STRATEGI RE-KREASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS X SMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran sastra tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan dasar tentang apresiasi sastra, tetapi juga bertujuan agar siswa memiliki keterampilan dan gemar menulis karya sastra. Dalam pelaksanaannya di sekolah, pengajaran sastra sering diarahkan pada pengetahuan saja. Hal ini membuktikan bahwa materi atau bahan yang diberikan kepada siswa hanya berkisar pada pengetahuan tentang pengertian dan jenis prosa, pengertian dan jenis puisi, periodisasi sastra Indonesia, nama-nama karya sastra dan pengarangnya serta garis besar isinya, pengertian setiap unsur karya sastra baik yang instrinsik maupun ekstrinsik, dan pengertian serta jenis gaya bahasa. Sebaliknya, pelaksanaan latihan mengapresiasi atau menulis karya sastra dalam hal ini puisi boleh dikatakan langka. Padahal, kegiatan jenis terakhir inilah yang dapat mewujudkan keterampilan dan kegemaran siswa terhadap apresiasi karya sastra Indonesia.
Tumbuhnya kesadaran siswa akan pentingnya menulis karya sastra akan mendorong mereka pada kemampuan melihat persoalan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak dan kepribadian. Pendeknya, bila salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan seseorang, maka tidak bisa tidak, pengajaran sastra mesti diletakkan sama pentingnya dengan pelajaran lain.
Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa diharapkan memiliki keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan.
Pembelajaran menulis karya sastra tentunya dapat menyeimbangkan kinerja otak kanan dan otak kiri. Otak kiri yang notabene lebih dapat menyerap segala hal yang bersifat eksak atau ilmu pasti yang termasuk di dalamnya perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan pengenalan tanda baca akan diseimbangkan dengan otak kanan yang meliputi ranah kesenian yang termasuk di dalamnya adalah semangat, motivasi, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, dan kegembiraan. Keseimbangan porsi antara otak kiri dan kanan tersebut akan membawa seorang anak pada kecerdasan intelegen dan emosional, yang pada akhirnya membawa anak itu pada tingkat kecerdasan yang sebenarnya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, ternyata penelitian ini mengandung beberapa permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:
1. Kegiatan pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas siswa kelas X SMA dalam menulis puisi melalui strategi Re-kreasi.
2. Tingkat apresiasi penulisan sastra khususnya puisi di kelas X SMA dirasakan masih kurang
3. Mengenalkan strategi Re-kreasi untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas X SMA dalam penulisan puisi.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini, yaitu bagaimanakah upaya peningkatan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan strategi Re-kreasi siswa kelas X SMA?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan upaya peningkatan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan strategi Re-kreasi siswa kelas X SMA.

