Puisi 2009

Untuk Kita Bawa Pulang

Sebab hari jelang petang
Aku yang radang merejang garang di bangku belakang
Di antara pekik irama membahana
Sedang malam beranjak dengan melodinya sendiri
(sajak kata, moralitas, dan sosialisasi tak kenal batas)

Akan kuakhiri esok pagi
Oleh segala formalitas hampir tuntas
Akan kalian pahatkan pada apa
Sebercak riak, secarik kertas, atau
Sebongkah batu beku di bukit itu
Pilih saja mana disuka

Aku, kamu, kalian
Akan merindu bertemu di masa yang itu
Di panggung tak senada ini. Harmoni tak seharusnya
Semoga masih ada jalan lurus di luar sana
Anak beranak menunggu di buka buku
Jangan hendak kau alpakan semenjana
Pada suka-suka yang tak seberapa kusuka

Sebab hari terus berlari
Tapi, masih ada lirik pasti mesti
Didendangkan di hadapan mereka nanti
Dan semoga ada oleh-oleh yang masih bisa diberi

Teluk Betung, 28052009


Gadis Abu-abu di Batu Abu-abu
Dian F. Wk.

Gadis ayu di batu-batu
Sedeku terpaku menantang langit biru
Di bawahnya, horison berpadu pada suatu
Yang di seberang sana pasang saling seteru
Sedang di atas batu, raga ragu baru berpadu

Wajah sayu berkerudung abu-abu
Memandang pasang, namun surut bagiku
Terima saja ombak beradu
Ia takkan mampu gapai pantai hatimu

Andai masih cukup waktu
Akan aku adukan derita pasir pada koyak kayu
Sampah atau serapah mengoyak tepian berbatu
Sisa perapian hanya menyisa abu
Aku pun merasai sebagai debu

Nama tak sempat tersebut meski cuma semu
Sebab panggilan menghempaskanmu
Dari pantaiku yang tak lagi biru
Lalu kuajakkan ombak pada karang genderang itu

Kalianda, 29052009


to be us
(ria, yana, ika, want, ririn, victor, daswin, ervan)

Adalah kita, tempat akhir bermuara kesah
Dari aliran kosmis orang jauh datang berkilah
Pisah sudah pedih dan peluh seluruh tubuh
Selaksa peristiwa beranjak di akhir kisah

Kita pun melaju ke berbagai penjuru waktu
Dengan pelarian tak jelas mana dituju

Sekembalinya, beri pesan dari sejimpit kesan
Yang mungkin layak dipajang di tembok kenangan
Tak hanya tercecer di tengah perjalanan pungkasan

Adalah kita, raga-raga ceria sebelumnya
Rona ceria hilang rupa warna, lupa cahaya
Kawan tiada merasa satu rasa
Mereka lupa pada murka ceritera senja
Pula karena angkara atau realita tiada beda
Sebab tuhan mungkin mulai lupa mengeja
Dan malaikat pun tak tahu cara membaca
Sedang kita hanya manusia
Seburuk-buruknya di jajaran kata mereka

Kita belajar membaca tanda-tanda
Dari tiap isyarat yang dibuat-Nya
Tapi, mungkin bisa lupa bahwa sesungguhnya
Sekejap saja jumpa mata bisa menghunjam luka

Jangan lupa, Tuhan mengartikan pertemuan kita

Pahoman, Mei 2009

Komentar

Postingan Populer