psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial.
B. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat, dengan menyajikan butir-butir tinjauan psikologi perwatakan tokoh-tokoh yang tercermin dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1) membaca secara keseluruhan novel dengan tujuan mengetauhui identifikasi secara umum, 2) membaca secara cermat yang di dalamnya sudah dilakukan kegiatan menganalisis kalimat, paragraf, dialog, maupun monolog (yang merupakan data penelitian) yang berhubungan dengan perwatakan tokoh ditinjau dari teori psikologi, 3) mencatan hasil pembacaan yang berhubungan dengan perwatakan tokoh utama novel ke dalam kartu data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan perwatakan masing-masing tokoh utama. Dalam penafsiran data yang dianalisis dihubungkan dengan konsep tentang perwatakan tokoh-tokoh ditinjau dari teori psikologi dengan memperhatikan konteks.
Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena penelitian yang dilakukan merupakan penelitian pustaka jenis karya sastra berupa novel yaitu novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”
C. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitiatif adalah: 1) membanding-bandingkan antara data yang satu dengan data yang lain dengan tujuan untuk mengelompokkan dalam kategori yang sejenis, 2) mengkategorikan dan mnyejikan data dalam kartu data, 3) menggunakan hasil kategori dalam bentuk tabel yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif interpretatif, yaitu dilakukan dengan cara menginterpretasikan unsur perwatakan yang terdapat dalam novel tersebut, dan 4) melakuklan inferensi, yaitu membuat interpretasi atas data yang telah diolah menjadi suatu kesimpulan tentang perwatakan tokoh-tokoh utama dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”.
Penelitian ini berusaha untuk melakukan analisis terhasap perwatakan tokoh novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” ditinjau dari aspek psikologi secara apa adanya. Pendekatan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud mendeskripsikan ajaran atau kaidah psikologi khususnya psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial dari novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” tersebur. Oleh karena itu gambaran perwatakan tokoh utama dalam novel tersebut dibandingkan dengan gambaran perwatakan menurut teori psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial untuk mengetahui sejauh mana peran ilmu psikologi dalam suatu penciptaan karya sastra, khususnya novel “Garis Tepi Seorang Lesbian”.
D. Inferensi
Data yang telah diseleksi, ditafsirkan (dimaknai) dengan menjelaskan hubungan antara perwatakan manusia riil dalam kehidupan nyata dengan perwatakan tokoh-tokoh imajiner yang terdapat dalam novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” dengan memanfaatkan ilmu psikologi.
Melalui ilu psikologi kepribadian, perkembangan, dan sosial tokoh-tokoh dalam novel yang menjadi subjek penelitian dipahami dan dan dimaknai semua sikap, prilaku, dan dialog antar tokoh yang mencerminkan kepribadian atau perwatakan yang dimilikinya. Prosedur pemaknaan tersebut ditampung dengan kerangka berpikir bahwa perwatakan tokoh-tokoh yang terdapat dalm novel “Garis Tepi Seorang Lesbian” tidak terlepas dari perwatakan manusia sesungguhnya. Hasil inferensi akan menunjukkan apakah perwatakan yang digambarkan pengarang dalam tokoh-tokohnya sesuai dengan perwatakan yang ada dalam manusia di alam nyata atau tidak.
E. Keabsahan data
Keabsahan data dalam penelitian ini dilukukan melalui pertimbanagn validitas dan reliabilitas data. Validitas data dilakukan dengan validitas semantik, yaitu dengan cara mengamati data-data yang berupa kalimat, paragraf, dialog maupun monolog yang mempunyai makna sesuai dengan perwatakan masing-masing tokoh utama. Dengan kata lain validitas semantik diperoleh dari makna-makna yang terdapat dalam konteks. Di samping menggunakan validiats semantik, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini juga menggunakan validitas referensial. Selain itu, data-data tersebut dikonsultasikan atau dimintakan pendapat dan pertimbanagn dari para ahli dalam hal ini dosen pembimbing.
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas intrater, yaitu dengan cara membaca dan mengkaji ulang untuk mendapatkan data yang konsisten. Selain itu, juga digunakan reliabilitas interrater, yaitu dengan cara mendiskusikan dengan sejawat. Dalam penelitian ini teman sejawat yang dimaksud adalah Andri Wicaksono (mahasiswa PBSI UNY angkatan 2001). Dari data yang valid itulah dan reliabel itulah jawaban atas pertanyaan peneliti diperoleh.
Komentar
Posting Komentar