E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Melalui Strategi Re-kreasi Siswa kelas X SMA maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis terhadap perkembangan menulis karya sastra terutama puisi dan pembelajaran puisi pada umumnya.
Manfaat secara khusus sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis: digunakan sebagai sumbangan ide atau gagasan secara ilmiah sehingga apa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam menggarap strategi pembelajaran apresiasi sastra khususnya menulis puisi.
2. Manfaat praktis: hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan tambahan pengalaman baru terhadap siswa serta perbaikan atau peningkatan kemampuan menulis karya sastra melalui strategi pembelajaran apresiasi yang lebih menekankan pada keterampilan dan kreativitas siswa dalam berpraktik menulis karya sastra khususnya puisi.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Puisi
Salah satu rahasia yang sesungguhnya tetap menjadi rahasia sepanjang masa adalah puisi. Bentuk paling tua dari kesusasteraan dalam sejarah peradaban manusia adalah puisi. Dan bentuk paling agung yang senantiasa diliputi kabut rahasia dalam kesusasteraan dunia adalah puisi.
Puisi pengertiannya sangat beragam, tetapi beberapa ahli merumuskan pengertian puisi dengan keintian yang serupa. Slamet Muljana (lewat Rakhmat Djoko Pradopo, 2002:113) mendefinisikan puisi sebagai bentuk sastra dalam pengulangan suara atau kata yang menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan dekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.
Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra tentunya harus mempunyai fungsi estetik yang harus ada dalam setiap penciptaan karya sastra. Puisi merupakan karya sastra. Rene Wellek dan Warren (lewat Jabrohim, dkk., 2003: 25) mengemukakan bahwa paling baik memandang kesusastraan sebagai karya yang di dalamnya fungsi estetikanya dominan, yaitu fungsi seninya yang berkuasa. Tanpa fungsi, seni itu karya kebahasaan tidak dapat disebut sebagai karya (seni) sastra. Puisi sebagai karya sastra, maka fungsi estetiknya dominan dan didalamnya ada unsur-unsur estetiknya. Unsur-unsur keindahan ini merupakan unsur-unsur kepuitisannya, misalnya persajakan, diksi (pilihan kata), irama, dan gaya bahasanya. Gaya bahasa meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, yaitu efek estetikanya atau aspek kepuitisannya. Jenis-jenis gaya bahasa itu meliputi semua aspek bahasa, yaitu bunyi, kata, kalimat, dan wacana yang dipergunakan secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu itu. Semua itu merupakan aspek estetika atau aspek keindahan puisi.
Sementara itu, Rakhmat Djoko Pradopo (2002: 7) menyatakan bahwa puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan.
Luxemburg dkk. (1986: 175) menjelaskan bahwa teks puisi ialah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama sebuah alur. Teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu. Definisi ini tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra, melainkan juga ungkapan bahasa yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa.
Adapun A. Richard seperti dikutip Tarigan (1991: 9) berpendapat bahwa hakikat puisi mengandung makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema, perasaan, nada, dan amanat. Hal ini sejalan dengan Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 124-125) yang menyatakan 4 arti puisi, yakni arti lugas (gagasan penyair), perasaan penyair, nada, dan itikad.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa pada hakikatnya puisi itu adalah salah satu karya sastra yang mempunyai nilai estetik (seni) yang tinggi dan berasal dari interpretasi pengalaman hidup manusia yang digubah dalam wujud yang paling berkesan atau sebagai hasil imajinasi dan gagasan penyair yang dituangkan dalam bentuk tipografi yang spesifik. Puisi itu sendiri selalu berubah. Perubahan itu berdasarkan dari perkembangan evolusi selera serta perubahan konsep estetik manusia. Tetapi, satu yang tidak berubah dari puisi yaitu ketaklangsungan ucapannya. Hal inilah yang membuat puisi menjadi istimewa.

B. Struktur Puisi
Adapun unsur-unsur pembangun puisi menurut Jabrohim dkk. (2003: 35-57) ialah diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, tipografi, dan sarana retorika. Tarigan (1991: 28) menyatakan bahwa metode puisi terdiri atas (1) diksi, (2) imaji/imagery, (3) kata nyata, (4) majas, (5) ritme dan rima. Hal ini sejalan dengan unsur-unsur puisi yang disebutkan oleh Suminto A. Sayuti (2000) menyebutkan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam puisi meliputi bunyi dan aspek-aspeknya, diksi, citraan, bahasa kias, sarana retorik, wujud visual, dan makna puisi.
Herman J. Waluyo (1995:27) berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri dari baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Bait-bait itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai sebuah wacana. Struktur fisik merupakan medium pengungkap struktur batin puisi. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi menurut Herman J. Waluyo adalah: diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputii lambang dan kiasan), bersivikasi (meliputi rima, ritma, dan metum), tipografi, dan sarana retorika. Dengan demikian, ada tujuh macam unsur yang termasuk struktur fisik. Adapun struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.
Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu:
1. Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
2. Feeling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
3. Tone (nada)
Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
4. Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair
Untuk memberikan pengertian yang lebih memadai, berikut ini dikemukakan uraian mengenai unsur-unsur pembangun puisi tersebut.

1) Diksi
Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra khususnya puisi. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan.

2) Pengimajian
Pengimajian ini berguna untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental, dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imaji. Cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu biasa disebut dengan istilah citraan (imagery). Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian.

3) Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Penyair berusaha mengkonkretkan kata-kata, maksudnya kata-kata itu diupayakan dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian.

4) Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif oleh Herman J. Waluyo disebut juga sebagai majas. Bahasa puisi dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Rakhmat Djoko Pradopo (2002:62) menguraikan ada beberapa gaya bahasa atau majas yang sering muncul dalam puisi. Adapun beberapa majas tersebut antara lain :
a. Perbandingan
Perbandingan atau perumpamaan atau simile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, semisal, seumpama, laksana, sepantun, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
b. Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan yang lain yang sesungguhnya tidak sama. Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan term kedua (secaondary term). Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan sedangkan term kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan, misalnya ‘bumi ‘adalah ‘perempuan jalang.’ ‘Bumi’ adalah term pokok, sedangkan ‘perempuan jalang’ term kedua atau vehicle.
c. Allegori
Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kisan. Cerita kiasan atau lukisan kisan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Allegori ini sesungguhnya metafora yang dilanjutkan. Misalnya “Menuju ke Laut”, sajak Sutan Takdir Alisjahbana. Sajak itu melambangkan angkatan baru yang berjuang ke arah kemajuan.
d. Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan para penyir dari dahulu hingga sekarang. Personifikasi membuat hidup lukisan, disamping itu memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret.

e. Metonimia
Metonimi ini dalam bahasa Indonesia sring disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.

5) Versifikasi
Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum, ritma dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Marjorie Boulton menyebut rima sebagai phonetic form. Jika fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Rima ini meliputi onomatope (tiruan terhadap bunyi-bunyi), bentuk intern pola bunyi (misalnya: aliterasi, asonansi, persamaan akhir, peramaan awal, sajak berulng, sajak penuh), intonasi, repetisi bunyi atau kata, dan persamaan bunyi. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang tetap, dan alun suara menaik dan menurun yang tetap.

6) Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitet. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitet yang disebut bait.

7) Sarana Retorika
Dalam kaitannya dengan puisi, pada umumnya sarana retorika menimbulkan ketegangan puitis, karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksud oleh penyairnya. Tema puisi berhubungan erat dengan penyairnya, terutama pada konsep-konsep yang diimajinasikannya Rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya (Tarigan, 1991: 11). Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itulah, suatu tema yang sama sering kali menghasilkan puisi yang berbeda, tergantung suasana perasaan penyair yang menciptakan puisi itu. Nada dalam puisi adalah sikap penyair kepada pembaca (Jabrohim dkk, 2003: 66). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarigan (1991: 18) bahwa nada adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya atau dengan kata lain sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Dalam menulis puisi, penyair bisa bersikap menggurui, mengejek, menasihati, atau menyindir meski kadang sikap itu disamarkan melalui gaya bahasa dan sarana retorika yang dipakai dalam puisi. Amanat atau tujuan dalam puisi ialah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat lugas, objektif, dan khusus. Makna bersifat kias, subjektif, dan umum (Jabrohim dkk, 2003: 67).

C. Menulis Puisi sebagai Proses Kreatif Karya Sastra
Mengapa kegiatan menulis harus diajarkan? Sebab menulis dapat memberikan berbagai manfaat. Menurut Akhadiah (1995:1), ada beberapa manfaat menulis. Menulis dapat menambah wawasan mengenai suatu topik karena penulis mencari sumber informasi tentang topik tersebut. Menulis merupakan sarana mengembangkan daya pikir atau nalar dengan mengumpulkan fakta, menghubungkannya, kemudian menarik kesimpulan. Menulis juga dapat memperjelas sesuatu kepada diri penulis karena gagasan-gagasan yang semula masih berserakan dan tidak runtut di dalam pikiran, dapat dituangkan secara runtut dan sistematis.
Melalui kegiatan menulis, sebuah gagasan akan dapat dinilai dengan mudah. Manfaat menulis yang lainnya adalah dapat memecahkan masalah dengan lebih mudah, memberi dorongan untuk belajar secara aktif, dan membiasakan diri berpikir dan berbahasa secara tertib. Mengingat kemampuan menulis merupakan sebuah keterampilan penting yang harus dikuasai oleh siswa, perlu adanya pembinaan dan pengembangan secara intensif dan berkesinambungan.
Lebih khusus lagi, Jabrohim dkk (2003:67) mengemukakan bahwa menulis kreatif sastra (puisi) merupakan suatu kegiatan seseorang “intelektual” yang menuntut seorang penulis harus benar-benar cerdas, menguasai bahasa, luas wawasannya, sekaligus peka perasaannya. Syarat-syarat tersebut menjadikan hasil penulisan puisi berbobot intelektual, tidak sekedar bait-bait kenes, cengeng, dan sentimental. Menulis puisi juga dapat menggabungkan antara pengembangan fakta-fakta empirik dengan daya imajinasi menjadi sebuah tulisan yang bermakna bagi manusia yang mempunyai kesadaran eksistensial. Hal ini akan tercapai apabila penulis puisi (penyair) banyak mengasah kepekaan kritisnya dan banyak melaksanakan proses kreatif. Lebih khusus lagi dalam hal ini melalui strategi Re-kreasi. Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakannya penelitian mengenai peningkatan kemampuan menulis puisi melalui strategi Re-kreasi.
Menulis puisi merupakan salah satu bentuk menulis kreatif. Menulis puisi adalah suatu kegiatan intelektual, yakni kegiatan yang menuntut seseorang harus benar-benar cerdas, menguasai bahasa, luas wawasannya, dan peka perasaannya. Menulis puisi bermula dari proses kreatif, yakni mengimajikan atau mengembangkan fakta-fakta empirik yang kemudian diwujudkan dalam bentuk puisi. Kemudian, untuk menuangkannya menjadi sebentuk puisi, terlebih dahulu memahami unsur-unsur pembentuk puisi (Jabrohim dkk., 2003: 31-33). Adapun unsur-unsur pembangun puisi menurut Jabrohim dkk. (2003: 35-57) ialah diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, tipografi, dan sarana retorika.
Jenis sarana retorika itu bermacam- macam. Selain terdapat struktur fisik dalam puisi, Herman J. Waluyo juga menjelaskan tentang struktur batin yang terdapat dalam puisi. Menurut Herman J. Waluyo, struktur batin mencakup tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat. Keempat unsur itu menyatu dalam ujud penyampaian bahasa penyair.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang dan menjadi dasar bagi puisi yang diciptakan penyair. Tema puisi berhubungan erat dengan penyairnya, terutama pada konsep-konsep yang diimajinasikannya. Tarigan (1991:10) mengemukakan bahwa setiap puisi mengandung suatu “subject matter” yang dikemukakan atau ditonjolkan. Makna yang terkandung dalam “subject matter” itulah yang dimaksudkan dengan istilah tema. Tema sering kali dituangkan atau disampaikan oleh penyairnya secara implisit, tidak disebutkan secara gamblang dalam puisi.
Rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya (Tarigan, 1991: 11). Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itu, suatu tema yang sama sering kali menghasilkan puisi yang berbeda, tergantung suasana perasaan penyair yang menciptakan puisi itu.
Nada dalam puisi adalah sikap penyair kepada pembaca (Jabrohim dkk, 2003: 66). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarigan (1991: 18) bahwa nada adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya atau dengan kata lain sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Dalam menulis puisi, penyair bisa bersikap menggurui, mengejek, menasihati, atau menyindir meski kadang sikap itu disamarkan melalui gaya bahasa dan sarana retorika yang dipakai dalam puisi.
Amanat atau tujuan dalam puisi ialah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat lugas, objektif, dan khusus sedangkan makna bersifat kias, subjektif, dan umum (Jabrohim dkk, 2003: 67).
Stephen Spender melalui Tarigan (1991: 48) menyebutkan lima hal yang diperlukan dalam menciptakan suatu puisi, yakni: (1) konsentrasi/consentration, (2) inspirasi/inspiration, (3) kenangan/ memory, (4) keyakinan/faith, (5) lagu/song. Kelima unsur ini akan sangat berperan dalam menciptakan atau menulis puisi.

D. Strategi Re-Kreasi
Istilah “Re-kreasi” dapat diartikan sebagai upaya ‘penciptaan kembali’. Strategi “Re-Kreasi” dalam implementasinya berupaya menerapkan kegiatan ‘penciptaan kembali’. Dalam implementasinya, pengajar memberikan cukup ruang bagi siswa untuk menulis puisi berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalam puisi lain yang pernah dibacanya. Istilah “re-kreasi” ini semula penulis temukan dalam hubungan strategi strata yang dikenalkan oleh Hilda Taba, yakni (1) tahap penjelaahan, (2) tahap interpretasi, dan (3) tahap re-kreasi.

E. Penilaian Keterampilan Menulis Puisi
Menurut Arifin yang dikutip Suriamiharja dkk (1996: 5), keterampilan menulis dapat dilihat melalui jalan tes; karena tes merupakan suatu cara dalam rangka kegiatan evaluasi, yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh siswa, kemudian pekerjaan dan jawaban itu akan menghasilkan nilai tentang perilaku siswa tersebut.
Burhan Nurgiyantoro (2001: 298 – 305) mengungkapkan bahwa cara menilai kemampuan menulis adalah melalui jalan tes. Namun, ditegaskan olehnya bahwa penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistik, impresif, dan selintas; yaitu penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan siswa secara selintas.
Selain penilaian yang bersifat holistik, diperlukan pula penilaian secara analitis agar guru dalam memberikan nilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi lebih rinci tentang kemampuan siswanya. Penilaian dengan pendekatan analitis merinci tulisan dalam kategori tertentu. Pengkategorian itu sangatlah bervariasi, bergantung pada jenis tulisan itu sendiri. Namun, pada pokoknya pengkategorian hendaknya meliputi:
1. kualitas dan ruang lingkup isi,
2. organisasi dan penyajian isi,
3. gaya dan bentuk bahasa,
4. mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, keterampilan tulisan, dan kebersihan, dan
5. respon afektif guru terhadap karya tulis.
Aspek Indikator
Bentuk Majas/gaya bahasa, Diksi, Ritme dan irama, Citraan/imageri, Kata nyata
Isi Kesatuan tema, Amanat/tujuan, Nada, Rasa

F. Tahap-tahap Menulis Puisi
1. Tahap prakarsa
Tahap prakarsa merupakan tahap pencarian ide untuk dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa puisi. Ide-ide dapat berupa pengalaman-pengalaman seseorang untuk melakukan tugas atau memecahkan masalah-masalah tertentu. Di samping itu ide dapat dicari dari sesuatu yang langsung dilihat. Makin banyak orang mempunyai ide, makin mudah untuk menulis puisi.
2. Tahap Pelanjutan
Tahap ini merupakan tahap tindak lanjut dari tahap pencarian ide setelah seseorang mendapatkan ide-ide dari berbagai sumber dan cara,kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan ide-ide tersebut menjadi sebuah puisi. Dalam tahap pelanjutan ini, setelah dikembangkan kemudian direvisi, karena manusia tidak akan lepas dari kesalahan.
3. Tahap Pengakhiran
Adapun puisi yang diajarkan siswa adalah puisi transparan yang merupakan bentuk puisi sederhana. Di samping itu, dalam latihan penulisan puisi ini tidak hanya untuk mempertajam pengamatan dan meningkatkan kemampuan bahasa. Siswa diharapkan dapat memperoleh minat segar yang muncul dari kedalaman puisi itu sendiri. Adapun cara membina siswa agar mereka dapat menulis dengan baik adalah:
• Memanfaatkan model atau teknik.
Dalam pemanfaatan model mungkin siswa diperkenalkan atau diperlihatkan puisi yang mudah dipahami dan unsur-ursur yang terkandung di dalamnya jelas. Apabila guru tersebut dengan menggunakan teknik guru berusaha mencari teknik yang cocok oleh siswa tersebut.
• Unsur-unsurnya
Dalam pembelajaran menulis puisi, sebelum siswa mulai menulis dijelaskan mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam puisi.
• Kebakatannya
Kebakatan siswa perlu diketahui oleh guru, kemudian bakat itu diarahkan dan dikembangkan dengan teknik-teknik tertentu.
Berikut adalah tips publikasi karya puisi menurut Gunawan B.Santoso, dkk. (2008:75).
• Puisi dikirimkan ke berbagai media massa.
• Saat mengirimkan, jangan hanya satu puisi, tetapi kirimkan lebih dari satu puisi. Dengan begitu, redaksi media massa tersebut dapat memilih puisi terbaik dari beberapa puisi.
• Puisi-puisi diketik dengan rapi tersebut.
• Jangan mengirimkan puisi yang sama pada beberapa media massa.
• Sertakan prangko balasan. Saat mengirimkan puisi ke media massa, media massa yang bersangkutan akan mengembalikan puisi yang belum dapat dimuat jika pengirimnya menyertakan prangko balasan.
• Jika puisi ditolak, jangan putus asa, dapat mengirimkannya ke media massa lainnya.
Kirimkan terus karya ke media massa. Semakin sering mengirimkan karya, kesempatan untuk dimuat semakin banyak. 
BAB III
METODE PENELITIAN

Strategi “Re-kreasi” dapat diterapkan dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, misalnya: (1) penciptaan kembali sebuah puisi berdasarkan tema puisi lain yang pernah dibaca, (2) penciptaan kembali puisi berdasarkan nada puisi lain yang pernah dibaca, (3) penciptaan kembali sebuah puisi berdasarkan suasana puisi lain, dan (4) penciptaan kembali puisi berdasarkan latar puisi lain.
a. Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Tema Puisi Lain
Dalam implementasi strategi “Re-kreasi” sebaiknya selalu dihubungkan dengan kemungkinan mengemabangkan keterampilan berbahasa siswa, yakni kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu, pengimplementasian strategi “Re-kreasi” ada baiknya diarahkan untuk mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan menunjang pembentukan watak siswa.
Berpangkal tolak dari tema yang sama, pengajar dapat mengarahkan siswa untuk mengiplementasikan strategi “Re-kreasi”. Dalam pengimplementiannya, siswa tidak melakukan rekonstruksi pemandangan alam Priangan, melainkan diarahkan pada upaya mengapresiasi dan menyerap keindahan di tempat asal siswa.
Penuangan gagasan tentang keindahan alam ke dalam wujud puisi, secara langsung atau tidak langsung, dapat mengembangkan daya cipta, rasa, dan karsa bahkan dapat membentuk watak, yakni cinta pada tempat tinggalnya, tempat kelahirannya, atau kekayaan panorama yang dibanggakannya. Selanjutnya, pengajar dapat menindaklajuti dengan pemberian tugas mencipta puisi berdasarkan tema-tema yang sama. Dalam konteks ini, siswa dapat ditugasi menulis puisi berdasarkan tempat-tempat yang dapat menggugah rasa estetis. Puisi-puisi karya siswa ini sebaiknya dibacakan, dibicarakan, dipajang pada majalah dinding atau majalah, atau diantologikan.
Kegiatan-kegiatan itu dapat menumbuhkan motivasi dan nilai-nilai positif. Kegiatan seperti ini sejalan dengan tujuan pembelajaran dan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang apresiatif, aspiratif, kondusif, dan edukatif. Berpangkal tolak dari tema puisi lain, selanjutnya pengajar dapat memperluas ranah tema: cinta tanah air, petualangan, kepahlawanan, patriotisme, dan lain-lain. Hal yang selayaknya menjadi catatan pengajar ialah: implementasi strategi “Re-Kreasi” berdasarkan persamaan tema atau pengembangan tema menuntut pengajar berpandangan luas, adil, dan bersikap “ngemong” dan dapat membimbing, memandu, mengajak, serta mengarahkan siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Selain itu, sebaiknya pengajar memiliki pengalaman menulis puisi dan memiliki dasar-dasar apresiasi puisi yang memadai.

b. Implementasi Strategi “Re-kreasi” berdasarkan Nada Puisi
Nada puisi ialah cara penyair mengungkapkan pikiran dan perasaannya Nada tulisan mengungkapkan keadaan jiwa atau suasana hati penulisnya. Setiap puisi yang ditulis oleh penyair tentu memiliki nada yang khas, sesuai dengan keadaan penyair bersangkutan.
Perasaan kagum itu dingkpkannya dengan pelikisan detail-detail keindahan. Pengungkapan detail-detail keindahan alam dilakukan oleh penyair seperti kerja seorang kameramen yang meyorot detail-detail keindahan alam. Berpangkal tolak dari sikap mengangumi alam tersebut, pengajar menugasi siswa untuk ‘mengabadian’ berbagai perasaan ke dalam puisi. Guru memberikan ruang dan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengeksplorasi berbagai sikap berdasarkan implmentasi strategi “Re-kreasi”.
Dengan strategi “Re-kreasi” berdasarkan nada puisi lain, siswa dapat secara leluasa bersikap. Sikap-sikap yang diekspresikan oleh siswa merupakan manifestasi berbagai sikap siswa dalam menghadapi berbagai peristiwa nyata. Implementasi strategi “Re-kreasi” berdasarkan nada puisi lain dapat mendukung peningkatan empat keterampilan berbahasa dan mendukung pengembangan daya cipta, kreativitas, dan dapat memperkokoh pembentukan watak yang secara kultural, ideologis, dan pragmatis amat berguna bagi pembentukan pribadi paripurna.

c. Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Suasana Puisi
Suasana dalam konteks ini mengandung pengertian ‘perasaan penyair’ pada saat menulis puisimenyiratkan bagaimana suasana perasaan terpesona terhadap alam. Berdasarkan suasana yang sama (atau berbeda) pengajar dapat merancang implementasi strategi “Re-kreasi”. Guru dapat merancang pembelajaran menulis kreatif puisi berdasarkan rasa kagum kepada pemimpin, tokoh-tokoh masyarakat, pahlawan, dan lain-lainnya.

d. Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Latar Puisi
Latar berhubungan dengan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar dalam puisi berupa keadaan sosial, sejarah, dan sebagainya yang menjelaskan terjadinya sesuatu. Sebagai variasi, pengajar dapat mengarahkan siswa untuk melaksanakan “Re-Kreasi” (penciptaan kembali) berlatar kota-kota di Indonesia atau yang terdekat dengan lokasi pembelajaran berlangsung.
Puisi sebagai karya kemanusiaan yang kreatif, imajinatif, dan sugestif dapat berfungsi memberikan pengaruh positif terhadap cara berpikir orang mengenai baik dan buruk, mengenai benar dan salah, dan mengenai cara hidupnya sendiri serta bangsanya. Pembelajaran penulisan kreatif puisi sebagai sarana pembentukan pribadi, baik diarahkan pada upaya pembentukan watak dan pribadi yang kreatif berbasis pengembangan emosi dan spiritual.
Sebagai tindak lanjut implementasi strategi “Re-kreasi”, sebagai penambah pengalaman individu, pengajar dapat memilih dan memilah bahan berupa puisi yang bercorak lirik, epik, atau dramatik. Puisi berjenis lirik dikenal puisi yang tergolong kognitif, afektif, dan ekspresif. Dalam puisi epik dikenl puisi berupa epos, fabel, dan balada. Dalam puisi dramatik dikenal ode, himne, elegi, satir, dan parodi. Bahan-bahan itu dapat dilatihkan dan pembelajar melakukan eksplorasi seluas-luasnya. Dalam pengimplementasian strategi “Re-kreasi” dapat ditempuh tahap (1) penjelajahan, (2) tahap interpretasi, dan (3) tahap rekreasi.
Bahan-bahan pembelajaran dalam pengimplemasian strategi “Re-kreasi” perlu diusahakan secara bervariasi. Variasi bahan-bahan pembelajaran untuk “merangsang” dalam pembelajaran menulis kreatif puisi hendaknya mempertimbangan (1) bahasa, (2) psikologi siswa, dan (3 latar belakang budaya yang sesuai dengan kondisi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, dkk. 1995. Menulis. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan menengah.

Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE UGM.
Gunawan B.Santoso, dkk. 2008. Terampil Berbahasa Indonesia: untuk SMA/MA kelas XI (bahasa). Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta : Erlangga.

Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jacob Sumardjo dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.

Luxemburg, dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia

Rakhmat Djoko Pradopo. 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suminto A. Sayuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media

Suriamiharja, dkk. 1996/1997. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bagian Proyek Penataran Guru SLTP Stara D III.

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Komentar

Postingan Populer